Peran Perempuan Dalam Islam

Penulis : Miniarti Impi, ST
Member WCWH
Dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. (HR Muslim).

Peran perempuan dalam islam telah ditunjukkan saat Khadijah mendampingi Rasulullah sepanjang hidupnya. Keluh kesah yang dirasakan oleh Rasulullah tumpah di pundak Khadijah. Tak ada satupun permasalahan yang disembunyikan dari isteri tercintanya itu. Pengertian khadijah, kekuatan moral juga financial yang diberikannya merupakan salah satu faktor pendukung kesuksesan dakwah Rasulullah saw. di masa itu. Kepergiannya menghadap Allah swt. menyebabkan Rasulullah dirundung duka cukup lama. 

Tidak berhenti sampai disitu, peran perempuan yang cukup terdengar di zaman itu diteruskan oleh Aisyah ra., istri rasulullah yang paling belia. Lewat perannya lah banyak hadits shohih yang dapat kita amalkan sekarang. Beliau juga pernah menjadi pemimpin perang saat rasulullah telah wafat. Aisyah ra. yang tidak lain adalah putri dari sahabat Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shidiq, merupakan seorang perempuan yang tangguh fisiknya dan keras pendiriannya namun tetap rendah hati serta tidak melupakan fitrahnya sebagai seorang perempuan.

Masih banyak para pejuang muslimah di zaman rasulullah yang perannya tidak secara lengkap dicatat oleh sejarah, tapi dampaknya dapat dirasakan di tahun-tahun setelahnya. Penghargaan masyarakat arab terhadap perempuan semakin baik dan tidak ada lagi penganiyaan yang menyebabkan banyak korban. Sejarah perjuangan itu pula yang akhirnya membawa islam masuk ke indonesia.

Pun di masa Khulafaur Rasyidin, banyak sosok perempuan yang ikut berperan dan berjasa terhadap perjuangan islam serta memiliki kontribusi yang besar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Diantaranya; Ummu Salamah istri Rasul, beliau merupakan turunan keluarga bangsawan yang dihormati. Sosok wanita yang cantik, memiliki harga diri yang tinggi, dan cerdas. Ayahnya merupakan orang yang terkenal kedermawanannya, sehingga dijuluki Zaadur Rokbi (pemberi bekal kafilah).

Selain Ummu Salamah adapula Al-Khunasa, beliau berasal dari keluarga Arab terpandang dan mulia, selain dikenal dengan keperwiraan putra-putranya serta kepiawaian dirinya dalam berpuisi. Al-Khunasa terlibat aktif bersama para muslimah lainnya, berjuang mengembangkan islam, bahkan turut perang bersama-sama dengan keempat putranya. Ketika perang Qadisiyah melawan Persia yang terjadi pada tahun ke-14 Hijriah. Al-Khunasa berperang mendampingi putra-putranya yang sedang bertenpur. Ia memompa semangat dan membangkitkan keberanian mereka.

Dia adalah sosok perempuan yang tegar dan gigih memperjuangkan islam, juga figur perempuan mulia yang mencintai dan setia terhadap saudaranya, istri dan ibu yang tegas, selalu membiasakan putranya dengan kesabaran, kebajikan dan keimanan bahkan mendorong anak-anaknya ke medan perang dan menerima syahid anaknya denga ikhlas.

Realita Perempuan Saat Ini 
Perempuan saat ini tidak lagi dipandang sebagai subjek tapi menjadi objek. Perempuan bukan saja diisap tenaganya tetapi juga sudah diperdagangkan dan dijadikan komoditas. Dalam sistem kapitalisme ini perempuan dijadikan aset untuk memutar roda perekonomian. Mereka dieksploitasi murah meriah, tenaganya diperas untuk mengatasi kemiskinan dirinya dan keluarganya bahkan dunia. 

Persamaan gender yang banyak didengung-dengungkan oleh kaum barat, ternyata telah merasuk ke tubuh kaum muslimah umat ini. Mereka telah tertipu dengan pemikiran kaum barat, bahkan tidak sedikit yang mengekor pemikiran tersebut. Kondisi inilah yang pada akhirnya membuat perempuan menggugat fitrahnya sebagai makhluk yang diciptakan dari tulang rusuk seorang laki-laki. Sejatinya, meskipun dengan fitrah yang kelihatannya lemah, masih banyak hal yang dapat dilakukan. 

Para feminis menjadikan tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan bagi pria sebagai tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan bagi wanita. Misalnya, para feminis mengatakan seseorang wanita bisa dikatakan berhasil dan sukses jika mereka bisa menghasilkan uang, mempunyai kedudukan tinggi, mempunyai posisi yang tinggi, kuat secara fisik, dan lain-lain. Mereka lupa jika memang pria dan wanita berbeda. Dan hal ini lah yang tidak boleh diulangi oleh kaum muslim dan muslimah dalam menyongsong kebangkitan. 

Emansipasi ala feminisme ini kemudian menginfeksi perempuan di seluruh dunia khususnya di negeri-negeri Islam. Kehancuran pun mengancam keluarga dan generasi umat ini akibat perempuan tak lagi menjalankan fitrahnya sebagai seorang ibu. Tingginya kasus perceraian, maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga, meningkatnya kasus aborsi akibat pergaulan bebas dan dekadensi moral remaja adalah dampak emansipasi paham feminisme yang meracuni perempuan-perempuan muslimah. Dampak ini pun mulai dirasakan sendiri oleh barat di mana emansipasi ala feminisme ini lahir. Ini dibuktikan dengan mulai munculnya berbagai gerakan anti-feminisme yang mengkritisi buruknya emansipasi yang diagung-agungkan oleh sebagian besar perempuan-perempuan barat.

Tanpa mereka sadari, wanita-wanita telah diarahkan kepada perjuangan Feminisme dengan membawa ide-ide Kapitalisme–Sosialisme, yang pada akhirnya menjerumuskan wanita-wanita itu sendiri, bahkan membawa kehancuran bagi masyarakat dan negaranya. Hal ini disebabkan, mereka meninggalkan tugas utama sebagai ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur Rumah tangga) dan posisi mereka sebagai muslimah yang harus terikat dengan hukum-hukum syara’. Mereka telah terbelenggu kepada perjuangan yang bersifat individual dan semata-mata mendapatkan keuntungan.

Perempuan Dalam Islam
Sebagai makhluk ciptaan Allah swt, dalam beberapa hal pria dan wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama. Misalnya mereka sama-sama wajib memenuhi ibadah kepada Allah swt., sama-sama wajib untuk mencintai Allah dan rasul-Nya lebih daripada yang lainnya serta sama-sama wajib dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka sama-sama berhak mendapatkan surga, sama-sama berhak untuk didengarkan pendapatnya dan yang lainnya. Selain memberikan hak dan kewajiban yang sama, Allah juga memberikan keistimewaan kepada masing-masing pria dan wanita dalam rangka mengabdi kepada-Nya dalam kehidupan dunia. Allah menciptakan keistimewaan ini bukanlah untuk menjadi alasan yang satu untuk meremehkan yang lain, tetapi supaya satu sama lain saling melengkapi dan menyadari bahwa mereka tak bisa hidup secara normal tanpa kehadiran yang lainnya. Untuk menyadari ayat Allah.

Seperti yang telah kita ketahui, Allah swt telah melebihkan pria atas wanita dalam sal-hal tertentu, dan melebihkan wanita atas pria dalam hal-hal tertentu pula. Dan hal yang paling baik dilakukan oleh muslimah dalam rangka menyongsong kebangkitan aadalah dengan berusaha mengembangkan dan mempertajam keahlian mereka dalam hal-hal yang memang telah dilebihkan Allah atas mereka, tanpa mengabaikan kewajiban-kewajiban mereka yang lain. 

Dalam ranah domestik, kesuksesan seorang perempuan di sektor domestik ditandai dengan sempurnanya ia berperan sebagai ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Ia menjadi istri sholihah bagi suaminya yang juga sholeh. Ia menjadi pendidik anak-anaknya, ia pun menjadi pengatur urusan rumah tanggannya. Baik-buruknya perilaku anak di masa dewasa ditentukan oleh benar-salahnya pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya, khususnya pendidikan dari ibunya.

Allah SWT, telah menetapkan beberapa hukum khusus perempuan yang sesuai dengan fitrahnya. Diantaranya hukum tentang kehamilan, penyusuan, pengasuhan anak dan masa iddah saat hamil tapi ditinggal suami karena cerai atau meninggal. Perempuan juga tidak ada kewajiban bekerja untuk mencari nafkah, boleh berbuka puasa di bulan Ramadhan saat hamil dan menyusui.

Allah SWT berfirman: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. (Al-Baqarah:233)

Sebagai isteri, perempuan diseru oleh Allah SWT, untuk menciptakan ketenangan dalam rumah tangganya dan kasih sayang bersama suami, sebagaimana di jelaskan Allah dalam QS. Ar-Rum:21. Untuk merealisasikan tujuan ayat tersebut, seorang isteri ada kewajiban mentaati suami, sementara suami harus bersikap baik kepada istri. Kehidupan rumah tangga harus diliputi suasana persahabatan, bukan suasana atasan-bawahan, atau penguasa dengan rakyatnya. Hukum musyawarah pun berlaku dalam kehidupan suami isteri.
Ketika berperan sebagai pengatur rumah tangga, dialah yang memiliki otoritas penuh demi kelangsungan rumah tangganya. Rasulullah bersabda: ”Perempuan adalah penghulu di rumahnya, perempuan adalah pengembala di rumah suaminya dan dan dia akan dimintai pertanggungan jawab tentang gembalaannya.”

Baik buruknya keadaan rumah tangga tergantung pada baik tidaknya dia menyelesaikan tugas tersebut. Yang harus diperhatikan, bahwa perempuan sebagai pengatur rumah tangga bukan berarti sebagai pembantu rumah tangga. Demikian pula tidak berarti dia harus menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah tangga, sekalipun melebihi batas kemampuannya. Yang dituntut dari seorang pengatur rumah tangga adalah tanggung jawab dalam mengelola rumah tangganya sebatas kemampuan dia.

Jika dia tidak mampu, maka suami wajib meringankannya, dengan cara menbantu langsung atau menyediakan tenaga pembantu. Namun, jika suami juga tidak bisa mendatangkan tenaga pembantu, maka Rasulullah SAW, mengajarkan perempuan agar bersikap sabar menerimanya. Inilah keadilan dan kebijaksanaan Allah SWT.

Sementara itu kesuksesan perempuan di sektor publik, ditandai dengan mampunya ia berperan menjadi bagian dari masyarakat yang berkontribusi besar bagi kemajuan masyarakat. Ia bekerjasama dengan laki-laki, berjuang untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera berdasarkan tatanan Islam.

Islam membolehkan perempuan bekerja di luar rumah dalam rangka mendukung pembangunan masyarakat, misalnya sebagai guru, dosen, dokter, dekan, rektor, manajer atau direktur perusahaan, pemilik supermarket dan sebagainya. Sekalipun wanita boleh bekerja di luar rumah, dia harus mermperhatikan bahwa aktivitasnya di luar rumah tidak melalaikan tugas utama sebagai ibu juga istri  dan memperhatikan hukum-hukum tertentu. Diantaranya, izin dari wali atau suami ketika hendak keluar rumah, berjilbab, tidak melakukan khalwat ataupun tabarruj.
Dalam kehidupan sosial-politik, Islam pun menetapkan bahwa perempuan harus melakukan interaksi dengan masyarakat dalam rangka berdakwah dan mengawal kebijakan pemerintah (Al-Imron 104). Islam juga membolehkan wanita untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan sistem Islam, menyampaikan pendapatnya, atau dia menjadi wakil orang lain untuk menyampaikan pendapat. Seperti yang terjadi pada tahun ke -13 pasca kenabian. Rasulullah kedatangan 73 orang pria dan dua orang perempuan (Ummu ‘Ammarah binti kalb dari Bani Mazin, dan Asma’ binti Amr ibn ‘Adi  dari Bani Salamah) untuk membaiat beliau sebagai pemimpin negara.
Demikanlah Islam memberi panduan pemberdayaan perempuan yang sesuai dengan fitrah perempuan. Tulang rusuk yang diberdayakan selayaknya tulang rusuk, bukan sebagai tulang punggung. Hanya saja untuk menjalankan panduan pemberdayaan perempuan model ini, dibutuhkan penerapan syariat Islam dalam tatanan bermasyarakat.
Previous Post Next Post