Kisruh Parpol dalam Politik Demokrasi


 

Oleh: Westi Annita Sari

Alumni Universitas Gunadarma


Jumat, 5 Maret 2021 diselenggarakan kongres luar biasa Partai Demokrat di Sumatera Utara yang menetapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai ketua umum periode 2021-2025. Kongres ini menimbulkan polemik, Partai Demokrat di bawah pimpinan ketua umum AHY menentang keras kongres tersebut serta menganggapnya ilegal dan inkonstitusional. Partai Demokrat pun menyurati Menko Polhukam Mahfud Md, Menkum HAM Yasonna Laoly, hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar mereka menghentikan KLB tersebut.


Menko Polhukam Mahfud Md mengungkapkan pemerintah tidak bisa ikut campur melarang atau mendorong kegiatan tersebut, karena diatur berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Mahfud Md kemudian menyatakan, pemerintah saat ini masih menganggap kegiatan tersebut sebagai persoalan internal PD. Sebab, belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru dari Partai Demokrat.

 

Ketua Bappilu PD Andi Arief menilai Mahfud Md keliru dalam menyikapi kejadian itu. Ia meminta Mahfud tidak melakukan pembiaran dan menegaskan KLB PD sudah melanggar hukum dan berbeda dengan KLB partai lainnya karena telah melanggar AD/ART yang sudah diresmikan oleh negara. Kepala Bakomstra PD Herzaky Mahendra Putra pun menyatakan hal serupa. Herzaky menilai KLB PD inkonstitusional karena bertentangan dengan aturan yang terdapat dalam Partai Demokrat. Selain itu keterlibatan Moeldoko juga dianggap sikap abuse of power. mengingat posisinya yang sangat dekat dengan kekuasaan.

 

Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai KLB PD melanggar UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Ia merujuk Pasal 32 dan 33 UU Partai Politik yang mengatur mekanisme penyelesaian jika terjadi perselisihan di internal partai. Pada Pasal 32 disebutkan masalah internal partai diselesaikan dengan pembentukan mahkamah partai. Jika tak selesai di mahkamah partai, ada mekanisme gugatan ke pengadilan negeri dan kasasi Mahkamah Agung.

 

Dalam sistem kapitalisme segala hal diukur dengan takaran manfaat, begitu pun dalam sistem perpolitikannya yaitu demokrasi. Partai politik dalam sistem demokrasi lumrah hanya dijadikan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, sehingga wajar akan timbul banyak pergesekan antar partai politik maupun di antara anggota partainya, karena masing-masing hanya ingin meraih kekuasaan ataupun manfaat bagi dirinya sendiri atau kelompoknya bahkan cara haram sekalipun dilakukan demi meraih tujuannya.

 

Saling menjatuhkan antar politisi pun kerap kita lihat dalam sistem ini. Sedangkan fungsi partai politik untuk memberikan nasihat dan kritik kepada pemerintah justru tidak berjalan optimal. Ditambah lagi dalam kasus ini, pemerintah malah menjadi pihak yang berkepentingan mengambil untung, bukannya menyelesaikan konflik.

 

Di sisi lain, dalam Islam seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan muhasabah terhadap penguasa dan partai politik merupakan salah satu sarana muhasabah dalam daulah. Muhasabah dilakukan agar aturan yang diterapkan di dalam daulah senantiasa terikat dengan hukum syara serta tidak ada kelalaian dalam pelaksanaannya. Kritik yang dilakukan warga negara pun berdasarkan ketakwaan kepada Allah SWT semata, bukan untuk saling menjatuhkan.

 

Pentingnya aktivitas koreksi terlihat jelas dalam nash-nash syara, salah satunya berasal dari sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik jihad adalah kebenaran yang disampaikan di hadapan penguasa yang kejam.”

 

Partai politik dalam Islam pun memiliki tujuan, kegiatan dan cara-cara yang berlandaskan Islam, tidak diperbolehkan menggunakan landasan lain selain Islam. Partai politik senantiasa berkomunikasi dengan khalifah dan para mu'awinnya untuk memaparkan kondisi dan masalah-masalah rakyat untuk kemudian mencari jalan keluar bersama atas masalah tersebut serta mendiskusikan kondisi politik negara dan memberikan kritik dan saran dalam penerapannya. Aktivitasnya jauh dari mencari manfaat dan kekuasaan, karena didasari dengan sikap ketakwaan kepada Allah SWT.

 

Tampak jelas perbedaan antara peran dan fungsi partai politik dalam sistem demokrasi dan Islam. Dalam Islam tentunya jauh lebih unggul dan luhur. Untuk itu, saatnya kita kembali pada sistem kehidupan Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh sendi kehidupan kita. Wallahu 'alam bish shawab. []


Post a Comment

Previous Post Next Post