Negeri Darurat Korupsi, tapi Koruptor Dapat Remisi

Oleh: Ummu Haura

Aktivis Dakwah

 

Melalui operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta dan Semarang pada Rabu, 21 September 2022, Hakim Agung Sudrajat Dimyati beserta 10 orang lainnya kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan berkas di Mahkamah Agung (MA). Kasus ini jelas mencoreng kredibilitas MA sebagai institusi peradilan tertinggi. Masyarakat semakin pudar kepercayaannya kepada pejabat negara terhadap kinerja mereka selama menjadi pelayan publik. Sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini memberi peluang perilaku korupsi terus berlangsung. Apalagi penanganan hukum bagi pelaku korupsi semakin hari semakin mendapat banyak keringanan.

UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 pasal 240 ayat 1 tentang Pemilihan Umum, mengatur soal persyaratan yang harus dipenuhi bakal caleg baik di tingkat DPR hingga DPD kabupaten/kota. Pasal tersebut tidak secara jelas melarang eks napi termasuk napi kasus korupsi untuk maju menjadi caleg. Bahkan di pasal 240 ayat 1 huruf g, seorang mantan napi yang hendak mendaftarkan diri wajib mengungkap bahwa dirinya pernah dipidana serta telah selesai menjalani masa hukumannya.

Tak hanya dibolehkannya para napi mendaftarkan diri menjadi anggota calon legislatif, para napi kasus korupsi masih dibolehkan maju dalam pilkada walau harus menunggu masa 5 tahun setelah keluar dari penjara. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) no. 56/PPU-XVII/2019 pada Desember 2019.

Entah alasan apa yang mendasari dikeluarkannya berbagai aturan sehingga terkesan ada ‘keringanan’ hukuman bagi para pelaku korupsi. Kordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo tak habis pikir dengan pemberian remisi kepada 23 koruptor. Ia mengatakan pemberian remisi ini seakan menegaskan bahwa kejahatan korupsi adalah kejahatan biasa.

Remisi koruptor adalah remisi yang diberikan kepada narapidana korupsi. Remisi sendiri memiliki pengertian yaitu pengurangan hukuman yang diberikan kepada orang yang terhukum atau mudahnya, pengurangan masa tahanan kepada pelaku kejahatan.

Negeri yang sedang darurat di berbagai sendi kehidupan masyarakatnya, akan semakin terpuruk jika pelaku korupsi tidak mendapatkan hukuman secara tegas. Efek jera tak akan muncul jika peraturan yang dibuat terus menguntungkan pelaku korupsi. Negeri ini butuh pemimpin dan peraturan hukum yang mampu bertindak tegas sehingga menghentikan berbagai tindak kejahatan termasuk korupsi.

Dalam pandangan Islam, korupsi adalah sebuah tindakan yang dapat mendatangkan dosa besar bagi pelakunya. Kejahatan korupsi akan mendapatkan sanksi tegas oleh hakim tanpa pandang bulu, dari hukuman ringan hingga hukuman mati. Berat ringannya hukuman bagi pelaku korupsi akan disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.

Nabi SAW bersabda, "Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya" (HR Bukhari).

Sikap Nabi SAW jelas menjadi contoh bagi pejabat publik lainnya untuk tidak berat sebelah dalam penerapan hukum. Jika hukum tidak ditegakkan dengan benar maka kebinasaan yang akan didapat oleh sebuah negeri. Penting sekali ketegasan pemimpin dalam menerapkan aturan yang berlaku bagi pelaku kejahatan sehingga akan menyebabkan kejahatan-termasuk korupsi- mengalami penurunan bahkan hilang. Bukannya malah memberi kelonggaran-kelonggaran bagi pelaku kejahatan.

Tak cukup dengan ketegasan seorang pemimpin agar negeri ini bebas dari korupsi, dibutuhkan juga sebuah sistem yang tidak akan memberi celah bagi korupsi dan pelakunya. Sistem kapitalisme yang diemban negeri ini malah memberi peluang untuk tumbuh suburnya perilaku korupsi dan berbagai tindak kejahatan lainnya yang menyengsarakan masyarakat. Sistem ini juga tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul di masyarakat, malah semakin lama kehidupan semakin rusak berantakan.

Sudah sepatutnya kaum Muslim sebagai mayoritas di negeri ini untuk bersepakat menerapkan aturan Islam yang tidak hanya menutup peluang tindakan korupsi tetapi juga mendatangkan keridhaan Allah. Karena hanya Islamlah yang mampu menjadi solusi bagi semua permasalahan manusia.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post