MERAYAKAN KEMERDEKAAN TAPI TAK MERDEKA


Oleh: Hideyosi Mori

Tujuh belas Agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Itulah sepenggal lirik lagu 17 Agustus 45 atau lagu hari merdeka yang sering kali disenandungkan setiap tahun dalam perayaan Hari Kemerdekaan. Pengibaran bendera hingga panjat pinang menjadi aktivitas masyarakat dalam  beberapa hari setelah perayaan, semua menyambut dengan kegembiraan. Namun, apakah kita benar-benar telah merdeka? Atau sekedar berharap untuk merdeka?

Melihat kondisi saat ini, tentu kita seharusnya bertanya sudahkah kita merdeka secara hakiki? Dilihat dari segi individu, kebanyakan mereka bebas melakukan apapun termasuk gaul bebas, merampok uang rakyat, bunuh diri, buka-buka aurat, menistakan agama, memfitnah, narkoba, tawuran, perselingkuhan, perampokan, pembunuhan dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya.

Dari segi masyarakat, Indonesia yang notabene adalah negeri dengan mayoritas muslim terbesar dan kekayaan alam yang melimpah kini terbelakang dan tertinggal; kemiskinan dan kebodohan merajalela, biaya hidup tinggi dan pajak melangit, keamanan tak terjamin serta keadilan hanya untuk yang ber-uang. Kesejahteraan tinggal nama.

Dari segi negara, saat ini bahkan makin terkooptasi hegemoni adidaya baik Amerika maupun Cina. Negara semakin hari semakin kehilangan kedaulatan di negeri sendiri dan masih terus menjadi pengekor kebijakan-kebijakan global. Di waktu bersamaan SDA yang melimpah justru dikuasai pemilik modal dan negara-negara kaya, baik timur maupun barat. Hukum yang diberlakukan masih hukum sekuler warisan penjajah.

Inikah yang disebut merdeka?
Demikianlah perayaan kemerdekaan namun tak merdeka. Maka, marilah kita wujudkan kemerdekaan yang hakiki bukan sekadar berharap untuk merdeka yang diulang setiap tahun tanpa adanya upaya merealisasikannya. 

Bagi kaum muslim meraih kemerdekaan yang hakiki adalah misi risalah Islam. Hal ini tampak dalam sabda Rasulullah saw yang dituliskan dalam sebuah surat untuk penduduk Najran. Berikut sebagian dari surat tersebut:
...Amma ba’du. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada  Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia)...(Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihaya, v/553).

Misi ini bukanlah ditetapkan oleh manusia melainkan amanah dari Sang Pencipta manusia. Allah swt. berfirman: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS Adz-Dzariat :56)

Jadi, wujud kemerdekaan hakiki bagi seorang manusia adalah ketika dia mampu melaksanakan ketaatan yang sempurna sesuai ketentuan syariat dan menggantungkan diri hanya kepada Allah Swt bukan kemerdekaan versi liberal(tanpa batas). Bagi masyarakat, merdeka adalah ketika mereka dapat hidup sejahtera baik lahir maupun batin sedang bagi negara, merdeka adalah terbebas dari penjajahan fisik, politik, ekonomi dan budaya. Negara yang bebas menerapkan aturannya dalam melindungi rakyatnya, tidak mendapat tekanan dari negara yang pernah menjajahnya atau yang lainnya. Dan bagi kaum muslimin, tentu Negara tersebut haruslah sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah swt dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. yaitu negara yang menerapkan seluruh aturan Allah dalam semua lini kehidupan.

Kalaupun dipaksakan bahwa kita telah merdeka sejatinya kemerdekaan yang dimaksudkan adalah bebas melanggar aturan-aturan Allah swt, layakkah sebagai makhluk yang diciptakan oleh-Nya melakukan hal demikian?

Post a Comment

Previous Post Next Post