Ramadhan, Saatnya Meniti Perjuangan Nabi

Penulis : Irianti Aminatun
Member AMK, Pemerhati Masalah Umat

“Andaikan kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah memberikan peringatan kepada mereka  (Al Quran) tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.(TQS al Mu’minun [23]: 71).

Ayat diatas sangat relevan jika dikaitkan dengan kondisi yang terjadi di negeri ini. Demokrasi yang diadopsi untuk mengatur urusan negara berbuah pahit di seluruh lini kehidupan. Kemiskinan, kerusakan moral, kriminalitas, tingginya hutang, meluasnya korupsi dan lain-lain lekat dengan negeri ini. Itu semua wajar, karena demokrasi memang bukan konsep yang berasal dari wahyu, melainkan konsep yang lahir dari akal manusia.

Pemilu 2019 yang digelar pada 17 April lalu misalnya, telah menorehkan luka mendalam di hati rakyat. Bagaimana tidak meski pemilu kali ini berbiaya fantastis, yaitu sebesar 25,59 triliun (https://m.detik.com) tak berarti penyelenggaraan pemilu berjalan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Di sejumlah daerah penyelenggaraan pemilu  mengalami berbagai kendala mulai dari distribusi logistik, kekurangan surat suara, kerusakan kotak suara, kerusakan surat suara, hingga surat suara tercoblos lebih dulu. Di sisi lain banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sakit dan meninggal dunia saat menjalankan tugas di Pemilu serentak 2019 ini. Hingga hari ini setidaknya 554 orang yang terdiri dari  KPPS, Panwas dan Polisi tewas dan lebih dari 3600 orang sakit  di pemilu 2019. (https://m.cnnindonesia.com).

Kisruh Pemilu 2019 membuktikan, rakyat tidak bisa berharap bahwa pemilu benar-benar menjadi sarana untuk melakukan perubahan sekalipun hanya merubah rezim. Inilah hipokritnya demokrasi. Jargon dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat tidak pernah benar-benar terbukti. Puluhan triliun uang rakyat dipakai untuk biaya pemilu, tenaga rakyat juga dipakai demi sukses terselenggaranya pemilu. Bahkan sampai   banyak  yang meninggal dan sakit. Tapi pemilu hanya sebagai sarana bagi korporasi dan rezim untuk menguasai rakyat, bukan untuk mensejahterakan rakyat. 

Hipokrisi demokrasi hendaknya dijadikan bahan renungan bagi arah perjuangan politik umat, agar tidak terjebak pada sistem demokrasi. Hendaknya perjuangan politik umat fokus pada perubahan mendasar yaitu perubahan sistem dengan sistem Islam dengan mengacu pada perjuangan Nabi.

Ramadhon, Saatnya Meniti Jalan Perjuangan Nabi

Ramadhon  sering diidentikkan dengan bulan pengendalian hawa nafsu. Agar nafsu berjuang, nafsu berkuasa, nafsu mengatur negara dan nafsu-nafsu lainnya menghantarkan pada kebaikan dan keberkahan, hendaknya pemenuhannya harus benar. Pemenuhan nafsu dikatakan benar jika nafsu senantiasa didampingkan dengan syariat Islam. Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk mengikuti syariat Islam. Allah SWT juga memberikan garis yang tegas bahwa lawan dari mengikuti syariat islam adalah mengikuti hawa nafsu baik hawa nafsu tersebut berasal dari perorangan maupun kelompok.

Ancaman Allah jika manusia tidak tunduk pada syariat adalah“ Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (TQS Thaha [20]:124).

Oleh karena itu dalam kontek perjuangan politik, perjalanan dakwah Rasul  dalam mengubah dunia, semestinya menjadi pelajaran berharga untuk kita contoh. Sebab perjuangan Nabi adalah hukum syariat yang berdasar wahyu. Dengan sabar Rasulullah SAW berdakwah di Mekah hingga membuahkan hijrah ke Madinah dan menegakkan Daulah Islam di sana. Secara ringkas tahapan dakwah yang telah ditempuh Rasulullah saw. adalah:

Tahap Pembinaan dan Pengkaderan 

Tahapan ini telah dilakukan Rasulullah saw ketika mulai dakwahnya di Makkah. Pada tahap ini Rasulullah mendidik dan membina masyarakat dengan aqidah dan syariah Islam. Pembinaan ini ditujukan agar umat Islam menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang Muslim yaitu hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT dengan menjadikan aqidah Islam sebagai fondasinya dan syariat Islam sebagai tolok ukur perbuatannya.

Dengan pendidikan dan pembinaan ini, seorang Muslim diharapkan memiliki kesadaran bahwa menegakkan syariah Islam dan Khilafah Islamiyah -- sebagai institusi penerap syariat Islam -- merupakan kewajiban asasi bagi dirinya. Berdiam diri terhadap aqidah dan sistem kufur adalah kemaksiatan. Kesadaran ini akan mendorong dirinya untuk berjuang menegakkan syariah dan Khilafah Islamiyah. Tanpa kesadaran ini, Khilafah Islamiyah tidak pernah akan bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat.

Hanya saja, kesadaran seperti ini tidak akan mendorong terjadinya perubahan jika hanya dimiliki oleh individu atau sekelompok individu belaka. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai kesadaran umum melalui dakwah yang bersifat terus menerus. Dari sini maka perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah harus berwujud amal jama’i.

Harus ada gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat dalam perjuangan agung ini. Oleh karena itu, dalam aktivitas penyadaran ini, mutlak dibutuhkan kehadiran sebuah kelompok politik atau partai politik.

Tahap Interaksi dan Perjuangan di Tengah Umat 

Individu-individu Islam yang telah terhimpun dalam partai politik Islam yang ikhlas, harus diterjunkan di tengah-tengah masyarakat untuk meraih kekuasaan dari tangan umat. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. bersama para sahabat. Setelah 3 tahun menjalankan proses proses dakwah ditahap pembinaan dan pengkaderan dan telah dianggap cukup, kelompok dakwah Rasul saw selanjutnya diperintahkan Allah SWT untuk berdakwah secara terang-terangan (Lihat Q.S. al-Hijr ayat 94).

Dalam menjalankan perintah Allah SWT  tersebut Rasulullah saw  dan para sahabat terjun di tengah masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat untuk melakukan proses penyadaran umum tentang pentingnya kehidupan yang harus diatur dengan syariah Islam.

Proses akhir dakwah dari marhalah kedua ini ditandai dengan pelaksanaan thalabun nushrah (mencari dukungan politik dari ahlun nushrah) kepada para pemimpin kabilah untuk menyerahkan kekuasaannya kepada Rasulullah saw. Puncak dari marhalah kedua ini adalah ketika Rasulullah saw berhasil mendapatkan kekuasaan dari para pemimpin qabilah dari Yatsrib (Madinah) melalui Ba’iatul Aqobah ll. Dengan demikian, kekuasaan itu hakikatnya  bisa diraih hanya jika umat telah rela menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam tersebut.

Cara meraih kekuasaan dari tangan umat adalah terlebih dahulu melakukan proses penyadaran, yaitu menanamkan mafahim (pemahaman), maqayis (standar perbuatan) dan qana’at (keyakinan/kepercayaan) Islam ditengah-tengah mereka, sekaligus memutus hubungan masyarakat dengan mafahim, maqoyis dan qana’at kufur dan pelaksananya.

Dengan cara ini, umat akan mencabut dukungannya terhadap sistem kufur dan pelaksananya, lalu menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam yang memperjuangkan syariah dan Khilafah dengan sukarela. Hanya saja proses sepeti ini harus melibatkan ahlun-nushrah yakni orang-orang yang menjadi representasi kekuasaan dan kekuatan umat (tokoh umat dan militer), agar transformasi menuju Khilafah Islamiyah berjalan dengan mudah.

Atas dasar itu, kelompok Islam tidak  boleh mencukupkan diri pada aktivitas membina umat dan membentuk opini umum tentang Islam saja, tetapi harus menuju kekuasaan secara langsung dengan menggunakan metode yang telah digariskan Nabi saw, yakni thalabun-nushrah. Hanya dengan metode thalabun-nushrah inilah jalan syar’i untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, bukan metode yang lain.

Tahap Penerapan Hukum Islam 

Setelah proses thalabun-nushrah  berhasil, tahapan selanjutnya adalah penerapan syariah Islam sebagai hukum dan perundang-undangan bagi masyarakat dan negara secara kaffah. Sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw dan para sahabat. Setelah beliau mendapatkan Bai’atul Aqabah ll, beliau melanjutkan dengan hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah Rasulullah dapat memulai penerapan syariah Islam secara kaffah dalam institusi negara, yakni Daulah Islamiyah.

Penerapan syariah Islam ini ditandai dengan pemberlakuan Piagam Madinah yang wajib ditaati oleh seluruh warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim. Selain penerapan syariah Islam untuk pengaturan kehidupan masyarakat di dalam negeri, Rasulullah juga menerapkan syariah Islam untuk politik luar negerinya yaitu melalui dakwah dan jihad. Inilah tahap akhir dari metode penegakan syariah Islam yang dapat diteladani dari perjalanan dakwah Rasulullah saw.

Dengan penerapan Islam secara kaffah inilah, Insya Allah keagungan Islam akan tampak dalam penerapannya di dalam negeri dan juga akan tampak dari tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia, untuk menebar rahmat-Nya sebagaimana janji Allah dalam Q.S. al-Anbiya’ ayat 107 : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Jika saat ini kaum Muslimin ingin meraih kemuliaan dengan Islam, tak ada jalan lain kecuali harus berjuang meniti perjuangan Nabi. Hanya itulah jalan satu-satunya untuk meraih kemenangan, tidak ada jalan lain.

Wallaahu a’lam bish shawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post