Sekularisme Menciptakan Generasi Minim Visi


Oleh Susci 
(Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)

Kasus generasi tak henti-henti menjadi sorotan publik. Keanehan yang ditampakkan menggambarkan kondisi generasi yang jauh dari visi. Salah satunya dilakukan oleh seorang pemuda berinisial M tewas usai menghentikan paksa satu unit truk yang tengah melaju dari Exit Tol Gunung Putri, Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, hanya demi sebuah konten. (republika.co.id, 15/01/2023)

Tak hanya itu, kasus tawuran juga dilakukan oleh sebagian remaja di berbagai tempat seperti di Kecamatan Medan Belawan. Seorang remaja menjalani operasi bedah toraks di RSUP H Adam Malik akibat tertusuk panah pada saat mengikuti tawuran. (detik.com, 11/01/2023)

Tak hanya itu, terjadi pula di kota PalembangPalembang. Tawuran dilakukan oleh beberapa remaja, dan satu orang dikabarkan tewas. (sumeks.disway.id, 15/01/2023)

Kasus-kasus di atas hanyalah sebagian dari banyaknya kasus remaja yang terjadi. Tak sedikit dari remaja mengalami kehancuran dan depresi akibat gaya hidup yang makin jauh dari titik terang. 

Sungguh, memprihatinkan jalan hidup generasi hari ini. Mereka telah dibutakan oleh kehidupan pragmatis. Kehidupan yang dianggap sebagai tempat hiburan, eksistensi, dan mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga, implementasi kehidupan generasi jauh dari visi produktif.

Hilangnya visi generasi tak bisa dilepaskan dari paradigma penerapan kapitalisme sekularisme. Sistem yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Sekularisme menciptakan kehidupan liberal, bebas mengekspresikan diri. Kebebasan tersebut memberikan warna gelap terhadap kehidupan generasi. Mereka tak lagi mampu menimbang kebenaran dan kerusakan, selagi dapat memenuhi hasrat dan tuntutan naluri, maka akan tatap dipenuhinya, sekalipun merugikan diri maupun orang lain.

Selain itu, kurikulum pendidikan sekuler berhasil menciptakan generasi yang minim visi dan lemah mental. Bahkan pendidikan sekularisme menguatkan sifat pragmatis terhadap generasi. Mereka tak lagi berpikir logis terhadap kehidupan dan cenderung berputus asa dan berserah diri. Perilaku yang mereka tontonkan seringkali jauh dari visi generasi yang diharapkan.

Generasi hanya diajarkan cara bersaing di pasar industri, membangun keahlian dibidang akademik, menciptakan usaha besar, dan lain sebagainya. Namun, lupa memperkuat akidah dan memperdalam tsaqofah Islam. Sehingga generasi yang tampil hanya dipopulasikan pada kedudukan, kekayaan, pakaian, dan pangkat. Akhlak dan moral hanya sebatas teori di dalam pelajaran. Wajar saja jika generasi kian hancur, disebabkan pondasi akidah yang menjadikan mereka hidup di dunia dan akhirat, telah dimandulkan oleh pendidikan sekularisme. 

Selain itu, sekularisme menciptakan kelemahan dalam institusi keluarga. Orang tua telah disibukkan dengan pekerjaan luar, sampai lupa mendidik anak. Pola asuh anak diberikan kepada dunia digital. Alhasil, anak terbentuk berdasarkan perputaran informasi baik bersifat gambar, visual, audio, maupun video yang sebagian besar bernuansa pada kerusakan dan kesia-siaan. Dengan ini, potensi anak dalam mencontohi perilaku yang ada di dunia digital makin besar. Apalagi negara tidak membatasi konten yang memberikan pengaruh negatif bagi generasi seperti sex bebas, bullying, tawuran, gaya hidup hedonis, bebas dan kerusakan lainnya.

Kurangnya Amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat juga berpotensi memperparah kerusakan terjadi.
Sikap individualistik dan egoistik yang diciptakan sekularisme berhasil mengalihkan perhatian masyarakat dalam menasehati antar sesama. Sehingga, makin membentuk jurang terjal bagi generasi.

Selain itu, hukum yang diberlakukan negara terhadap kenakalan remaja tidak bersifat jera. Terdapat pembatasan usia bagi generasi yang akan dikenakan hukum, padahal secara akal sudah mampu membedakan baik dan buruk. Sehingga, hal ini yang menjadikan peluang besar bagi generasi untuk terus melakukan kenakalan dan kesia-siaan. Adapun generasi yang dikenakan hukum hanya berupa bayar denda dan penjara sekian tahun. Akhirnya, kenakalan remaja terus terjadi.

Generasi Bervisi dengan Islam

Dalam Islam, generasi dianggap sebagai agent of change. Potensi mereka begitu dibutuhkan dalam membangun kejayaan peradaban. hanya saja potensi generasi tidak dibutuhkan hanya sebatas pada persaingan industri. Generasi dalam Islam memiliki ciri khas dalam penampilannya. Mereka tidak hanya hadir untuk memuaskan perut para pemilik modal, melainkan menciptakan kehidupan yang mulia di atas syariat Islam.

Islam memiliki metode pembentukan generasi melalui berbagai tahap di antaranya;

Pertama, pendidikan diterapkan berdasarkan kurikulum Islam. Kurikulum ini membentuk generasi yang berakidah kokoh dan berakhlak mulia. Generasi yang memiliki standar hidup baik dan buruk, halal dan haram berdasarkan syariat Islam. Selain, itu pendidikan Islam akan memberikan penyediaan ilmu terapan yang dibebaskan untuk memilih sesuai keahlian masing-masing, seperti ilmu sains dan teknologi.

Dengan begini, pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang bervisi, bukan generasi pragmatis. Visi dalam Islam mencapai kehidupan mulia dengan iman dan takwa. Mereka akan dihiasi tindakan yang bermutu dan baik, bukan tindakan yang merusak, melukai ataupun sia-sia.

Dalam keluarga, Islam akan mendidik dari segi periayahan orang tua terhadap anak. Orang tua dipastikan memiliki bekal ilmu dan pengetahuan yang matang dalam mendidik anak. Negara pula memastikan bahwa tidak ada peran ibu yang terbajakan hanya untuk  memenuhi kelangsungan hidup mereka. Sebab, negara dalam Islam memiliki kewajiban penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga dengan gaji yang mampu mencukupi kebutuhan keluarga.
Sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, yang tak seorang pun menerima zakat, disebabkan seluruh kehidupan masyarakat telah mengalami kesejahteraan.

Selain itu juga, Islam memerintahkan negara untuk ketat mengawasi peredaran informasi maupun tontonan yang merusak. Negara hanya akan memanfaatkan media sebagai tempat penyaluran informasi positif, sarana belajar ilmu dan terapan, edukasi dan sosialisasi. Segala macam konten-konten yang merusak akan diblokir negara, agar tidak menjadi virus pemikiran bagi generasi.

Hukum Islam dalam mengatur kenakalan remaja akan sesuai dengan kematangan akal dalam membedakan baik dan buruk. Jika perilaku dilakukan oleh remaja yang telah mencapai kematangan berpikir, maka akan di hukum berdasarkan jenis kenakalan yang dilakukan. Sedangkan, yang belum mengalami kematangan berpikir maka akan dikembalikan kepada pihak keluarga untuk bertanggung jawab atas perihal tersebut. Perlu diketahui hukuman yang diberlakukan Islam akan melalui tahapan pengecekan kebenaran perilaku.

 Oleh karena itu, tidak ada sistem yang paling sempurna, kecuali Islam. Sebab, Islam berasal dari Allah Swt, Tuhan yang menciptakan alam semesta. Aturan dan hukum yang berasal dari Islam akan menjauhkan mereka dari tindakan yang merusak atau melukai, bahkan Islam akan memastikan perilaku tersebut tidak akan terulang kembali. 

Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post