SAAT UTANG MENGGUNUNG ,MENKEU TERBAIK TUDING WARISAN KOLONIAL


OLEH : HJ.PADLIYATI SIREGAR,ST

Menkeu Sri Mulyani baru saja meraih penghargaan sebagai Finance Minister of the Year for East Asia Pacific tahun 2020 dari majalah Global Markets.
Ini merupakan penghargaan kedua yang diterima Sri Mulyani dari majalah yang sama, setelah terakhir di tahun 2018 memperoleh penghargaan serupa.
Menurut Global Markets, Sri Mulyani layak mendapatkan penghargaan tersebut atas prestasinya dalam menangani ekonomi Indonesis di pandemi corona (Covid–19).(TRIBUNPALU.COM)

Sebagai informasi, Global Markets adalah majalah berita terkemuka di bidang pasar ekonomi internasional. Majalah ini diterbitkan pada saat pertemuan sidang tahunan IMF-World Bank Group.

Tentu saja kabar ini sangat  mengejutkan lantaran di tengah krisis ekonomi dan kesehatan, ternyata masyarakat Indonesia sedang berada di bawah kendali Menteri Keuangan berpredikat terbaik di kawasan. 

Walaupun kenyataannya, Indonesia kini sedang dihadapkan ancaman resesi di kuartal III 2020. Di mana pada kuartal sebelumnya Indonesia mengalami kontraksi atau tertekan atau pelemahan laju ekonomi hingga minus (-) 5, 32 persen. Sementara pada kuartal III diprediksi akan berada di kisaran kisaran minus (-) 1 persen hingga minus (-) 2,9 persen.

Secara keseluruhan di tahun 2020, Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia akan berada di angka minus (-) 0,6 persen hingga minus (-) 1,7 persen.

Tentu saja  Menteri Keuangan terbaik memastikan Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Bukan hanya lebih baik dari negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Tapi Indonesia, masih kata Sri Mulyani, lebih baik ketimbang negara-negara maju di Eropa sekalipun, seperti Spanyol dan Inggris.

Rakyat Indonesia, oleh mantan direktur pelaksana World Bank itu juga diminta untuk tidak khawatir dengan rasio utang Indonesia. Dia memastikan bahwa defisit fiskal RI yang pada tahun ini dipatok sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,32 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) masih terjaga.

Walaupun rasio utangnya sebesar 38,5 persen PDB di tahun 2020, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan berpredikat terbaik lagi-lagi memastikan bahwa Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara lain.

Tidak tanggung-tanggung, negara yang dibandingkan Sri Mulyani dalam kasus ini adalah Amerika Serikat, Perancis, Inggris, dan Jepang. Jadi seharusnya tidak ada alasan bagi rakyat Indonesia khawatir dengan utang besar saat ini, karena posisi kita masih lebih baik dari negara-negara maju.

Pernyataan Menteri Keuangan itu cukup menggelitik. Apa parameter yang digunakan untuk menilai situasinya makin baik? Karena yang jelas terlihat adalah utang yang makin bertumpuk dan dampak lanjutannya adalah Indonesia harus melepas satu demi satu aset milik umat kepada negara/lembaga kreditur.


Namun sejumlah ekonom senior mengkritik pelabelan dari Majalah Global Markets untuk Sri Mulyani. Ini lantaran kehidupan real masyarakat di tanah air dan keuangan negara tidak layak untuk dijadikan indikator predikat tersebut.

Secara gamblang, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai penghargaan itu tidak masuk akal. Sebab kondisi ekonomi Indonesia sedang babak belur. Alih alih menjelaskan hal teknis tentang babak belur, Fuad Bawazier justru meragukan kredibilitas penghargaan yang diraih.

Pasalnya, tidak sedikit dari penghargaan tersebut yang sebenarnya berbayar. Artinya, penghargaan dapat diraih jika si penerima mau membayar. 

“Orang Indonesia ini paling gampang diporotin. Jadi terus terang saja, yang bisa digituin (nyogok) biasanya mungkin dari Indonesia paling gampang, itu bayar itu (penghargaan),” katanya dalam Obrolan Bareng Bang Ruslan bertajuk 'Setahun Jokowi-Maruf Rintangan Ekonomi Semakin Berat' yang digelar Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/10).

Tidak hanya Fuad Bawazier, ekonom senior DR. Rizal Ramli juga berkali-kali heran dengan predikat tersebut. Dia menyoroti jurus monoton Sri Mulyani dalam mengelola keuangan negara, yaitu berutang.

Dampak buruk dari kebiasaan pemerintah berutang akan membuat daya beli masyarakat menurun dan ekonomi gagal melaju mulus. Kata Rizal Ramli, utang pemerintah sudah sangat besar, sehingga untuk membayar bunganya saja harus meminjam lagi.

Setiap pemerintah menerbitkan SUN (surat utang negara), dana publik tersedot atau sepertiga likuiditas tersedot. Dampaknya, pertumbuhan kredit menjadi memble di angka 6 persen seperti saat ini. Padahal kalau dibutuhkan pertumbuhan kredit 15 persen jika ingin kondisi kembali normal. Hal tersebut yang akhirnya memukul daya beli masyarakat menjadi sangat lemah dan ekonomi Indonesia sulit meroket.

Kritik juga disampaikan peneliti senior Indef atas kepemimpinan tata kelola keuangan Sri Mulyani. Bahkan katanya, masalah ekonomi menjadi catatan paling buruk dalam setahun kepemimpinan Jokowi-Maruf.

Ini lantaran utang yang menggunung dan kegagalan dalam menggenjot penerimaan pajak.

Baik Fuad Bawazier, Rizal Ramli, dan Dradjad Wibowo juga kompak menilai bahwa masalah ekonomi Indonesia bukan terjadi karena dampak corona. Tapi jauh sebelum pandemi melanda, fundamental ekonomi Indonesia juga sudah rapuh.

Pernyataan mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon,Katanya, mungkin saja benar Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan terbaik di mata asing, tapi bukan di mata rakyat Indonesia.

Ini semakin menegaskan bahwa penunjukannya berdasarkan penilaian asing (lembaga internasional) agar negeri ini makin terjerat jebakan kapitalisme global.

Ini terbukti utang pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2020 tercatat sebesar Rp5.594,93 triliun. Utang ini naik Rp914,74 triliun dibandingkan Agustus 2019 yang tercatat Rp4.680,19 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, utang Indonesia yang sudah mencapai ribuan triliun itu merupakan warisan dari Belanda. Pernyataan ini disampaikannya saat acara Pembukaan Ekspo Profesi Keuangan pada 12/10/2020 lalu.

Menurutnya, saat negeri ini merdeka, secara keuangan balance sheet tidak 0 Rupiah. Harta kekayaan yang ada rusak karena perang, dan seluruh investasi yang sebelumnya dilakukan Belanda menjadi investasi pemerintah Indonesia.

Dengan kata lain, masih menurut Sri Mulyani, Belanda yang pernah menjajah selama 3,5 abad itu tak hanya memberi warisan ekonomi yang rusak, tapi juga utang. Utangnya menjadi utang Republik Indonesia. Besarnya sekitar US$ 1,13 1,13 miliar atau setara Rp15,8 triliun.

Sejak saat itulah, tandasnya, penyusunan APBN untuk pembangunan dan aktivitas ekonomi Indonesia tak lepas dari dari utang. Mulai dari orde lama maupun orde baru. Bahkan, di akhir orde baru terjadi krisis keuangan Asia yang membuat utang Indonesia meningkat lebih dari 100%.

Di masa reformasi juga tak berbeda. Kebutuhan keuangan Indonesia juga masih mengandalkan utang. APBN sering mengalami defisit dan tekanan luar biasa.

Di Indonesia utang merupakan candu yang paling digandrungi para pemimpin kita. Sudah lama mereka mempertontonkan ketagihan utang secara gila-gilaan, menghambur-hamburkannya tanpa mempedulikan segala akibatnya dan rakyat juga yang harus menanggung bebanya. Kecanduan kronis ini telah membawa perekonomian nasional kedalam keadaan teller. 

Sesungguhnya utang luar negeri merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh IMF dan Bank Dunia untuk menguasai perekonomian nasional Indonesia termasuk pula pemiskinan dinegara berkembang,adalah akibat dari jebakan utang luar negri. Negara Dunia III dibujuk rayu supaya ikut kehendak mereka. Metodenya adalah menawarkan utang luar negeri, melakukan infiltrasi, hingga subversive . Utang luar negeri ditawarkan sedemikian rupa akan dapat membuat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga akan menciptakan kemakmuran tetapi kenyataanya berbanding terbalik.

Maka untuk itu perlu disadari pula bawa utang luar negri adalah alat penjajah untuk menjajah, maka sebagai negara yang iberdaulat kita harus kembali menegakkan kedaulatan kita dengan penanganan terhadap masalah utang luar negeri jika Indonesia ingin terlepas dari cengkraman neoliberalisme dan merdeka 100%. 

Namun tentu saja,perlu sistim yang baik untuk membenahi carut marutnya masalah ekonomi negeri di negeri ini.Islam punya cara metode yang sempurna untuk mengatasi masalah ini.

*Pandangan Islam*

Islam memiliki aturan yang khas dan jelas dalam pengelolaan ekonomi. Fakta tersebut sangat jauh berbeda bila ditinjau dari pengelolaan perekonomian dalam Islam. Islam menetapkan bahwa pemerintah wajib bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, 

…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka” (HR. Muslim). 

Ditinjau dari pemasukan negara dalam sistem pemerintahan Islam, sumber-sumber pendapatannya diperoleh dari kepemilikan negara (milkiyyah ad-daulah) seperti ‘usyur, fa’i, ghonimah, kharaj, jizyah dan lain sebagainya. 

Selain itu dapat pula diperoleh dari pemasukan pemilikan umum (milkiyyah ‘ammah) seperti pengelolaan hasil pertambangan, minyak bumi, gas alam, kehutanan dan lainnya. Negara bertanggung jawab atas optimalisasi dari harta kepemilikan umum dan negara tersebut tanpa adanya liberalisasi dalam lima aspek ekonomi, yaitu liberalisasi barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil.  

Dan juga diperoleh dari zakat maal (ternak, pertanian, perdagangan, emas dan perak). 3 pos ini mengalirkan harta baitul mal karena bertumpu pada sector produktif. Harta baitul mal juga selalu mengalir karena tidak terjerat utang ribawi.

Dengan demikian, kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi penutupan kebutuhan anggaran dari utang luar negeri dapat dihindari.

Baitul mal sebagai lembaga yang mengelola pemasukan tersebut dan akan dikeluarkan atau dibelanjakan untuk keperluan negara dan rakyat. Termasuk diantaranya proyek-proyek infrastruktur.

Hal tersebut bukanlah tanggung jawab kaum muslimin melainkan tanggung jawab baitul mal, yang berarti bagian dari tanggung jawab negara. Disini terlihat jelas, sumber-sumber pemasukan negara didapatkan tanpa  membebani rakyat. 

Kalaupun ada pengambilan pajak (dhoribah), hanya akan dibebankan jika baitul mal sedang kosong dan pelaksanaannya sesuai dengan apa yang telah diwajibkan oleh syariat atas kaum muslimin.

Namun, semua aturan ini akan sulit tercapai dan tidak mampu mengantarkan umat pada keridhaan Allah SWT bila masih menggunakan sistem demokrasi-kapitalis. Sungguh, hanya dengan sistem Islam yang kaffah, semua permasalahan yang ada bisa teratasi, baik dalam bidang perekonomian, pendidikan, politik, sosial budaya dan lain sebagainya.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Thaha ayat 124, 

وَمَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِكۡرِىۡ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيۡشَةً ضَنۡكًا وَّنَحۡشُرُهٗ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ اَعۡمٰى‏

“Siapa saja yang berpaling dari perintahku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”. 

Wallahu a’lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post