Pengeluaran "Siluman" Awak Bis PT. Apik Demo

Nn, Pandeglang -- Karena tidak juga ada kejelasan, akhirnya awak bis yang bernaung dibawah PT. APIK melakukan demo mogok kerja. Pasalnya bukti penindasan yang telah dilakukan pihak perusahaan, benar-benar sudah diluar batas kelayakan. Akibatnya, semua awak bis dari supir, kondektur dan kernet yang juga membawa anak mereka, melakukan gerakan damai bersama guna menuntut haknya.
Hasil investigasi lapangan, diperoleh data Asumsi 50 orang hasil kontrol penumpang pulang pergi 
Harga karcis per orang Labuan-Jakarta Rp. 21.000
Penghasilan
Penghasilan 1pp adalah     : Rp. 21.000 x 50        = Rp. 1.050.000
Pengeluaran
-    setor harian wajib                                = Rp. 400.000
-    Pengeluaran setor kontrol                    = Rp. 100.000
-    Solar                                                   = Rp. 400.000
-    Iuran DK ( Dana Kecelakaan )            = Rp.   20.000
      a.    Labuan              Rp. 5.000/hari/pp
      b.    Pandeglang        Rp. 5.000/hari/pp
      c.    Serang               Rp. 5.000/hari/pp
      d.    Jakarta              Rp. 5.000/hari/pp
-    Dana Taktis                                                 = Rp.   15.000
      a.    Jakarta              Rp. 10.000/hari/pp
      b.    Labuan              Rp. 5.000/hari/pp
-    Dana jaringan    10 titik x Rp. 5.000/hari/pp    = Rp.   50.000/pp
-    Biaya TPR
     a.    Terminal labuan                 = Rp.   20.000
     b.    Pandeglang                       = Rp.   10.000
     c.    Serang                              = Rp.   12.000
     d.    Jakarta                             = Rp.    80.000  
Jumlah total pengeluaran                = Rp. 1.107.000

Setelah dilakukan pengurangan dari penghasilan- pengeluaran rutin didapat Hasil Rp. 1.050.000 – Rp. 1.107.000 = - 57.000

Jadi mereka dalam setiap jalan mendapatkan angka minus!
Angka tersebut belum termasuk biaya makan awak bis dan juga biaya jalan TOL yang diperkirakan sekitar Rp. 250.000/pp, Lalu sebenarnya pantaskah awak bis menuntut haknya agar beberapa jenis pengeluaran bisa dihilangkan karena masih menurut mereka biaya tersebut tidaklah efektif, misalnya biaya DK( Dana Kecelakaan ) Rp. 20.000 x 30 hari x 50 armada ( asumsi semua 1pp) = Rp. 30.000.000/bulan uang yang dirampok oleh pihak perusahaan terhadap pekerja, hal ini sudah berjalan bertahun- dan tidak jelas peruntukannya karena menurut beberapa pengakuan awak bis Asli dana tersebut tidak pernah dipakai oleh mereka, jika sakit atau terjadi kecelakaan tetap para awak bis yang menanggung dengan mencicil kepada pihak perusahaan tanpa jelas perhitungaannya karena masih menurut mereka cicilannya meskipun sudah lunas masih tetap dibayar sehingga banyak biaya sendiri bahkan sampai jual barang yang ada dirumah.

Dana jaringan yang tadinya adalah individu yang bekerjasama dengan awak bis sekarang diambil alih perusahaan dan dibebankan kepada pihak pengemudi, bahkan jika tidak bayar ada penskoran kepada awak bis karena masih menurut mereka juga pihak jaringan ini diwajibkan setor kepada pihak perusahaan sebesar : Rp. 50.000 x 10 titik x 30 hari = Rp. 15.000.000/bulan, sungguh angka yang besar  diambil lagi oleh perusahaan ASLI kepada pihak pekerja.

Belum lagi Dana siluman yang disebut dana taktis senilai Rp.15.000/pp yang dipungut di labuan Rp. 5.000 dan Jakarta Rp. 10.000 jika dikalikan 1pp saja per bulan sudah hampir menemukan angka pungli yang luar biasa.

Kemudian juga biaya TPR yang membengkak seperti di terminal kalideres jakarta dikarenakan biaya pungli dari pihak pengelola terminal Dishub sangat memberatkan para awak bis, blum lagi di terminal lainnya sehingga patut dipertanyakan berapa sebenarnya biaya retribusi terminal untuk tiap bis yang masuk. Dari hasil investigasi lapangan di terminal kalideres ternyata ada yang disebut biaya “tembakan” senilai Rp. 20.000 diluar setoran retribusi resmi yang sebenarnya sudah diatur pembayarannya oleh pengurus ke pihak pengelola terminal tetapi kemudian dipungut lagi oleh oknum Dishub pengelola terminal yang diduga dan diindikasikan jual beli waktu dan itu menjadi semacam pungutan wajib pihak awak bis kepada pengelola terminal. Jelas ini bentuk pejajahan pihak perusahaan maupun pengurus serta petugas DLLAJR disetiap terminal yang terindikasi ciptakan dana pengeluaran siluman.

Semetara itu Wartawan Nusantara New mengonfirmasi Kepala Terminal ( Kater ) Kali Deres Jakarta Barat terkait dugaan jual beli waktu Sitorus kepala terminal menjelaskan melalui Telepon selulernya ia menyangkal keras kalau ia memerintahkan anak buahnya melakukan praktek pungli atau jual beli waktu tersebut tegasnya.

Wajar jika akhirnya pihak pekerja bereaksi keras terhadap perusahaan  dengan menggelar aksi demo damai menuntut beberapa hak yang dianggap tidak pernah diberikan oleh pihak perusahaan kepada mereka sehingga timbul amsumsi bahwa anggaran pengeluaran siluman, dan menuntut segala jenis penindasan perusahaan kepada para pekerja dan ironisnya lagi kejadian ini sudah terjadi puluhan tahunan.Dari hasil pantauwan wartawan saat aksi mogok dilakukan ironisnya pihak perusahaan dan Dinsosnakertran alergi terhadap kehadiran wartawan sehingga dari berbagai kulitinta dilarang masuk oleh sekuriti PT.APIK ketika akan meliput mediasi pertemuan antara keduabelah pihak sehingga sempat terjadi aksi saling dorong antara sekuriti PT.APIK dan wartawan. Patut diduga bahwa Dinsosnakertran dan PT.APIK ada “main mata”.

Dinas tenaga kerja Kabupaten Pandeglang dinilai tidak tegas dalam menjalankan fungsinya, ini terbukti dengan terus berlanjutnya aksi mogok kerja para awak bis ASLI yang hingga saat ini belum menemui titik temu. Hal ini sebenarnya hanya masalah bagaimana Dinas Tenaga Kerja memberikan sangsi tegas kepada perusahaan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. PT. APIK disinyalir banyak melakukan kesalahan prosedur dalam penjalankan roda perusahaannya, ini terbukti dengan peraturan perusahaan yang tidak jelas. PT. APIK memiliki peraturan perusahaan tapi hanya mengatur karyawan administrasi dan montir sedangkan peraturan yang mengatur awak bis yang sebenarnya menjadi tulang punggung dan penggerak roda perusahaan tidak diatur dengan jelas.

Pihak Dinas Tenaga Kerja Totong  ketika dikonfirmasi melalui telephon menjelaskan bahwa PT.APIK tidak melaporkan keberadaan awak bis kepada pihak dinas tenaga kerja dan hanya melaporkan karyawan administrasi serta montir saja, hal ini karena menurut penilaian PT.APIK bahwa mereka bukanlah karyawan tapi hanya mitra perusahaan. Yang menjadi pertanyaan bagaimana aturan perusahaan yang berlaku terhadap awak bis, Karena kalau mengacu pada peraturan perusahaan yang diterbitkan pihak PT.APIK tidak dijelaskan bagaimana aturan yang berlaku terhadap ”mitra” perusahaan yang terdiri dari para awak bis. 
Masih menurut Totong, bahwa antara awak bis ada perjanjian perorangan dengan pihak pengusaha namun pihak dinas tenaga kerja tidak mendapatkan laporannya dari pihak perusahaan yang seharusnya diketahui oleh pihak dinas tenaga kerja. Hal ini ketika ditanyakan kepada salah satu pengemudi ASLI yang enggan namanya disebutkan bahwa perjanjian itu hanyalah menerangkan tentang siap ditempatkan dimana saja dan mengikuti aturan perusahaan yang berlaku, masalahnya aturan perusahaan yang mana yang harus diikuti karena aturan perusahaan yang dimiliki PT.APIK hanya mengatur tentang karyawan administrasi dan montir saja.

Hal inilah yang seharusnya disikapi oleh pihak Dinas Tenaga Kerja Kab. Pandeglang agar kepentingan kaum pekerja lebih terlindungi bukan malah sebaliknya dan sampai sore ini awak bis masih tetap mogok kerja sampai ada kesepakatan PKB dan turunkan setoran di kabulkan oleh pihak PT.APIK, sementara itu dari pihak PT.APIK tetap mempertahankan tidak akan mengabulkan kesepakatan yang dipinta oleh para awak BIS.

Iironisnya pihak PT APIK tidak respon terhadap tuntutan para awak BIS serta tidak merasa dasar kerugian atas aksi mogok kerja. Bahkan berdasarkan keterangan dari awak Bis pihak PT.APIK tetap tidak ingin mengabulkan Perjanjian Kerja Bersama maupun menurunkan tarip setoran,sehingga asumsi tsb menimbulkan kecurigaan dari pihak awak bis bahwa Direksi PT APIK selama ini mengandakan setoran, salah satu contoh menurut penjelasan awak bis Sumardi” kami selama ini ditekan harus membayar harian sebesar Rp.400.000 itupun belum berikut setoran, yang jadi titik permasalahan apa arti dari bayaran harian tersebut. 
Bahkan diduga pihak perusahaan melakukan intimidasi dengan melakukan membawa beberapa jawara yang bersenjatakan golok sehingga kejadian mogok kerja yang dilakukan oleh para awak bis nyaris bentrok adu fisik namun berkat kesigapan jajaran Malpolsek Labuan dan Polres Pandeglang para jawara sempat dirampas sejata tajam oleh satuan Polsek Labuan serta diamankan. Iyan RL

Post a Comment

Previous Post Next Post