Darurat Kekerasan Anak, Butuh Solusi Tuntas


By : Ratna Munjiah 
(Pemerhati Remaja)

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengungkapkan masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020. Data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni) mengungkapkan adanya 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim, yang tercatat hingga 2 November 2020. 

Andriyanto mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak banyak terjadi di lingkungan rumah tangga. Andriyanto menduga, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan rumah tangga karena selama pandemi Covid-19, masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah. 

Andriyanto menegaskan komitmennya mengatasi permasalahan tersebut demi menghindari konflik sosial. “Kalau ini tidak bisa kita tangani, maka bisa menyebabkan persoalan konflik sosial, persoalan anak berhadapan dengan hukum dan persoalan perkawinan anak serta seterusnya,” kata Andriyanto, Selasa (3/10).

Selain angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, Andriyanto juga menyoroti tingginya angka perceraian di wilayah setempat. Andri membeberkan, sepanjang 2019 tercatat hanya ada 8.303 kasus perceraian. 

Angka itu meningkat drastis pada 2020 yang hingga akhir September tercatat ada 55.747 kasus perceraian. Menurutnya, masalah tersebut juga harus segera dicarikan solusinya.

"Ini karena kalau terjadi perceraian, suka tidak suka, mau tidak mau, bahwa yang terdampak adalah anak-anak. Pada konteks perlindungan anak akan muncul kasus penelentaran anak, pengasuhan anak yang rendah, dan kasus traficking anak,” kata dia. (https://republika.co.id/berita/qj7jcr428/kasus-kekerasan-terhadap-anak-di-jatim-masih-tinggi).

Kekerasan terhadap perempuan dan anak, akan senantiasa terjadi karena didukung oleh penerapan sistem sekuler kapitalis yang merupakan sistem rusak. Sistem ini telah membuat manusia berjalan berdasarkan kebebasan dan hasrat semata, tanpa lagi melihat aturan agamanya. Berjalan atas asas manfaat yang mana tujuan utamanya untuk mendapatkan kebahagian sebesar-besarnya.

Sistem kapitalisme pun  telah memaksa para orangtua abai dalam proses pendidikan dan penjagaan terhadap anak-anaknya. Kapitalisme telah menyebabkan beban hidup setiap keluarga terus mencekik. Keluargapun harus memutar otak mencari penghidupan. Dengan dalih mencapai penghidupan yang layak inilah, ayah dan ibu sibuk bekerja siang dan malam. Akibatnya, anak terabaikan. 

Potret buram ini hanya bisa diselesaikan jika Islam dijadikan sandaran dalam bertingkah laku. Sistem Islam hanya bisa dijalankan secara total jika ada institusi negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah yakni Khilafah. Khilafah akan mampu menutup pintu munculnya kekerasan terhadap anak dan akan mampu memberikan hak anak sesuai fitrah tanpa mengeksploitasinya. Jika diamati pada kenyataannya saat ini angka kekerasan terhadap anak meningkat selama pandemi dilakukan oleh orang dekat atau bahkan keluarganya sendiri. Dengan tingginya angka kekerasan tersebut menjadi bukti gagalnya sistem sekuler melindungi rakyat dan anak-anak.

Didapati berita seperti demikian, tentu semakin membuat miris, di mana yang seharusnya orangtua dan keluarga terdekat yang mampu memberikan rasa aman terhadap anak-anaknya namun ternyata saat ini justru menjadi ancaman nyata tumbuh kembang anak-anak tersebut.

Maraknya kekerasan yang terjadi pada anak-anak tentu banyak penyebabnya, salah satunya yakni lepasnya pemahaman agama (Islam) di tengah individu, keluarga, masyarakat dan negara, ditambah penetapan lagi aturan atau larangan yang tidak jelas terhadap pelakunya merupakan salah satu pemicu yang berkembangnya kekerasan yang terjadi pada anak.

Sejatinya dalam Islam menetapkan agar orang tua mampu melindungi, menjaga dan menjauhkan anak dari segala marabahaya baik fisik, psikis maupun pemikiran. Islam menetapkan bahwa masyarakat dan negara memiliki andil yang besar untuk melindungi anak dari segala tindakan kejahatan.

Dengan naluri melestarikan keturunan yang Allah SWT anugerahkan pada setiap hamba-Nya maka orangtua, tetangga, anggota masyarakat dan juga pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar untuk melindungi anak-anak tersebut. Islam memiliki sanksi yang tegas dalam menghukum para pelaku maksiat, sehingga pelakunya tidak akan berani melakukan kemaksiatan yang pernah dilakukan.

Dalam Islam, anak-anak yang memiliki kedudukan tinggi, karena jika mereka tidak memberikan manfaat bagi orang tua di dunia dengan mendoakannya, maka diakhirat nanti mereka akan memberikan manfaat kepadanya dengan mengangkat derajat disisi Allah. 

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang kayu bakarnya adalah manusia dan bebatuan” (QS. At-Tahrim {66}: 6)

Ali ra, berkata “Ajari anak-anakmu dan didiklah mereka! ”Hasan menyatakan,” Ajarilah anak-anakmu agar taat kepada Allah dan ajarilah mereka nilai-nilai ”.

Sesungguhnya Islam menempatkan anak pada posisi strategis sebagai aset menciptakan masa depan. Karenanya Islam memberi aturan yang menjamin tercapainya fungsi strategis dengan aturan yang kompehensif di berbagai aspek kehidupan istilah persanksiannya.
Keluarga merupakan arus pertama dan utama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak. Disanalah pertama kali dasar keislaman ditanamkan. Anak dibimbing orangtuanya bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW, bersabda:
Setiap bayi dalam keadaan suci (fitrah-islami). Ayah dan ibunyalah kelak yang menjadikan dirinya dirinya, Yahudi Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR. Al-Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, At-Tarmidzi, Abu Dawud dan An-Nasa'i).

Orangtua wajib mendidik anak-anaknya tentang prilaku dan budi pekerti yang benar sesuai ajaran Islam, dan peran penting berikutnya adalah negara, karena jika negara salah dalam menetapkan sanksi bagi pelaku pemerkosaan dan kekerasan seksual tersebut tentu akan menghasilkan penetapan hukum yang tidak dapat dijadikan solusi dalam Kasus tersebut. Sehingga tidak mengherankan jika kasus kekerasan tersebut akan berulang dan berulang.

Sudah seharusnya pemimpin kita menerapkan aturan Islam secara Kaffah (Keseluruhan), dan itu bisa terlaksanakan di negara yang menerapkannya dalam bingkai negara Khilafah Islam. Walahua'lam. []

Post a Comment

Previous Post Next Post