Siaran Ramah Anak dan Perempuan Akan Terwujud Nyata dalam Sistem Islam


Oom Rohmawati

Penggiat litetasi


Seiring  dengan perkembangan teknologi yang makin canggih, segala informasi semakin mudah untuk diakses. Media sudah bukan lagi dijadikan tontonan akan tetapi tuntunan, dan pengaruh negatifnya juga tak bisa dihindari bahkan lebih mendominasi terutama pada anak-anak dan perempuan.


Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Adiyana Slamet, di dalam kegiatan Literasi Media bertajuk "Siaran Ramah Anak dan Perempuan" yang dihadiri oleh puluhan ibu-ibu majelis taklim di masjid besar Soreang, Kabupaten Bandung menyampaikan perlindungan hak-hak perempuan dan anak dalam tayangan media menjadi hal yang penting, apalagi perempuan adalah pilar utama dalam agama dan negara. Maka berbagai regulasi telah diterbitkan untuk memastikan perlindungan mereka, mulai dari UUD 1945 hingga peraturan daerah.


Menurut catatan KPID Jabar, dalam kurun waktu tiga tahun secara berturut-turut kasus pelanggaran terhadap program ramah anak dan perempuan di Jawa Barat menduduki peringkat tertinggi. Pada tahun 2023 ada 136 pelanggaran baik aduan maupun laporan masyarakat, 50 pelanggaran. Di antaranya merupakan pelanggaran tentang perlindungan anak, klasifikasi remaja dan perlindungan perempuan. Belum lagi 33 kasus tentang program klasifikasi dewasa yang ditayangkan tidak sesuai pada jamnya. (KPI.go.id 13/3/2024)


Berbagai kasus yang dilakukan oleh anak-anak akibat terinspirasi dari tayangan TV berujung pada tindakan yang tidak berfaedah bahkan cenderung negatif. Semisal bullying, kekerasan fisik,  pornografi, pornoaksi dan lain-lain. Sebab siaran yang dikonsumsi publik tidak hanya bersumber dari media konvensional seperti stasiun televisi, namun ada yang menonton lewat kanal youtube, tentunya menyajikan bermacam-macam tayangan yang lebih membahayakan, seperti ide-ide sekuler, liberal, aliran sesat bahkan komunisme, dan  ateisme bisa dengan mudah mempengaruhi benak penontonnya. Hingga pelanggaran pada hukum syariat yang bisa menimbulkan korban pun tak bisa dihindarkan lagi.


Lebih mengerikan lagi Kapolres Bandara Komisaris Besar Roberto Pasaribu,  mendapat informasi dari FBI VCACT (Satgas Pencegahan Kekerasan Sekual Anak di AS) berupa hard disk yang berisi ribuan CSAM atau pornografi anak. FBI juga menginformasikan telah menangkap tiga orang warga negara Amerika di salah satu negara bagian, terkait video tersebut. 


Parahnya lagi salah satu produsen video anak-anak tersebut berasal dari Indonesia. Pihak kepolisian pun telah melakukan penyidikan, dari beberapa tersangka yang tertangkap, salah satunya bernama Muhammad Shabur. Ia mengaku membuat jaringan pornografi anak melalui aplikasi pesan telegram. Shabur pun membuat tutorial gaya video anak, yang dibagikan kepada 30 orang anggota grupnya. Pesertanya berasal dari berbagai negara, syaratnya dengan membayar Rp150 ribu, bahkan ia juga mengajarkan cara merekrut anak-anak yang akan menjadi pemeran video. Ia terlibat dalam keanggotaan telegram berisi video tersebut sejak 2019, kemudian memproduksi sendiri dan menjualnya ke AS, Inggris, dan Yunani. Satu video dibayar US$250. (Tempo, 18-3-2024).


Dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler, hal di atas tidak mudah untuk diberantas. Bahkan akan terus eksis selama menghasilkan cuan, terutama bagi penguasa dan pengusaha. Berbagai undang-undang dibuat tetapi masih bisa dilanggar. 


Semestinya pemerintah berperan aktif dalam menutaskan konten negatif dari tontonan televisi ataupun medsos. Negara bisa melakukan berbagai langkah, di mulai dari memilah konten-konten yang tidak berfaedah atau membawa keburukan. Apalagi Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, yang mesti sejalan dengan arahan syariat apapun bentuk kegiatannya. Sehingga umat yang mestinya berkepribadian Islam akan memiliki mental atau moral yang rusak sekaligus rapuh. Terutama generasi muda, dan perempuan yang menjadi tumpuan harapan bangsa di masa mendatang, saat ini menjadi sasarannya.


Untuk itu butuh solusi yang menyeluruh dan dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, tidak hanya tertumpu pada individu, orang tua dan lembaga saja, tapi butuh peran masyarakat dan negara. Karena negaralah yang lebih punya kuasa menentukan berbagai macam kebijakan. Jika ada yang melanggar negara juga punya kuasa untuk memberikan sanksi. Maka penting bagi negara untuk memiliki sistem yang mampu mengembalikan warganya pada pemahaman yang benar. Sistem ini tidak lain adalah khilafah Islam.


Ketika institusi Islam diterapkan di tengah umat, hak-hak perempuan tidak hanya dilindungi, tetapi juga dihormati dan keamanannya terjamin.  Salah satunya disediakan pasar khusus agar perempuan bisa berbisnis tanpa terganggu. 


Dalam sistem pemerintahan Islam, negara memposisikan media semata-mata sebagai sarana penerangan dan penyiaran tentang Islam, serta untuk mencerdaskan umat agar bersakhsiyah islamiah. Meskipun media dimiliki oleh individu maupun swasta dalam sistem ini tetap berada dalam pengawasan negara supaya tayangan tidak keluar dari ketentuan syariat Islam. Hal ini adalah wujud tanggung jawab dan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,


"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari Muslim).


Dengan demikian, media tidak seenaknya memuat tayangan, informasi yang serba bebas, karena setiap tayangan harus bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga peran media betul-betul hanya untuk membangun masyarakat yang berpegang teguh pada tali agama Allah Swt.


Untuk itu sudah saatnya generasi muda dan para muslimah menggunakan media dalam kontrol sistem yang sahih dan berhenti mengikuti konsep kebebasan ala Barat yang cacat serta telah banyak merugikan keselamatannya. Dengan kembali pada sistem pemerintahan Islam, perempuan dan anak akan terlindungi dari kezaliman. Akidah mereka terjaga dari kesesatan, keterpurukan dan ketertindasan, karena penguasa akan menerapkan hukum Allah Sebagai penjaganya. 


Wallahu 'alam bish-shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post