New Normal Era ; Sikap Menyerah Sistem Kapitalisme Tangani Pandemi

Oleh: Yauma Bunga Yusyananda

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pada hari Rabu (21/5) bahwa pandemi virus corona masih jauh dari berakhir, setelah penambahan harian kasus virus corona di dunia mencapai angka tertinggi. WHO mengatakan 106.000 kasus baru telah dilaporkan dalam 24 jam terakhir. (bbc.com)
Jumlah kasus di Indonesia per 21 Mei 2020 sudah lebih dari 20 ribu. Dalam sehari jumlah kasus bertambah sebanyak 973. Ini merupakan pertambahan kasus harian tertinggi yang pernah tercatat. Wacana dilonggarkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan momentum jelang hari raya Idul Fitri membuat jalanan kembali dipadati kendaraan bermotor. Hiruk pikuk ibu kota dan beberapa wilayah lain mulai tampak seperti kehidupan sebelumnya. (cnbcindonesia.com).

Viralnya video lonjakan penumpang yang antri di Bandara dan Mall yang kembali dibuka dan ramai menjelang lebaran pada Kamis, 14 Mei 2020 pun hangat diperbincangkan karena ada wacana pelonggaran atau relaksasi PSBB saat itu untuk mengembalikan perputaran ekonomi Indonesia.

Maka, sistem kapitalisme yang hanya berporos pada perputaran ekonomi dan mementingkan roda ekonomi dibandingkan roda kesejahteraan hidup masyarakat mulai mencanangkan program New Normal yaitu istilah untuk memulai kehidupan baru ditengah pandemi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Pada mulanya new normal ini murni untuk memulihkan perekonomian saja. Namun, seiring berjalannya waktu, saat masyarakat bertanya-tanya kapan pandemi ini berakhir, new normal mulai dibuatkan aturannya dan protokolnya untuk segala bidang baik itu industri, restoran, tempat ibadah, perkantoran hingga pendidikan.

Ada artikel menarik mengenai penjelasan pakar sejarah tentang bagaimana pandemi dunia akan berakhir. Berakhir tidak selamanya berarti lenyap dari muka bumi. Namun, akhir pandemi biasanya dilihat dari dua hal yaitu secara medis saat kasus dan kematian karena pandemi menurun dan anjlok. Dan secara sosial, yaitu dimana masyarakat mulai berkurang rasa ketakutan mereka terhadap pandemi ini. Suatu akhir bagi pandemi dalam kacamata sosial masyarakat, bukan berarti penyakit tersebut telah ditaklukkan  namun karena orang-orang menjadi bosan dengan kepanikan dan pembatasan dimana-mana, sehingga masyarakat mulai belajar dan beradaptasi untuk hidup bersama penyakit tersebut atau istilah pemerintah saat ini adalah berdamai dengan pandemi saat ini. (12/5/20, merdeka.com).

Sudah sangat jelas bahwa new normal adalah realisasi pemerintah dari akhir pandemi secara sosial saat masyarakat sudah sangat bosan dengan pembatasan dan tidak ingin panik dengan apapun tentang pandemi ini.

Tentu ada pro dan kontra, ada masyarakat yang masih bisa bertahan untuk melakukan segala aktivitas mereka di rumah saja, dan ada yang tidak, karena harus memenuhi hajat hidupnya dengan pergi keluar rumah namun tetap menjaga kesehatan diri mereka. Kebijakan yang tidak konsisten pun mampu mempengaruhi perilaku masyarakat yang sudah tidak mau pusing dengan apa yang terjadi dengan mereka jika keluar rumah.

Maka, New Normal ini sebenarnya tidak normal. Masyarakat sebenarnya kebingungan dengan apa yang terjadi di negaranya. Sehingga masyarakat memutuskan sendiri tindakan apa yang ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kesejahteraan hidupnya. Maka sesungguhnya tidak ada yang baru saat pemerintah mengagas new normal, tetap dengan mementingkan materi ketimbang kesejahteraan masyrakatnya seolah nyawa tidak bernilai karena yang lebih bernilai roda perekonomian berputar ketimbang nyawa orang-orang. Padahal didalam sistem yang memanusiakan manusia yaitu sistem Islam yang berasal dari Rabb semesta nyawa sangat berharga. 
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32)
Jelas dalam ayat tersebut bahwa hilangnya nyawa seseorang saja seolah lenyap juga nyawa manusia seluruhnya.

Jika ingin memutar roda perekonomian bukan dengan mengorbankan nyawa rakyat dengan tatanan kehidupan yang dirasa baru, namun hentikanlah memprivatisasi sumber daya alam, sejahterakanlah rakyat sendiri dengan SDA dan SDM dalam negeri. Sesungguhnya Indonesia sangat mampu dan sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, jika menjadi negara yang tidak menimbun hutang luar negeri yang tidak ada habisnya. Sudah saatnya Indonesia benar-benar memiliki new normal era namun bukan ala kapitalisme, new normal ke arah tatanan hidup baru dengan Islam. Karena hanya Islam yang mampu mensejahterakan masyarakat tanpa harus menggadaikan nyawa mereka ditengah kasus pandemi yang semakin meningkat dan tidak diketahui apakah lingkungan sudah aman atau tidak untuk beraktivitas. New normal era ala kapitalisme hanyalah sikap menyerah dari sistem yang samkin hancur ini. Wallohu’alam bi ash shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post