MIRIS MELIHAT NEGERI YANG KAYA SDA TAPI RAKYAT MENJERIT KARNA NAIKNYA BBM


Oleh UMMU AQILLA
AKTIVIS DAKWAH 

Pemerintah resmi menaikkan harga BBM yang disebut oleh Presiden RI sebagai “pilihan terakhir pemerintah.merespons kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bisa di pastikan yang di untungkan pasti pengusaha dan yang paling di rugikan sudah pasti rakyat.

Dalih yang dikemukakan pemerintah dalam wacana kenaikan harga BBM ini adalah bahwa subsidi BBM yang selama ini telah diberikan pemerintah membebani APBN serta dinilai salah sasaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa negara telah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp502,4 triliun dan berpotensi ditambah Rp195 triliun tersebut masih belum tepat sasaran, dan sebagian besarnya dinikmati oleh orang kaya. 

Oleh karenanya, diperlukan langkah yang tepat untuk tetap menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber. Artinya subsidi tidak dicabut dan penyesuaian anggaran perlu menjadi pertimbangan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki manfaat distribusi subsidi ke masyarakat.

Padahal BBM menjadi komoditas utama yang banyak dibutuhkan masyarakat luas. Bahkan, hampir semua lini usaha atau bisnis masyarakat, dari level kecil sampai besar, membutuhkan BBM ini dalam menjalankan usahanya. Sehingga secara nyata, kenaikan harga BBM ini akan memberikan dampak pada usaha tersebut.

Dengan kata lain, kenaikan BBM bersubsidi akan menciptakan efek domino di tengah masyarakat. Kolapsnya sektor usaha menengah ke bawah. PHK pun tak terelakkan. Pengangguran smakin meningkat. Angka kemiskinan makin parah. Pertumbuhan ekonomi nasional pun bisa melambat. 

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa penyaluran BLT yang dilakukan pemerintah dinilai tidak sebanding dengan besarnya dampak yang akan ditimbulkan. Paling hanya bisa meredam dampak yang timbul untuk waktu sementara dengan nilai yang tidak signifikan (wartaekonomi, 31/8/2022).

Jadi, dalih penghematan dari pengurangan subsidi BBM dinilai tidak sebanding dengan efek domino yang dihasilkan. Justru nyatanya rakyat akan makin menderita.

Adanya bantuan langsung tunai (BLT) sebagai solusi dari kenaikan BBM tidaklah tepat. Karena pemberian BLT hanya bersifat sementara dan dalam jumlah terbatas, yaitu hanya kepada 20,6 juta dari 260 juta penduduk Indonesia. Itu artinya kurang dari 10 persen saja yang mendapatkan BLT BBM.

Padahal subsidi BBM adalah hak semua warga negara Indonesia. Karena Migas termasuk harta milik rakyat dan seharusnya dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat. Adapun negara hanya bertugas mengelolanya tanpa boleh mengambil keuntungan darinya sedikitpun.

Beginilah akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang memberlakukan liberalisasi ekonomi dan persaingan bebas. Negara hanya bertindak sebagai regulator atas para kapitalis yang ingin mengeksploitasi kekayaan negeri ini. Sedangkan rakyat yang seharusnya mendapatkan pelayanan malah dijadikan objek dagang.

Sebagai sebuah negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk tambang minyak bumi sebagai bahan dasar pembuatan BBM, menjadi sebuah hal yang aneh jika Indonesia menerapkan harga yang mahal untuk harga BBM dalam negeri. Sudah seharusnya sebagai produsen minyak bisa memberikan harga yang lebih rendah untuk olahan minyak bumi ini termasuk BBM yang saat ini meliputi Pertalite dan Solar sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang paling diminati karena harganya yang relatif terjangkau.

Inilah yang menjadi bukti bagaimana pengelolaan negara yang mendasarkan pada sistem sekularisme kapitalis yang membuat negara menjadi abai terhadap kepentingan rakyat. Terlebih, negara menganggap bahwa pengelolaan kebutuhan masyarakat adalah sebuah ajang bisnis. Negara hanya berperan sebagai regulator yang memberikan keluasaan kepada korporasi untuk mengelola pelayanan publik. Sedangkan pelayanan publik dianggap sebagai ajang bisnis yang harus mendatangkan keuntungan bagi pihaknya.

Oleh karena itu, umat membutuhkan sistem kepemimpinan yang sahih dalam mengelola sumber daya alam migas. Sehingga hasilnya bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat dan kekuatan bagi negara. Sistem tersebut tidak lain adalah sistem khilafah sebuah sistem pemerintahan yang berlandaskan hukum syariah.

Dalam Islam, untuk mendapatkan migas rakyat tidak perlu membayar mahal untuk mendapatkannya, bahkan bisa saja digratiskan. Karena sesungguhnya, hasil bumi seperti padang rumput, air, dan api adalah milik rakyat.

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Hasil pengelolaan sumber daya alam migas ini akan dikembalikan kepada rakyat untuk kemaslahatannya. Penyalurannya haruslah merata ke seluruh masyarakat baik kaya maupun miskin, baik Muslim maupun non-Muslim. Negara tidak boleh mengambil untung dari pengelolaan dan pendistribusian tersebut. Rakyat baik yang miskin dan kaya hanya memberikan harga atas minyak sesuai dengan biaya operasional (produksi).

Oleh karena itu, jika pengelolaannya diatur oleh sistem Islam (khilafah), niscaya sengkarut kenaikan BBM ini bisa diatasi. Rakyat akan mendapatkan kebutuhan energi dengan biaya yang murah bahkan gratis. 

Selain itu, dari keuntungan penjualan tersebut khilafah dapat menjamin kebutuhan rakyat, seperti sekolah-sekolah rumah-rumah sakit dan pelayanan umum lainnya. Sehingga semua rakyat bisa menikmati pelayanan umum secara gratis dan berkualitas. Inilah konsep pengelolaan migas dalam khilafah yang ditawarkan kepada umat. 

Ketika kebutuhan BBM rakyat tercukupi dengan harga yang murah, kegiatan ekonomi rakyat dan dunia usaha berjalan dengan baik. Lantas, masihkah kita berharap pada kapitalisme sebagai sistem yang mengatur kehidupan kita? “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50).

Post a Comment

Previous Post Next Post