Berharganya Nyawa dalam Islam




Oleh Sumiati

Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif

۞ قُلْ تَعَالَوْا۟ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُم مِّنْ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١٥١﴾

"Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)." (Q.S.6:151)

Dikutip oleh TRIBUNNEWS.COM, MAROS, aksi penganiayaan terhadap bayi kembali terjadi. Kali ini menimpa seorang bayi berusia empat bulan di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Bayi tersebut meninggal setelah dianiaya dengan dibanting ke lantai oleh seorang pria, Sabtu (22/10/2022) pukul 04.00 Wita.

Betapa miris membaca berita di atas. Betul sekali sebuah ungkapan, bahwa binatang segarang apa pun, tidak ada yang memakan anaknya sendiri. Namun, manusia ada yang tega terhadap bayi hingga menghabisi nyawanya. Wajar, jika manusia dianggap lebih sadis daripada binatang. Padahal, manusia sudah dibekali akal oleh Allah Swt. untuk berfikir membedakan antara yang hak dan bathil. Sayang, pada faktanya, banyak manusia yang tidak sadar akan potensi dirinya. Bahkan tidak paham, jika ia diciptakan untuk apa di dunia.

Hal ini dipicu dari berbagai sudut. Ada yang mereka dilahirkan dari keluarga yang tidak dikenalkan dengan agama, sehingga mereka hidup apa adanya. Bahkan orang tuanya sendiri yang mengawali memberikan contoh kekerasan pada anak-anak mereka. Sedikit kesalahan, bukan hanya mata mendelik saja, tetapi suara pun meninggi, kata-kata kasar, bahkan mencubit, memukul hingga melempar, sudah mereka timpakan pada anak-anaknya.

Walhasil, hal demikian ibarat contoh secara tidak langsung. Dengan turun temurun mereka begitu memperlakukan buah hati mereka. Jaman kian berubah, dulu bisa jadi hanya meniru, tetapi dengan perubahan jaman, perubahan kondisi, menjadikan amarah kian tak terkendali. Makin liar karena tanpa sebuah tuntunan yang benar. Hal ini otomatis kekerasan dalam rumah tangga pada anak kian menggila. Tak ada lagi belaskasih dari orang dewasa, terhadap bayi-bayi lucu yang menggemaskan. Kelucuannya terampas oleh ganasnya kebodohan, oleh congkaknya sang dewasa untuk menggali ilmu, agar layak dikatakan sebagai ibu atau ayah, bahkan gelar mulia yaitu orang tua.

Hal ini makin diperparah, dengan tidak adanya pendampingan dari negara, untuk para orang tua yang belum siap jadi orang tua. Bahkan cenderung kesalihan mereka diserahkan pada mereka sendiri. Jika mereka berniat jadi orang baik, mereka dengan sendirinya mencari tempat yang dapat membaikkan karakter mereka. Namun, sayang, yang sadar butuh agama, yang sadar butuh ilmu bagaimana mendidik anak masih sangat minim. Sehingga kekerasan demi kekerasan terus terjadi tiada henti.

Bahkan, kekerasan terhadap anak bukan hanya terjadi dalam keluarga. Begitu pun di luar rumah. Banyak manusia tak lagi memiliki nurani manusia. Berbagai motip menjadi sumber alasan, ia memukul hingga membunuh. Sehingga korban anak-anak atas kejahatan tangan orang dewasa kian bertambah. Terlebih, hukum yang tidak ditegakkan. Padahal Allah Swt. berfirman:

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِى ٱلْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ ﴿٣٢﴾

"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi." (Q.S.5:32)

Dalam satu hadis dari Al-Barra' bin Azib radhiyallahu 'anhu, Rasulullah saw.

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

"Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR. An-Nasai, At-Turmudzi)

Demikianlah Islam memandang betapa berharganya nyawa manusia. Bahkan Allah dan Rasul-Nya menegaskan apa hukuman bagi pembunuh, dan seberapa berharganya nyawa seorang muslim. Dengan demikian, saat ini hukum Islam belum bisa ditegakkan, setidaknya, kita ambilah bagian sebagai pejuangnya, untuk menegakkan hukum Islam kembali, dalam bingkai Khilafah ala minhajinnubuwwah. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post