Perempuan Berdaya Bukan dalam Naungan Kapitalisme


Oleh Nazwa Hasna Humaira

Aktivis Dakwah


Dalam sejarah Indonesia, setiap tanggal 22 Desember selalu diperingati “Hari Ibu Nasional.” Pada tahun ini, Bupati Bandung Dadang Supriatna memberikan penghargaan dan apresiasi kepada para pejuang perempuan, yakni saat beliau menjadi inspektur upacara peringatan Hari Ibu di Soreang, Bandung. Tema yang diangkat adalah “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju.” Sebab menurutnya telah banyak perempuan yang mampu mencapai keberhasilan dan kemajuan untuk negeri ini. (KejakimpolNews, 22/12/2023)


Menurut Atikoh, seorang Ketua TP PKK Jateng sekaligus Penasihat DWP Prov Jateng, perempuan berdaya adalah dia yang bisa mengidentifikasi potensi diri, mengaktualisasikan, dan bisa bermanfaat untuk masyarakat. “Jika perempuan berdaya, keluarga menjadi bahagia, dan negara pasti akan menjadi kuat, karena keluarga adalah entitas terkecil sebuah masyarakat.” Dan, maksud dari Indonesia maju merupakan titik dimana ia dapat berada di puncak global juga dapat membuat rakyatnya sejahtera.


Inilah maksud dari tema yang diangkat oleh Bupati Bandung saat merayakan Hari Ibu Nasional. Ia berharap akan semakin banyak perempuan yang mampu membuat Indonesia maju dengan kemampuannya. Tentu saja, tujuan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, terutama bagi seorang perempuan. Akan tetapi dapat dilihat bahwa yang termasuk terhadap kriteria tersebut adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi, karir melejit, dan mandiri.


Tema ini diangkat dengan tujuan agar dapat memiliki kepercayaan diri sehingga kaum perempuan dapat ikut berpartisipasi serta berkiprah dalam semua lini pembangunan di Indonesia. Namun, keberadaan perempuan dalam pembangunan negara menjadi tanggung jawab yang besar ke dua, selain sebagai pendidik di dalam rumah tangganya. 


Fakta yang terjadi sekarang kedua peran tersebut harus ada salah satu yang dipertaruhkan. Karena sebab kekurangan ekonomi dan ingin hidup  lebih layak, seorang perempuan lebih memilih untuk tetap berada pada karirnya dibandingkan pekerjaan mengurus keluarga. Sehingga peran utama ini lambat laun akan hilang. Dampaknya, banyak anak-anak terabaikan, broken home, terjebak dalam komunitas buruk, terjerumus dalam pergaulan bebas, dll. 


Terlebih lagi kondisi sulitnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki tapi memberi peluang untuk para perempuan menyebabkan disharmoni di dalam keluarga karena bertukarnya peran antara suami dan istri. Istri sebagai pencari nafkah dan suami jadi bapak rumah tangga. 


Semua itu karena sebab penerapan sistem kapitalisme.  Kaum perempuan dipaksa agar berdaya secara ekonomi bukan berdaya mencetak generasi cemerlang. Perempuan digiring dengan ide kesetaraan gender yang diusung kaum feminis demi mensejajarkan diri dengan para pria dalam hal karir dan penghasilan. Alhasil, peran seorang ibu yang seharusnya menjadi pendidik, kini harus menjadi pekerja. Sehingga, membuatnya lupa untuk mengurus keluarga. Jika pun tak begitu, mereka hanya mampu memberikan perhatiannya di sisa waktu yang dimilikinya.


Berbeda halnya dengan sistem Islam, yakni sistem yang berasal dari Allah Swt. Islam datang membawa segenap aturan untuk menghormati perempuan dan peran (potensi) yang dimilikinya.  Islam memandang bahwa kedudukan sebagai seorang ibu sangat penting. Sebab, dengan didikannya akan melahirkan generasi yang tak hanya cerdas, melainkan berakhlak mulia. Rasulullah saw. Bersabda:


“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR Al Bukhari dan Muslim)


Hadis di atas jelas menggambarkan bagaimana Islam memuliakan perempuan. Tak heran, di era awal peradaban Islam lahir sosok-sosok muslimah cerdas, berwawasan luas, dan berdayaguna dengan karya yang luar biasa.  Di antaranya Ummul mukminin Aisyah ra. Sosoknya yang memiliki kecerdasan luar biasa dengan memahami berbagai bidang ilmu (ilmu fiqih, ilmu kesehetan, dan ilmu syair). Beliau pun sebagai perawi ribuan hadits, sebab beliau memiliki kemampuan hafalan yang kuat.


Kedua, Asy-Syifa’ atau dikenal dengan nama Ummu Sulaiman. Pada saat Umar bin Khattab ra. menjadi khalifah, beliau memberikan kepercayaan kepada Ummu Sulaiman untuk menjadi qadhi hisbah di Madinah (orang yang bertugas mengawasi masalah pasar). Selain itu, Ummu Sulaiman turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat. Ketiga, Rufaidah ra. Beliau pernah terlibat dalam dua peperangan, yaitu Perang Khandaq dan Perang Khaibar sebagai relawan medis.

Ketiga para sahabiyah ini menjadi gambaran bagi umat muslim bahwa sistem Islam mampu memberdayakan kemampuan seorang perempuan. Tentu saja dalam batasan aturan Islam yang membuatnya bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, bahkan masyarakat.


Di sistem ini perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja, karena bekerja bagi perempuan hukumnya mubah. Namun jika bekerja  tetap tidak boleh melalaikan kewajiban utamanya sebagai Ummu Warrabatulbait bagi anak-anaknya. Lalu, bekerjanya seorang perempuan tidak hanya semata mencari materi saja, tapi untuk kemaslahatan umat. 

Lalu, negara pun akan menanggung penuh semua kebutuhan masyarakatnya. Sehingga bisa mewujudkan kesejahteraan umat. Dan tidak ada tanggung jawab menafkahi keluarga di atas pundak seorang perempuan, melainkan kepada laki-laki. Jika pun sang suami tidak menyanggupi, karena faktor fisik dan kesehatan atau karena meninggal, maka tanggung jawab nafkah beralih pada keluarga (jalur laki-laki) dan terakhir adalah negara jika tidak kluarga yang mampu menanggung nafkahnya.


“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


Negara dalam sistem Islam akan mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya karena sumber pemasukan negara cukup banyak dan strategis, salah satunya dari pengelolaan SDA. Dalam mengelola sumber kekayaan alam dan ekonomi semuanya berlandaskan aturan Islam. Dan negara tidak akan memberi celah pada pihak swasta dan asing untuk merampas SDA tersebut sebagaimana saat ini yang akhirnya akan melahirkan rasa ketidakadilan. Bukan hanya itu saja, tempat umum (rumah sakit, sekolah, dan lainnya) akan berbiaya murah bahkan gratis. 


Dengan begitu, seorang ibu akan terfokuskan kepada tanggung jawab utamanya, yaitu mengurus, mendidik, dan merawat keluarganya agar berakhlak mulia. Semua ini dapat dilaksanakan ketika sistem kehidupan berganti menjadi sistem Islam.  Untuk mewujudkannya perlu upaya dari seluruh umat muslim dalam menyuarakan dakwah hingga menjadi opini umum.


Wallahu’alam bi ash-Shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post