Rakyat Butuh di Ayomi bukan Di Palaki!


By : Nurul Husna S.Pd

Baru-baru ini Pemerintah menerapkan penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi ataupun karyawan, per 1 Januari 2023. Penyesuaian tersebut dalam rangka menekan defisit anggaran dan meningkatkan tax ratio.

Dikutip dari Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) orang kaya dengan pendapatan Rp500 miliar per tahun dari 30 persen menjadi 35 persen.
Kenaikan tarif PPh diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan tersebut kemudian diperjelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh.

Didalam sistem kapitalisme pajak adalah penghasilan terbesar untuk negara, tercatat Indonesia hingga kini, persentase pendapatan negara dari sektor pajak dari tahun ke tahun selalu meningkat dibandingkan dari hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA). Bahkah sumber utama APBN juga berasal dari pungutan pajak di samping juga dari utang yang nantinya digunakan untuk menutupi defisit anggaran.

Persoalan ini erat kaitannya dengan penerapan sistem ekonomi yang diterapkan di hampir seluruh Negara hari ini, sistem ekonomi kapitalisme berdiri diatas aqidah sekuler yang memisahkan kehidupan dengan agama, ditambah tolak ukur berbuatnya berlandaskan materi, bukan halal dan haram.

Maka tak heran, jika di dalam sistem ekonomi kapitalis pengelolaan SDA memang cenderung diserahkan kepada swasta berikut paradigma liberalisasinya. Karena swastalah yang hanya mampu memberikan tampuk kekuasaan dan kesenangan kepada para pemegang kuasa. Sementara rakyat yang harusnya di ayomi malah di palak dengan membayar pajak yang besar, tak ada satupun dari sendi-sendi kehidupan hari ini yang lolos dari sistem perpajakan. Mulai dari pajak bumi, kendaraan, sembako, dan masih banyak lagi. Negara menjadikan rakyatnya sebagai tumbal untuk memenuhi  hasrat para kapitalnya.

Tak sedikit, rakyatnya yang hidup dibawah garis kemiskinan, persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen setara dengan 26,16 juta orang. Ini membuktikan bahwa Indonesia tidak dalam keadaan baik-baik saja, sayangnya dengan keadaan tersebut masyarakat malah semakin di cekik dengan pungutan pajak yang tinggi. Tak ayal, hal ini bisa terjadi karena jelas kekuasaan pada sistem hari ini hanya berpihak kepada para kapital,  sedangkan rakyatnya hanya dijadikan tumbal untuk melunasi hutang-hutang negara, sehingga dapat dikatakan indonesia masih terjajah secara ekonomi.

Sedangkan didalam islam, tidak ada pajak dalam mewujudkan APBN, pajak hanya dipungut kepada non muslim yang hidup didalam daulah, itupun bagi mereka yang hidup berkecukupan, jika tidak maka tidak dikenai pajak, melainkan negara akan meriayah mereka. Disamping itu pajak juga akan dipungut jika keadaan kas negara (baitul mal) dalam keadaan kosong, semisal karena diserang wabah, atau bencana alam. Namun, hal ini tidak serta merta negara langsung memungut pajak, tapi berusaha meminta bantuan kepada wilayah lain yang tidak terkena bencana atau wabah. Dan jika, tidak mencukupi juga, pajak akan ditarik dari orang-orang kayanya saja, dan ini dapat kita lihat bagaimana Khalifah Umar bin Khattab dalam mengelola APBN ketika terjadi wabah.

Ini menunjukkan bahwa pemerintahan pada sistem islam berdiri semata-mata untuk mewujudkan kemaslahatan rakyatnya. Dan sistem islamlah satu-satunya yang mampu mewujudkan APBN tanpa pajak, sebagaimana menurut sejarah, menurut fikih, menurut Al-Qur’an dan hadits itu hanya bisa dilakukan dengan sistem politik Islam yang disebut dengan sistem khilafah.

Pasalnya, kebijakan memungut tidaknya pajak yang bakal diterapkan sebuah negara, misalnya, secara tidak langsung juga menyebut suatu sistem yang menjadi dasar pelaksanaannya. Adalah sistem ekonomi Islam berikut paradigma APBN syariah yang akan menjadikan sumber utama pendapatan negara berasal dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan pungutan lain yang tentu saja tidak memberatkan seperti yang saat ini diberlakukan.

Malah secara sejarah, kesejahteraan senantiasa meliputi seluruh warga negara di dalam naungan sistem pemerintahan khilafah kala itu. Dengan kata lain, untuk menyelesaikan krisis secara tuntas saat ini pun tidak ada jalan lain, kecuali menghentikan sistem ekonomi, kebijakan fiskal, termasuk kebijakan APBN-nya yang kapitalistik, yang tidak sejalan dengan ketentuan Islam. Untuk mencapai itu diperlukan perjuangan total dengan mendakwahkan Islam secara politik kepada segenap umat.

Maknanya, menyampaikan bahwa agama Islam diturunkan tidak mengatur urusan ibadah mahdhah saja, tetapi seluruh aspek kehidupan. Wallahua'lam bisshawab.

_Oleh : Nurul Husna, S.Pd_
_Pendidik di SMPT Muhammaddiyah Blangkejeren dan Aktivis Muda KosMus Galus_

Post a Comment

Previous Post Next Post