PLN Kelebihan Pasokan, Rakyat Yang Jadi Korban


Oleh Rahmawati Ayu Kartini
 (Pemerhati Sosial)

PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN mengalami kelebihan pasokan atau oversupply listrik sekitar 6 Giga Watt (GW). Buntut dari kelebihan pasokan ini membuat pemerintah menggegas program untuk meningkatkan setrum listrik masyarakat.

Program untuk meningkatkan permintaan listrik di antaranya program konversi elpiji 3 kilogram (kg) menjadi kompor induksi listrik, dan mengganti mobil dinas pemerintahan dengan mobil listrik.

Kementerian ESDM menghitung penggunaan 10 juta kompor listrik akan mampu menyerap 5 Giga Watt (GW) listrik.

Selain itu, pemerintah juga bakal mengganti mobil dinas menjadi kendaraan listrik. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, saat ini terdapat 189.803 unit kendaraan dinas. Ini meliputi kendaraan jabatan, operasional dan kendaraan fungsional. Namun belum diketahui berapa dari jumlah tersebut yang siap diganti menjadi kendaraan listrik pada tahun ini. (katadata.co.id, 23/9/2022)

Kelebihan pasokan listrik akibat PLN membeli listrik dari produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) dengan skema take or pay. Dalam skema tersebut, PLN diwajibkan untuk membayar meskipun listrik tidak terserap oleh masyarakat.

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam rapat Panja RAPBN 2023 mengatakan kelebihan suplai listrik selama ini menjadi beban dalam keuangan negara. Pemerintah tetap membayarkan kompensasi kepada PLN sekalipun pasokan berlebih tersebut tidak dipakai.

Kompor Listrik Menambah Beban Rakyat

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan konversi kompor listrik ini berpotensi semakin menambah beban rakyat. Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno menyatakan mustahil bisa mengandalkan 100% pasokan listrik. Masyarakat perlu mengantisipasi jika terjadi gangguan mati listrik.

Sehingga, dengan program konversi ini masyarakat bakal tetap menggunakan dua kompor yaitu kompor listrik dan kompor gas. "Dengan demikian, masyarakat justru bisa berpotensi mengalami double burden, menggunakan kompor listrik sekaligus elpiji," kata Agus Suyatno kepada katadata.co.id, Selasa (20/9/2022).

Menanggapi PLN yang kelebihan pasokan listrik, YLKI menilai pelanggan dalam hal ini masyarakat tidak memiliki kewajiban menyerap listrik berlebih yang dihasilkan PLN. Sebagai pelanggan, masyarakat tidak boleh dibebankan dalam penggunaan listrik di luar kapasitasnya.

Selain itu YLKI menilai penambahan daya masyarakat kelas bawah ini tidak lantas bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Sebab pendapatan mereka justru habis untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. (merdeka.com, 13/9/2022)

Agus juga menilai, infrastruktur listrik di luar Pulau Jawa harus diperbaiki terlebih dahulu. Sebab, infrastruktur kelistrikan yang mumpuni baru di kota besar wilayah Jawa. Di luar kota besar di Jawa, pasokan listrik kerap 'byar pet', bergantian hidup dan mati.

Adapun Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan, walau pemerintah membebaskan biaya untuk pengadaan kompor induksi hingga proses instalasi tambah daya listrik, keluarga penerima manfaat bakal menanggung biaya untuk membeli peralatan memasak yang sesuai dengan spesifikasi kompor induksi.

Harus ada insentif juga untuk jangka panjang, terutama pada peralatan memasaknya. Karena kalau dibebankan kepada orang miskin itu akan menambah beban biaya hidup," kata Bhima kepada katadata.co.id, Selasa (20/9/2022).

Bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bhima mengusulkan agar pemerintah lebih mengedepankan jaminan subsidi energi ketimbang memberikan paket kompor Induksi. Alasannya, kata Bhima, penggunaan kompor induksi tak sanggup untuk menopang mobilitas pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner.

Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga

Itulah yang saat ini dialami oleh rakyat kecil. Baru saja dihantam badai kenaikan harga BBM serta kenaikan harga bahan pokok, rakyat pun harus bersiap menghadapi badai selanjutnya, yakni konversi kompor listrik.

Belum lagi pengadaan mobil dinas listrik untuk pejabat yang pasti akan menambah pengeluaran APBN. Tentu saja hal ini sangat menyakiti hati rakyat yang diwajibkan untuk membayar pajak sebagai penerimaan terbesar APBN. Jangankan bisa ikut menikmati mobil dinas listrik, untuk makan sehari-hari saja belum tentu bisa terpenuhi.

Selama sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan dalam kehidupan, rakyat akan jauh dari sejahtera. Karena kapitalisme dengan sistem ekonomi neoliberal akan menihilkan peran negara. Negara tidak boleh ikut campur dalam kegiatan perekonomian (memberikan subsidi), karena perusahaan-perusahaan tidak akan bisa bersaing secara bebas.

PLN telah melakukan kontrak dengan perusahaan listrik swasta, yang kelebihan pasokan listriknya mau tidak mau dibebankan kepada rakyat. Ini adalah bukti nyata diterapkan sistem ekonomi kapitalisme liberal yang memberi kesempatan kepada perusahaan swasta mengambil untung, sementara rakyat yang buntung.

Listrik Harus Dikuasai Negara, Bukan Swasta

“Listrik harus dikuasai oleh negara karena menjadi komunitas strategis bagi bangsa dan tidak bisa dilepas begitu saja ke swasta,” kata Kepala Pusat Kajian Energi Universitas Indonesia Iwa Karniwa dalam diskusi “35 Ribu MW untuk Siapa?” di Jakarta, Senin (geotimes.id, 5/10/2015)

Menurut Iwa, saat ini pemerintah hanya memberikan jatah 5 ribu MW kepada PT PLN (Persero) dari total 35 ribu MW, sisanya akan diserahkan kepada swasta, baik lokal maupun asing. Akibatnya, bukan tidak mungkin Indonesia akan tersandera oleh kepentingan asing. Contohnya, kalau Singapura menguasai listrik Indonesia sebesar 35%, itu bisa menjadi alat politik mereka.

Selain itu, dalam  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, pemerintah dalam hal ini PLN wajib membeli listrik dari pengembang swasta melalui proses jual-beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA). Dengan demikian, lanjut Iwa, pemerintah tidak memiliki posisi tawar untuk menetapkan harga listrik tersebut. Dan hal itu akan berdampak pada harga jual listrik ke masyarakat.

Listrik tentu saja sangat dibutuhkan untuk hajat hidup orang banyak. Sebagai sumber energi strategis, tentu listrik harus dikelola oleh negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Islam sebagai agama dan pandangan hidup yang mengatur segala persoalan-persoalan manusia, tak ketinggalan pula memberikan solusi atas persoalan listrik.

Listrik merupakan kebutuhan pokok manusia merupakan harta milik umum (publik). Negara tidak boleh menswastanisasi listrik, apalagi harus diperjual belikan kepada rakyatnya. Negara hanya berkewajiban mengelola listrik, dan membagikannya kepada rakyat secara gratis.

Mengingat dalam sebuah hadist Rasulullah bahwa
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.

Namun apalah daya, inilah sistem kapitalisme yang semuanya hanya berhitung untung rugi kepada rakyat. Sistem yang bobrok ini berasas pada aspek manfaat semata. Yang mana seluruh kegiatan dalam mengurus rakyat harus memberikan keuntungan bagi mereka pemegang kekuasaan. Mereka tidak memperdulikan lagi, apakah itu harta milik umum ataukah tidak.

Hal ini berbeda dengan Islam. Islam melarang tegas negara, ataupun individu untuk menswastanisasi harta milik umum (rakyat) tersebut, apalagi hingga dikelola oleh swasta/individu. Dalam Islam, negara berkewajiban mengelola harta milik umum, seperti air, tambang, dan lain sebagainya, dan hasilnya dikembalikan demi kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan rakyat benar-benar terpenuhi secara keseluruhan, tanpa ada yang kekurangan sedikitpun.

Hal tersebut tergambar pada masa kejayaan Islam. Yang mana, saat itu Rasulullah telah memberikan izin kepada Abyadh untuk mengelola tambang garam. Rasulullah mengizinkannya. Namun, saat mengetahui bahwa tambang garam tersebut merupakan harta milik umum, Rasulullah lalu mencabut pemberiannya tersebut dan melarang tambang tersebut dimiliki pribadi Abyadh. 
Wallahu A'lam Bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post