Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Sungguh
mengerikan, saat ini Indonesia menempati peringkat kedua dunia sebagai negara
dengan kasus tuberkulosis atau TBC terbanyak.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar besar ke-8 di Universitas Indonesia FKUI
Erlina Burhan dokter spesialis paru dalam pidato ilmiah saat pengukuhannya
sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Jakarta,
Sabtu, 17 Februari 2024. Menurutnya hal tersebut merupakan tragedi di depan mata
dengan 1.060.000 kasus tuberculosis per tahun serta kematian 140.700 dan bila
kita bagi maka 16 orang per jam meninggal akibat penyakit tersebut (liputan6.com,
17/02/2024).
Kasus ini adalah
pekerjaan rumah bagi semua pihak, dan dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama yang
solid, karena di Indonesia setiap pihak cenderung bekerja sendiri-sendiri. Ada
yang mengerjakan diagnosis, ada yang mengerjakan terapi, tidak terkonsentrasi.
Jadi, harusnya itu semua disatukan dibuat sedemikian rupa sehingga harmonis dan
terarah. Ini bukan hanya masalah orang-orang di sektor kesehatan tapi TBC lebih
banyak memicu masalah non kesehatan. Dari sekarang harus terstruktur dan masif
dalam penanganannya.
Namun sangat
disayangkan, sebagian pasien TBC enggan memeriksakan diri karena takut ketahuan
bahwa dirinya mengidap penyakit itu, karena khawatir dijauhkan dari pertemanan.
Sementara kuman TBC itu bisa menyerang semua organ jika telat ditangani, apakah
kemudian menyebabkan gejala sisa itu tergantung pada berapa lama kuman itu ada
dan berapa besar kerusakannya, dan berapa berat penyakitnya, jika kumannya
sedikit, maka bisa disembuhkan dengan sempurna.
Jika ditangani
sejak dini, maka organ yang diserang bisa kembali normal. TBC yang tidak
ditangani dengan cepat, dapat menjadi lebih berat dan menyisakan gejala sisa
seperti disabilitas yang tak dapat dikembalikan seperti semula. Kalau terlalu
berat dan telat pengobatannya, ada gejala sisa. Disabilitas itu ada, jangankan
disabilitas, kematian juga ada. Tapi sebagian besar bisa sembuh, bahkan sembuh
sempurna asalkan ditangani sedini mungkin.
Kesadaran setiap
orang untuk mengatasi TBC secara komprehensif sangat diperlukan, mulai dari pencegahan
hingga pengobatan. Kolaborasi multisektoral pun mutlak dibutuhkan agar target
eliminasi tuberkulosis pada 2030 bisa dicapai. Indonesia sudah memilik obat
tuberculosis, kumannya pun sudah diketahui. Obat-obatannya juga ampuh. Alat
diagnostik ada, dari yang sederhana sampai yang canggih. Cara DOTS (terapi
dengan obat jangka pendek) juga sudah dikenal. Tetapi kenapa kasus TBCterus
meningkat, hingga Indonesia menduduki peringkat kedua dengan kasus terbanyak di
dunia?
Sebenarnya kuman
TBC bisa mati oleh sinar matahari, dan negara kita berada di garis khatulistiwa
ini memiliki sinar matahari yang melimpah ruah tapi mengapa pasien TBC-nya
berjumlah banyak. Kondisi ini yang dikatakan sebagai tragedi di depan mata.
Kasus TBC di Indonesia masih menjadi ancaman serius. Tentunya ada banyak faktor
yang berpengaruh terhadap upaya eliminasi TBC. Sangat dibutuhkan solusi
mendasar atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap penularan penyakit TBC,
di antaranya adalah kemiskinan dengan segala dampaknya (rumah tidak sehat, gizi
buruk), hygiene dan sanitasi termasuk riset metode pengobatan dan pencegahan
yang efektif tuberkulosis masih menjadi ancaman kesehatan yang serius di
Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara peringkat kedua dengan
kasus tuberkulosis terbanyak.
Dan semua itu akan
teratasi jika negaranya peduli dengan rakyatnya. Seharusnya negaralah yang
sangat berperan dalam mengatasi penyakit tersebut. Kolaborasi yang solid antara
berbagai pihak untuk mengentaskan penyakit TBC akan mudah dijalankan ketika
negaranya mau memfasilitasinya karena punya wewenang dan tanggung jawab penuh
sehingga mudah mewujudkannya. Namun, nyatanya negara malah abai dengan kondisi
yang terjadi. Penanganannya masih setengah-setengah. Inilah yang terjadi di
negara yang menerapkan sistem kapitalis.
Memang, terwujudnya
masyarakat sehat adalah tanggung jawab negara, termasuk eliminasi TBC. Oleh karenanya negara dalam sistem
pemerintahan Islam, akan mengupayakan secara serius pencegahan dan eliminasi
TBC secara komprehensif dan efektif. Karena dalam Islam, negara wajib menjamin
kesejahteraan rakyatnya dan mengupayakan berbagai hal untuk mencegah dan
memberantas penyakit TBC, termasuk mendukung riset untuk menemukan pencegahan
dan pengobatan yang efektif. Juga
mengedukasi masyarakat tentang bahaya penyakit dan upaya mencegahnya termasuk penyediaan rumah sehat bagi rakyat.[]
Post a Comment