Sistem Liberalisme Merubah Generasi Sholeh Menjadi Generasi Salah

Oleh : Iis Nur

Pernikahan adalah salah satu bentuk untuk menyempurnakan setengah dari ibadahnya seseorang dan merupakan ibadah yang panjang karena tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan kehidupan yang sakinah (tenang dan damai), mawarddah (saling mencintai dengan penuh kasih sayang) dam warrahmah (kehidupan yang dirahmati Allah SWT). 

Dalam Islam pernikahan anak atau istilahnya pernikahan dini tidak dilarang asalkan keduanya sudah baligh dan sudah sanggup memberikan nafkah jasmani dan rohani. Pernikahan dini atau anak adalah pernikahan pada saat ke dua atau salah satu pihak masih berusia di bawah 18 tahun dan sudah baligh. Budaya pernikahan dini atau anak dalam Islam dibenarkan dan sudah menjadi norma Muslim sejak awal Islam. Pernikahan dini atau anak bahkan menjadi kebutuhan vital khususnya akan memberi kemudahan dan tidak dibutuhkan studi terlalu dalam untuk melakukannya.

Hukum pernikahan dalam Islam adalah sunnah, wajib dan haram. Sunnah apabila salah satu pihak masih mempunyai kewajiban lainnya seperti masih sekolah dan dia belum memberikan nafkah materi, namun hukumnya bisa jadi wajib apabila tidak bisa menjaga dirinya dan dikhawatirkan bisa terjerumus ke dalam perbuatan maksiat, yakni zina dalam Islam. Dan pernikahan yang haram adalah pernikahan apabila dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti istri atau karena harat dan bisa menimbulkan bahaya untuk agama.

Seperti yang dilansir Republik online tanggal 21 Juli 2019. Tercatat setidaknya 12 kasus pernikahan anak di kamp pengungsian korban gempa dan tsunami yang tersebar di Palu, Sigi dan Donggala. Di Sulawesi Tengah dalam beberapa bulan terakhir fenomena ini menambah potret buram Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah dengan prevalensi pernikahan anak terbanyak. 

Kasus pernikahan anak korban gempa ini di sebut sebagai "Fenomena gunung es" mengingat terdapat 400 titik pengungsian yang tersebar di lokasi bencana dan belum semuanya 'terjamah' oleh pegiat hak perempuan dan perlindungan anak. Sampai ada wartawan BBC News Indonesia Ayomi Amindoni dan Dwiki Muharam mencari tahu lebih dalam dibalik fenomena pernikahan anak penyintas korban bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada September 2018 silam.

Salah satunya kisah Dini yang mengaku dirinya terpaksa menikah di usia yang masih dini disebabkan dia sudah dalam keadaan hamil. Dia yang sudah menjalin hubungan dengan teman sebayanya yang kini jadi suaminya, setelah menjadi korban gempa mengguncang teluk Palu sembilan bulan silam. Rumahnya yang berada di daerah Palu Selatan ditelan 'tanah bergerak' atau fenomena likuifaksi yang membuat bangunan rumah amblas. Setelah itu, dia merasa hidupnya tak sama lagi.

Tinggal di pengungsian membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu dengan kekasihnya hingga akhirnya dia menyadari dirinya sudah hamil dua bulan. Namun kehamilan Dini tidak di ketahui oleh tetangganya yang juga tinggal di hunian sementara.

Kisah Dini hanya salah satu yang menjadi permasalahan anak dan perempuan di pengungsian dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Kisah Dini hanya salah kasus yang terjadi di enam tenda ramah perempuan yang di kelola swadaya masyarakat Perkumpulan Lingkar Belajar Untuk Perempuan, LIBU. Dwi Rana Amir selaky Direktur LIBU Sulawesi Tengah menyatakan pernikahan anak paling banyak terjadi di Petobo, tempat fenomena likuifaksi terjadi. Ada beberapa penyebab terjadinya pernikahan anak; Pertama faktor ekonomi, dengan alasan untuk mengurangi beban keluarga kemudian orangtua menikahkan anaknya. Kedua dikarenakan sudah hamil duluan sehingga untuk menghilangkan rasa malu, orangtua menikahkan anaknya. Ketiga faktor norma sosial di Palu dan sekitarnya yang melanggengkan pernikahan juga menjadi penyebab maraknya pernikahan anak di Sulawesi Tengah.

Bagaimana orang tua sekarang tidak bisa khawatir, cemas dan takut tentang masa depan anak-anaknya. Begitu mengerikannya pergaulan zaman yang kata orang zaman milenial, di mana agama dan adab malu sudah tidak ada lagi di benak generasi milenial ini, memang tidak semua yang begitu. Mereka sudah tidak malu lagi menunjukkan kemaksiatan mereka di tonton orang sedunia. Di tambah dengan teknologi canggih yang banyak memberi kemudahan bagi mereka. Tidak ada batasan untuk bisa mengakses situs-situs yang seharusnya belum waktunya untuk mereka (generasi milenial). Sederet fakta yang menyesakkan dan ini butuh analisa yang tepat dalam proses perbaikan serta perubahannya.

Begitu jelas sebagian besar keluarga Muslim sekarang ini sangat menghambakan dunia, salah satu nya dalam pola mendidik generasi milenial ini dengan cara ala Barat. Budaya kebebasan (liberalisme), mendewakan kesenangan duniawi (hedonisme), merebaknya penyelesaian ala kekerasan (vandalisme) yang jauh dari arah agama dalam proses mendidik generasi. Sehingga banyak menimbulkan kasus seks bebas, kriminalitas, napza, prostitusi, incest, elgebete, perdagangan manusia, tawuran. 

Terutama dalam kasus seks bebas yang banyak bahkan sudah seperti di anggap biasa oleh masyarakat, tidak ada lagi hukuman moral apalagi hukuman pidana. Kalaupun ada pidana itu karena ada laporan, kalau tidak ada laporan ya sudah di anggap angin lalu dengan alasan suka sama suka. Dan selalu beranggapan yang penting bukan anak kita. Astagfirullah.... 

Dalam kisah Dini salah satu korban bencana gempa dan tsunami, yang menjadi persoalan bukan karena sudah hamil duluan, dalam Islam segala hal yang mendekati zina seperti pacaran dan berdua-duaan. Karena dalam Islam jelas firmannya tercantum dalam surat Al-Isra ayat 32 : 
" Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. "

Kisah Dini adalah bentuk tidak adanya pengawasan yang ketat dari keluarga, dari lingkungan dan juga negara. Dan ini adalah bukti buruknya sistem liberalisme kapitalisme sekularisme menjalar pada tiap-tiap tubuh remaja kini. Bisa di bayangkan dalam beberapa tahun ke depan, betapa makin rusaknya kehidupan remaja kita jika sistem kebebasan yang kebablasan masih dipertahankan.

Hanya kembali dengan menerapkan syariat ajaran Islam kehidupan manusia khususnya Muslim bisa di perbaiki dan diselamatkan, terutama generasi milenial yang seharusnya menjadi penyongsong perubahan malah terjerat dalam lubang dosa. Disinilah perlunya penerapan syariat Islam Kaffah yang membutuhkan kerja keras dan keseriusan semua kalangan muslimin baik dari keluarga, lingkungan terutama dari negara untuk memperjuangkannya. Hanya ada dalam Daulah Khilafah generasi milenial bisa terselamatkan.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Previous Post Next Post