RUU SISDIKNAS MENGHAPUS GURU SEJAHTERA

Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengajukan naskah terbaru Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kepada DPR. RUU ini akan menggabungkan tiga UU sekaligus, yakni UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Perguruan Tinggi.

Kemendikbudristek Nadiem Makarim, menuturkan terkait perbaikan sistem pendidikan yang di muat dalam RUU Sisdiknas akan menjadi sejarah baik untuk bangsa. Selain itu ia menuturkan juga RUU Sisdiknas ini akan berdampak baik untuk kesejahteraan guru dalam sejarah RUU pendidikan Indonesia. (Medcom.id, selasa, 30/07/22).

Akan tetapi, UU ini menuai banyak kritik dari sejumlah kalangan. Bahkan, fraksi di DPR mengaku menolak RUU SISDIKNAS masuk dalam program legislasi nasional karena terdapat sejumlah pasal yang dinilai kontroversi. Salah satunya mengenai tunjangan gaji guru atau tunjangan profesi. Dikutip (BeritaSatu, minggu 4/09/22)

Adapun pasal-pasal yang dinilai kontroversi diantaranya: Pasal 31. Yang dimana kata madrasah disini dihilangkan bersama nama satuan pendidikan formal lainnya seperti SD, SMP dan SMA, kemudian diganti dengan istilah pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan keagamaan.

Pasal 105 huruf a hingga huruf h disini terdapat perubahan terkait dengan tunjangan profesi guru (TPG) yang dimana Pasal ini hanya memuat klausul hak penghasilan/pengupahan, jaminan sosial dan penghargaan yang disesuaikan dengan prestasi kerja.

Kemudian terakhir pasal 109. Calon guru harus lulus pendidikan profesi guru atau PPG. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang akan menjadi guru wajib dari pendidikan profesi guru (PPG). Namun, bagi guru yang sudah mengajar saat Undang-Undang ini terbit tetapi belum mengikuti atau lulus PPG, tetap bisa mengajar.

Ke depannya, pemerintah pusat akan memenuhi ketersediaan daya tampung PPG demi memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.

Menanggapi aturan tersebut pertama terkait hilangnya kata madrasah, sebab hilangnya kata madrasah tidak bisa disepelekan sebab kalau kata madrasah di hapus maka alih-alih arah pendidikan agama semakin tidak jelas.

Hilangnya frasa madrasah juga turut dianggap sebagai langkah tidak adanya lagi diskriminasi dalam satuan pendidikan. Hal ini semakin menjelaskan, sekolah dan madrasah itu sama di dalam sistem pendidikan Indonesia.

Kemudian yang kedua terkait dengan hilangnya pasal yang mengatur tentang hak guru yang mendapatkan tunjangan sertifikat, Sebab guru dan dosen adalah profesi. Untuk itulah sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan akan keprofesiannya, maka pemerintah memberikan PPG. Namun hilangnya pasal yang terkait tunjangan guru menjadi mimpi buruk bagi mereka sebab hilanya pasal ini membuat tunjangan guru menjadi tidak jelas.

Saat ini saja masih banyak guru-guru baik dari sekolah negeri, perguruan tinggi dan swasta masih belum mendapatkan gaji yang memadai. Apalagi ingin menghilangkan tunjangan profesi guru.

Nasib anak bangsa berada di tangan para pendidiknya. Jika pendidiknya tersibukkan dengan kerja sampingan untuk menutupi kebutuhan hidupnya, niscaya optimalisasi proses belajar mengajar akan sulit terpenuhi. Padahal, kesejahteraan bagi para guru akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan.

Dalam UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, jelas diamanahkan bahwa guru dan dosen berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial dari pemerintah dan pemerintah daerah.

Pemerintah sedang menggodok omnibus law tentabg sisdiknas. Salah satu poin krusialnya adalah tentang hilangnya klausul tunjangan guru dalam draf RUU Sisdiknas tersebut.

Dalam sistem kapitalis, penghormatan terhadap ilmu dan guru memang hanya dihitung secara matetialistic. Karena itu saat tunjangan profesi dihilangkan maka sama saja menghapus secara sempurna kesejahteraan guru.

Saat ini saja guru jauh dari kata sejahtera. Bahkan, kita terperangkap menjadi pasar bagi produk para kapitalis raksasa dan generasi kita yang bekerja menjadi buruhnya. Sungguh miris!

Sistem ekonomi kapitalistik menjadikan ikatan antara penguasa dan rakyatnya sebatas untung/rugi. Guru atau pendidik sekadar dimaknai sebagai buruh yang melaksanakan tugasnya, yaitu mengajar.

Tunjangan guru dihilangkan dan hak guru honorer diabaikan, guru yang seharusnya diposisikan sebagai pendidik, kini justru diposisikan sebagai pekerja. Mereka diupah dengan nominal tertentu jika mencapai target jam mengajar tertentu. Padahal, keberhasilan pendidikan sangat membutuhkan guru yang berdedikasi, bukan sekadar guru yang bekerja.

Islam memandang pendidikan sebagai hal yang sangat penting, yaitu sebagai pilar peradaban.

Asas pendidikan adalah akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membangun kepribadian Islam serta penguasaan ilmu kehidupan bagi peserta didik. Pendidikan Islam akan menghasilkan output peserta didik yang kukuh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya. Inilah pemikiran yang fikrah pendidikan Islam.

Fikrah ini hanya bisa terwujud melalui metode penerapannya (thariqah), yaitu Khilafah. Pendidikan Islam merupakan salah satu sistem dari suprasistem Islam dalam Khilafah. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, disusun lah satu kurikulum pendidikan formal yang berlandaskan akidah Islam.

Islam juga memandang guru sebagai profesi mulia sehingga layak mendapat apresiasi yang tinggi atas pengabdiannya. Dalam buku Fikih Ekonomi Umar bin Khaththab karangan Dr. Jaribah bin Ahmad al-Haritsi dikisahkan bahwa Umar bin Khathab memberi upah pada guru sebanyak 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) setiap bulannya. Jika dikalkulasikan dengan harga emas saat ini, setiap bulannya setiap guru mengantongi lebih dari Rp60 juta.

Bukan hanya nominalnya yang besar, gaji ini pun dibagikan tanpa memandang status pegawai negeri atau bukan, di perkotaan atau perdesaan. Seluruh guru memiliki hak dan tugas yang sama, yaitu mendidik generasi. Negara akan menghitung dengan cermat kebutuhan guru dalam negaranya sehingga jumlah guru benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan mengajar, bukan berdasarkan anggaran.

Bukan hanya gaji guru, para pegawai sekolah yang turut berjasa dalam proses pengajaran juga akan mendapat upah setimpal. Fasilitas sekolah akan negara berikan sesuai kebutuhan tanpa memandang desa ataupun kota. Dana riset juga akan digelontorkan demi mewujudkan generasi cerdas yang siap memimpin dunia.

Besarnya perhatian Khilafah terhadap para guru menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan diakui dunia. Kegemilangan pendidikan Islam mendapatkan pengakuan dari tokoh pendidikan dunia.

Wallahualam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post