Lagi, Data Pribadi Dijadikan Dagangan. Kali ini Data SIM Card. Kapan Tersolusikan?


Oleh Ummu  Fathiyya
Member Komunitas Muslimah Rindu Jannah

Kebocoran data skala besar di Indonesia terus berulang dan kembali terjadi. Kali ini, sebanyak 1,3 miliar data pengguna SIM Card handphone (HP) telah bocor dan dijual di media sosial. Tak main-main, bahkan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyatakan bahwa ini adalah kasus kebocoran data terbesar di Asia hingga saat ini. (kompas.com, 9/9/2022)

Tepatnya, pada tanggal 31 Agustus 2022, akun twitter @Bjorka menjual data yang bocor berkapasitas 87 GB tersebut dengan harga $50.000 melalui pembayaran kripto bitcoin dan ethereum. (katadata.co.id., 05/09/2022)

Data yang bocor meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon, nama penyedia layanan atau provider, dan tanggal pendaftaran. Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, hasilnya masih aktif semua. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengakui bahwa 15% - 20% sampel dari 1,3 miliar data SIM Card ponsel yang diduga bocor merupakan valid.(katadata.co.id., 05/09/2022)

*Dampak Kebocoran Data*

1. Pemilik data harus bersiap-siap lebih sering menerima penawaran produk atau jasa melalui telepon, penawaran pinjaman online (pinjol), hingga penipuan.

2. Pencurian password dengan data-data pribadi seperti tanggal lahir, nama ibu kandung dan data-data pribadi lainnya

3. Pembuatan KTP palsu yang bisa digunakan oleh pelaku kejahatan untuk kemudian menjebol rekening korban dan juga bisa digunakan untuk mengajukan pinjaman online.

4. Pemetaan pasar hingga politik oleh orang-orang yang punya kemampuan mengolah data. Data yang bocor ini juga sangat menggiurkan bagi negara lain untuk memetakan market seluler di Indonesia dan demografi penduduk Indonesia
(beritasatu.com, 06/09/2022)

*Salah Siapa?*

Selain pihak yang meretas data pribadi, dalam soal registrasi SIM Card ini menurut mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara ada tiga pihak yang harus bertanggung jawab. *Pertama* adalah Kominfo itu sendiri sebagai pihak yang mewajibkan. *Kedua* adalah operator dalam hal ini penyelenggara jasa telekomunikasi. *Ketiga* adalah Dukcapil.
(kompas.com, 9/9/2022)

Namun sayangnya, setelah kebocoran data terjadi, Kominfo, Dukcapil, dan Operator telekomunikasi saling lempar tanggung jawab dan ketiganya membantah bahwa kebocoran data bukan berasal dari server mereka

Kebocoran data yang beruntun ini, menjadi suatu problematika yang seolah dibiarkan berlarut-larut terjadi. Indonesia tidak memiliki satu undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan data pribadi baik secara online ataupun offline. Sejak 2016, Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi telah diusulkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo),  namun masih proses pengesahan hingga saat ini.

Dengan kondisi di Indonesia yang belum ada UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga tidak ada upaya memaksa dari negara kepada penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu. Akibatnya banyak terjadi kebocoran data, namun tidak ada yang bertanggungjawab, semua merasa menjadi korban.

Namun demikian, apakah RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) ini cukup untuk memproteksi data pribadi warga?

*Islam Melindungi Data Pribadi*

Kasus kebocoran data masif ini bukan hanya sekali atau dua kali, namun berulang kali terjadi di Indonesia dalam setiap tahunnya. Pemerintah seolah belum serius dan setengah hati dalam menyelesaikannya. Bahkan mungkin ada indikasi tidak mampu menyelesaikannya.

Oleh karena itu, diperlukan sistem yang dapat menyelesaikan secara tuntas dan mendasar. Yaitu sistem yang menjadikan negara bertanggung jawab penuh atas urusan dan keselamatan rakyatnya, salah satu diantaranya adalah memproteksi data-data pribadi rakyat. Sistem aturan ini hanya ada dalam Islam.

Dalam sistem pemerintahan Islam, ada Departemen Keamanan Dalam Negeri yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri bagi negara, termasuk menjaga kerahasiaan data pribadi rakyat. (muslimahnews.net., 04/09/2022)

Untuk itu, Negara akan memiliki sistem informasi yang canggih dan mekanisme yang andal untuk menjaga keamanan data elektronik sehingga aman dan sulit untuk dibajak.

Di antaranya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, memunculkan sumber daya manusia yang cerdas, dan membuat sistem perlindungan digital yang kuat. Apalagi ditambah dengan penanaman keimanan yang benar, seluruhnya dapat dikontrol karena memakai standar yang sama, yaitu ideologi Islam

Pihak yang bertanggung jawab hingga dapat terjadi kebocoran data pribadi dan pihak yang melakukan pencurian data pribadi bahkan menjualnya  merupakan perbuatan melanggar syariat dan menyebabkan keresahan di tengah masyarakat.  

Apalagi jika sampai data yang bocor tersebut disalahgunakan untuk menyerang dan merampas harta orang lain atau bahkan sampai membahayakan nyawa. Tentunya, hal tersebut adalah perbuatan yang bisa menimbulkan mudarat dan bahaya.

Dalam kasus ini, akan ada treatment (perlakuan) khusus terhadap pelaku agar jera dan dalam rangka menghilangkan bahaya serta mudarat. Mengenai bentuk hukumannya, Qadhi dalam pemerintah Islam yang akan memutuskan.

Oleh sebab itu, jika ingin rakyat terlindungi dan kebutuhannya diprioritaskan, kita hanya dapat berharap pada sistem Islam. Karena aturan Islam bersifat universal yang mampu menyelesaikan solusi seluruh masalah umat manusia, tidak hanya umat Islam saja. 

Wallahu a'lam bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post