Palestina Aman di Tangan Pemimpin Teladan


Oleh Rahmawati Ayu Kartini
 (Pemerhati Sosial)

Isu mengenai aksi kemanusiaan di Palestina disuarakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi selama mengikuti rangkaian sidang Majelis Umum PBB di New York, AS. Menlu Retno menyatakan bahwa Indonesia terus mendukung peran dan kerja United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) atau badan PBB yang bertugas membantu pengungsi Palestina.

“Indonesia selalu teguh dukung aktivitas UNRWA dan bantu pengungsi Palestina,” ujar Menlu Retno dalam Pertemuan Tingkat Menteri mengenai UNRWA di New York, Kamis (22/9/2022). ​

Ia juga mengungkapkan keprihatinan akan sikap dunia internasional yang seakan menganggap nasib pengungsi Palestina sebagai sesuatu yang normal. ”Padahal para pengungsi Palestina berhak menikmati hidup layaknya kehidupan yang kita jalani,” tegas Menlu Retno. (inilah.com, 23/9/2022)

Penanganan bantuan bagi pengungsi adalah salah satu agenda pembahasan dalam Sidang Umum PBB ke 77 di kota New York. Pada hari ketiga debat umum sidang majelis, Kamis (22/9) badan PBB yang menangani bantuan bagi pengungsi Palestina (UNRWA) bertemu guna membahas isu-isu mendesak pengungsi Palestina.

Pengungsi resmi Palestina yang mencapai lebih dari 1,5 juta tinggal di sejumlah kamp di negara-negara kawasan Timur Tengah itu seperti Yordania, Lebanon, Suriah, Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Beban negara-negara penampung ini semakin hari dirasa semakin berat dan ingin penyelesaian bagi krisis kemanusian di sana.

UNRWA mengelola kamp yang menampung para pengungsi ini dan menyediakan berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Meski demikian badan ini juga mengelola pusat kesehatan, sekolah dan pusat distribusi di luar kamp-kamp resmi ini. (voaindonesia.com, 22/9/2022)

Nasionalisme, Penyebab Palestina Dilalaikan

Salah satu penyebab persoalan Palestina tidak terselesaikan adalah karena adanya sekat-sekat nasionalisme. Nasionalisme merupakan paham yang senantiasa diajarkan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Bagaimana sampai nasionalisme menjadi halangan untuk membantu Palestina?

Ketika kita menelusuri asal mula atau sumber kemunculan ide nasionalisme, akan didapati bahwa ide ini terjadi ketika manusia membentuk suatu ikatan dengan orang lain berdasarkan naluri mempertahankan diri, mempertahankan tempat dia hidup. Ikatan ini disebut patriotisme. Ikatan ini akan nampak ketika adanya ancaman. Ketika hilang ancaman, maka akan hilang pula ikatan ini. 

Ketika pemikiran sempit (mempertahankan diri) ini bertambah luas wilayahnya, keinginan untuk berkuasa pun bertambah. Ketika ada kesempatan untuk meluaskan pemikiran sempit ini, kekuasaan dan kedaulatan suatu kaum terhadap kaum lainnya menjadi tidak manusiawi. Saat inilah terbentuk ikatan nasionalisme di antara manusia yang didominasi oleh hawa nafsu dan permusuhan. 

Tidak ada kebaikan untuk manusia selama ikatan ini ada. Karena ikatan ini bertumpu pada emosi naluri yang berubah-ubah dan tidak alami untuk menjadi pengikat di antara umat manusia. 

Dari asal kemunculan nasionalisme, nampaklah ikatan ini tak layak digunakan oleh manusia. Berbagai fakta yang terjadi di dunia, terutama penganiayaan terhadap kaum muslim. Mereka dianiaya, dilecehkan muslimahnya, dibunuhi para lelakinya, di usir dari tanah kelahiran dan tempat mereka hidup, senantiasa terdzalimi. Namun, apa respon dari saudara sesama muslim? Hanya mampu mengutuk dan mendoakan keselamatan mereka. Untuk membantu lebih dari itu, misalnya membantu secara fisik dengan memerangi kedzaliman, bahkan membantu berupa makanan dan pakaian saja terhalang.  Penghalangnya nasionalisme, yang senantiasa diopinikan bahwa itu urusan wilayah negara mereka sendiri. Kita punya wilayah negara sendiri, tidak berhak ikut campur. 

Sungguh, ide nasionalisme menjadi racun yang mematikan bagi kaum muslimin. Memutilasi rasa kemanusiaan bahkan rasa persaudaraan sebagai muslim.

Karena nasionalisme, negeri-negeri muslim yang dulunya satu negara tersekat-sekat menjadi lima puluh negara lebih. Inilah mengapa para pemimpin di negeri-negeri muslim tidak ingin terbebani persoalan Palestina. Mereka lebih rela menyerahkan saudara sesama muslimnya untuk ditangani PBB yang notabene dikuasai oleh Amerika Serikat sebagai negara adidaya pendukung setia Israel, penjajah Palestina. Padahal dulu umat Islam bersatu dalam satu negara, yakni Daulah Khilafah Islam yang pernah menjadi negara yang ditakuti Barat. 

Sebenarnya para pemimpin muslim memiliki kemampuan untuk membantu menyelesaikan persoalan Palestina. Negeri-negeri muslim itu memiliki kekayaan alam yang melimpah dan kekuatan militer. Tentu saja jika dunia Islam bersatu kembali, akan sangat mampu mengusir Israel dari wilayah Palestina. Jangankan mengurus pengungsi Palestina, mengembalikan Palestina merdeka pun umat ini sangat mampu. Namun nasionalisme membuka mereka lemah dan mudah dikendalikan barat lewat PBB.

Teladan Pemimpin dalam Melindungi Palestina 

Umat Islam ibarat satu tubuh. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

"Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)

Saat pemimpin kaum muslimin sedunia (Khalifah) masih ada, 
yakni Sultan Abdul Hamid II (1842-1918), beliau secara tegas tidak pernah menyerahkan Palestina kepada musuh. Apalagi kepada kaum kafir Barat. 

Sultan pernah menolak dengan keras, utusan kaum Yahudi Theodore Herzl, yang mewakili kaumnya hendak menyewa tanah di Palestina sebagai tempat tinggal kaum Yahudi. Padahal saat itu utusan tersebut menawarkan akan membayar hutang-hutang kekhilafahan Turki Utsmani. Dan beliau pun tahu resiko dari penolakannya, secara politik akan membahayakan posisinya sebagai Khalifah. Karena  Yahudi saat itu memiliki posisi tawar yang kuat. Dan memang benar, Yahudi menggalang kekuatan untuk bisa melawan Sultan. Pada tanggal 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid II berhasil digulingkan.

Sikap seperti Sultan Abdul Hamid II inilah yang mestinya harus diteladani oleh pemimpin muslim saat ini. Karena tanggung jawab sebagai pemimpin, rela berkorban untuk kepentingan rakyatnya. Beliau lebih mengutamakan tanggungjawab di hadapan Allah kelak daripada kepentingan pribadinya. Rasulullah Saw bersabda:

Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang beriman; dia melindunginya dari bahaya dan membelanya di belakang punggungnya." [HR. Bukhari]

Seorang pemimpin memiliki kemampuan lebih untuk melakukan kebaikan bagi umat, daripada yang bukan pemimpin. Kelak di hadapan Allah, para pemimpin muslim akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya terhadap umat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Menyerahkan persoalan Palestina kepada PBB sama saja menyerahkan saudara sesama muslim kepada musuh. Karena PBB  hakikatnya membiarkan Israel tetap menjajah Palestina. PBB hanya mengecam tindakan penjajahan Israel tanpa pernah memberikan sanksi tegas berupa sanksi militer. Wajar saja, sebab di balik PBB ada Amerika serikat sebagai pendukung setia Israel. Selama urusan umat ditangani PBB, umat Islam akan selalu berada dalam kendali kafir Barat.

Wallahu a'lam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post