Ratusan Mahasiswa Terjerat Pinjol, Kembalilah pada Syariat Islam


Oleh Eti Setyawati
(Pemerhati Umat)

Menyandang status sebagai mahasiswa merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Sebab tidak semua orang mampu mengenyam bangku sebuah Perguruan Tinggi. Dari sini pula transisi kehidupan dimulai dari remaja menuju dewasa. Mulai beradaptasi dengan lingkungan baru yang menuntunnya bertindak lebih dewasa, mandiri dan berani mengambil keputusan.

Hanya saja bila salah melangkah bisa membuatnya terjebak dalam berbagai masalah yang rumit. Seperti yang baru-baru ini terjadi, sebanyak 311 mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) dan masyarakat dilaporkan telah menjadi korban penipuan yang berujung pada tunggakan tagihan pinjaman online (pinjol). "Diduga para korban tertipu hingga mencapai Rp2,1 miliar," jelas Wakapolresta Bogor Kota, AKBP Ferdy Irawan. (CNBC Indonesia, 18/11/2022).

Apa yang menimpa para mahasiswa itu adalah penipuan berkedok investasi. Mereka diminta berinvestasi dengan dana pinjaman online dan diiming-imingi bagi hasil 10% per bulan dari nilai investasi yang mereka berikan.

Alih-alih mendapat untung, kini mereka malah mendapat buntung. Sebab selain tak mendapatkan keuntungan, cicilan utang dari pinjaman online terus berjalan.

Kasus pinjaman online bermasalah bukan kali pertama terjadi dalam masyarakat. Yang membuat heboh karena kasus ini menjerat kalangan intelektual kampus. Tentu menjadi pertanyaan besar. Bagaimana para mahasiswa ini bisa terperangkap dalam jerat pinjol?

Para mahasiswa diduga terpengaruh oleh kakak tingkatnya untuk masuk ke group WhatsApp usaha penjualan online. Mereka diminta investasi ke usaha tersebut dengan meminjam modal dari pinjaman online. Namun seiring perjalanan waktu, keuntungan yang diberikan tidak sesuai dengan cicilan yang harus dibayarkan kepada pinjaman online hingga membuat resah para mahasiswa saat ditagih debt collector.

Digitalisasi sektor keuangan yang mudah diakses membuat seseorang mengambil langkah praktis tanpa mempertimbangkan resiko. Dan rendahnya pengetahuan tentang literasi digital membuat para mahasiswa tak kuasa menahan ajakan temannya untuk bergabung dalam investasi yang tak jelas. Ditambah perilaku gaya hidup mewah dan konsumtif yang tak sebanding dengan dana yang dimiliki, membuatnya berangan-angan mendapatkan uang dengan cara mudah.

Kejadian ini menunjukkan potret pemuda yang telah teracuni pemikiran kapitalis. Digambarkan bahwa kesuksesan seseorang ketika bisa meraih materi sebanyak-banyaknya. Tak perlu menunggu lulus kuliah bisa membiayai hidupnya sendiri tanpa bergantung dari orang tua. 

Tampak jelas bahwa gaya hidup dan pemikirannya jauh dari syariat Islam. Bukankah dalam pinjaman online terdapat riba yaitu tambahan bunga pinjaman yang harus dibayarkan. Juga gharar di mana dalam transaksi perdagangannya mengandung ketidakjelasan dan pertaruhan/perjudian. Dampaknya adanya kedzaliman atas salah satu pihak yang bertransaksi sehingga hal ini dilarang dalam Islam.

Dijelaskan dalam sebuah hadis:

Ù†َÙ‡َÙ‰ رَسُولُ اللَّÙ‡ِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ عَÙ†ْ بَÙŠْعِ الْØ­َصَاةِ ÙˆَعَÙ†ْ بَÙŠْعِ الْغَرَرِ

Rasulullah Saw melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar. (HR. Abu Hurairah).

Dan larangan Allah Swt mengenai praktik riba:

ÙˆَاَØ­َÙ„َّ اللّٰÙ‡ُ الۡبَÙŠۡعَ ÙˆَØ­َرَّÙ…َ الرِّبٰوا 

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al Baqarah 275).

Sistem pendidikan yang dijalankan oleh pengusung sistem sekuler kapitalis telah menjauhkan pemuda dari peran strategisnya sebagai penggerak perubahan. Hal ini tampak dari target pemberdayaan potensi pemuda dihitung dari sisi ekonomi. Karena keberhasilan pendidikan diukur dari berapa banyak output yang diserap dalam dunia kerja. 

Berbeda dengan Islam, Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Dan yang menjadi pijakan bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Sebagaimana diungkap dalam Al-Qur'an tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).

Agama dan aspek pendidikan menjadi satu titik yang sangat penting, terutama untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal sekaligus memiliki komitmen yang tinggi dengan nilai keagamaannya. Hal lain yang harus diperhatikan bahwasanya pembentukan SDM berkualitas imani bukan hanya menjadi tanggung jawab pendidik semata, tetapi juga para pembuat keputusan politik, ekonomi dan hukum.

Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Saatnya berbenah mengembalikan jati diri mereka agar tak terperosok lebih jauh dalam rusaknya sistem sekuler. Islam adalah solusi yang akan memperbaiki pola hidup dan pola pikir pemuda. Terbukti dalam sejarah mampu melahirkan generasi cerdas dan berakhlak mulia.

Waallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post