Menantu Pilihan (Part 3)

By: Nelliya Ummu Zahra
(Akademi Menulis Kreatif)

"Assalamualaikum.wrwb bude Rini" seraya aku mencium tangannya.

"Walaikumsalam. Maryam mengenai taaruf kamu dan zainal
Kalau ada waktu bisa ndak kerumah saya besok lusa. Ada yang ingin saya bicarakan. Kebetulan bertemu kamu disini" bude rini berbicara dengan menatapku tajam. Aku yang menerima tatapan seperti itu menjadi sedikit kikuk. Tidak menyangka akan bertemu bude rini disini.

"Ah, iya bude insyaallah lusa saya ada waktu nanti saya kerumah bude" ya Allah kenapa juga aku merasa grogi begini.

"Ya wes. Bu rumi saya tak pamit pulang dulu. Ini kami sudah selesai belanjanya" bude dan artnya segera beranjak meninggalkan pasar menuju mobilnya yang terparkir.

Aku terus melihat kepergian mereka hingga mobil itu bergerak meninggalkan pasar.

Kulihat ibu senyum-senyum menatapku.

"hayo kita belanja nak, nanti keburu siang. Itu camernya udah pulang kok jangan dilihatin terus" ibu kembali menggodaku sambil menahan senyum.

"Ibu. Maryam cuma sedikit grogi bu. Karena maryam  tidak  terlalu dekat sama bude rini selama ini" jelasku sambil mengikuti langkah ibu untuk mulai memilih sayur-sayur. Memang beberapa kali aku dan ibu mencoba untuk kerumah bude rini dengan maksud ingin mengobrol tentang Islam. Beberapa kali itu juga qadarullah belum pernah bertemu.
Lain dengan ibu. Mungkin sering bertemu pas arisan Rt dan pengajian rutin sebulan sekali dimushola komplek kami.

"Iya, bude rini itu lumayan sibuk maryam. Mengurusi rumah yang besar itu dan beberapa usaha catringnya. Yah mudah-mudahan nanti dapat menantu yang bisa ngobrolin Islam bersama, mengajak beliau berislam kaffah dan membantu-bantu beliau" sahut ibu sambil tersenyum simpul dan memasukkan beberapa sayuran kedalam keranjang.

Aku hanya tersenyum. Dalam hati membathin  membayangkan jika mempunyai dua ibu. Dimana nanti kita akan ngobrol-ngobrol perkara Islam.  Ngobrolin Islam yang tidak da habisnya jika dibahas. Nanti kita akan bersama-sama thalabul ilmi seperti yang biasa kulakukan dengan ibu kandungku. Dan semoga dengannya tim dakwah keluarga akan semakin bertambah.

Sebelumnya :
Menantu Pilihan (Part 1)
Menantu Pilihan (Part 2) 

Selesai berbelanja untuk waktu seminggu aku dan ibu segera pulang. Karena selepas zuhur aku akan mengisi kajian Islam adik-adek remaja putri di mushola.

Selesai solat zuhur aku segera bersiap-siap. Setelah merapikan khimar dan memasukkn laptop kedalam tas ransel, aku segera keluar kamar.

Di ruang tamu kulihat bapak sedang membaca buku.

"Maryam mau kemana nak? Sini duduk sebentar bapak mau bicara" seraya menutup bukunya. Bapak menepuk sofa disampingnya. Meminta ku untuk duduk disana.
Aku segera menghampirinya. Bapak adalah sosok  yang tegas tetapi tidak keras. Lembut tetapi tidak menggampangkan. Umur bapak sudah memasuk 50 tahun. Rambut mulai dihiasi uban, kulitnya sudah mulai keriput.
Tapi tidak sedikitpun mengurangi kharismanya yang sangat berwibawa.

"Bapak sudah pulang" aku duduk disamping bapak seraya mencium tangannya.

"Iya. Tadi bapak kurang sehat. Mungkin besok bapak perlu chek kerumah sakit"

Iya. Sejak disekolah berlaku kebijakan full day, hampir setiap hari bapak pulang sore. Bapak seorang guru SMA disalah satu SMA negeri.

"Bapak kalau sakit istirahat saja dulu ya. Nanti malam kan kajian di musholanya biar digantikan Mas azzam ya atau mas hanif" sambil kupijit pelan tangan bapak. Berharap sakitnya akan sedikit reda.

"Iya nak, tadi bapak sudah telfon mas mu dan insyaallah dia bisa gantikan.
Ini mengenai taarufmu bagaimana perkembangannya?"

Duh pertanyaan bapak sedikit menyentakku. Dan kembali teringat undangan bude rini untuk kerumahnya lusa. Memang belum ada keputusan untuk mengkhitbahku dan kemarin dapat kabar dari mbak harisa musryipahku. Jika ikhwannya butuh waktu 3-4 hari untuk memberi keputusan. Dan sekalian menunggu jawaban dariku.

"Emm. Iya pak insyaallah kata mba harisa 3-4 hari akan dikabari dari pihak laki-lakinya. Dan untuk jawaban maryam insyaallah secepatnya pak setelah hati maryam mantap" jawabku sambil meremas jilbabku.

"Nak, sebagai orangtuamu kami berdoa dan berharap yang terbaik yang akan menjadi imam yang kelak akan membimbing mu dunia hingga Surga Allah Swt. Laki-laki yang akan melanjutkan tongkat estafet bapak dalam menjagamu dari segala amanahmu. Jadi, tentu bapak ingin yang terbaik pilihan Allah Swt. Karena pernikahan bukanlah hubungan sehari atau dua hari. Tetapi kita semua berharap bahwa menikah untuk sekali seumur hidup kita" bapak memberi wejangan sembari menatapku lembut. Tatapan seperti biasanya yang menyejukkan.

Tanpa terasa mataku berembun. Kata-kata bapak sungguh mampu membuat hati ini menghangat.

"Iya pak Maryam akan selalu mengingat nasihat bapak dan ibu" jawabku sambil mencium tangannya kembali.

"Yasudah bukankah maryam mau ngisi kajian di mushola. Pergilah nanti terlambat"

"Iya pak, maryam pergi ya. Assalamualaikum"

"Walaikumslam. Hati-hati"

Aku segera menghidupkan motor matic ku dan menuju mushola.

Sesampainya di mushola kulihat adek-adek itu sudah mulai ramai berdatangan. Aku segera memparkir motor di samping mushola.

"Assalamualaikum.wrwb adek-adek shalihah" aku menyapa mereka yang sudah duduk melingkar dan segera aku bergabung diantar mereka.

"Walaikumslam.wrwb.kakak maryam shalihah. Kabar kami alhamdulillah, luar biasa Allahuakbar" jawab mereka serempak. Berhasil membuat senyumku terbit.

Inilah yang aku suka dari remaja ini. Remaja yang penuh semangat. Semangat untuk bersama-sama belajar dan melayakkan diri mendapatkan ridho dan Surga Allah Swt.

Aku mulai memaparkan meteri kepada mereka. Mereka dengan khusuk menyimak dan sesekali menimpali dengan pertanyaan dan kita pun terlibat diskusi yang seru.

"Nah, adek-adek. Dengarkan sebuah hadist ini ya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” ( HR. Alv-Bukhari Dan Muslim).

Kakah berharap adek-adek adalah remaja yang mengawali masa remajanya dengan beribadah kepada Allah Swt. Selayaknya salah satu sahabat Rasul. Yaitu Ali bin Abi Thalib. Ketika usia 10 tahun dia telah memeluk Islam dan pada usia begitu dia aktif untuk dakwah Islam"

"Mau kak. Kami mau. Jangan pernah bosan untuk berbagi ilmu dengan kami ya kak"jawab mereka.
Ya Allah inikah nikmat berbagi ilmu. Rasanya ilmu yang dibagikan tidak sedikitpun berkurang. Malah semakin bertambah.

"Baiklah adek-adek insyaallah kita sama-sama belajar ya. Jangan pernah bosan untuk thalabul ilmu bersama kakak. Karena waktu kita sudah habis kita tutup ya. Setelahnya kita solat berjamaah dulu baru pulang kerumah masing-masing" jawabku sambil membereskan buku-buku dan memasukkan kedalam tas.

Ketika aku akan beranjak untuk berwudhu. Mataku menangkap sosok yang beberap hari lalu memberikan cv taaruf kepada ku.

Dan disaat yang sama dia pun menoleh melihatku.

Previous Post Next Post