Ironi Perlindungan Anak di Tengah Apresiasi KLA


Novia Roziah 
(Komunitas Muslimah Rindu Jannah)

Pada bulan Juli 2022, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kembali menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) tahun 2022 kepada 320 kabupaten/kota, yang terdiri dari delapan (8) Utama, enam puluh enam (66) Nindya, seratus tujuh belas (117) Madya, dan seratus dua puluh satu (121) Pratama. Apresiasi juga diberikan kepada delapan (8) provinsi yang telah melakukan upaya keras untuk mewujudkan Provinsi Layak Anak (PROVILA).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, berharap penghargaan ini menjadi penyemangat daerah untuk lebih melindungi kelompok anak di daerah masing-masing. (kemenpppa.go.id, 23/07/2022)

Namun, tidak lama berselang ada temuan kasus yang membuat geger warganet.

Subdit Remaja Anak dan Wanita (Renakta) di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya membongkar kasus penyekapan dan eksploitasi seksual anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Jakarta Barat.

Kasus tersebut terbongkar setelah salah satu korban yang berinisial NAT melarikan diri dari muncikarinya dan melapor ke orang tuanya.

Orang tua korban kemudian melaporkan kasus itu ke Polda Metro Jaya, yang kemudian melakukan penyelidikan dan menangkap dua orang tersangka berinisial EMT yang berperan sebagai muncikari dan RR yang berperan mencari pria hidung belang. (tempo.co, 22/09/2022)

Selain kasus tersebut, 🌹sebelumnya ada sebanyak 32 kasus kekerasan terhadap anak di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sedang ditangani oleh lembaga Save The Children (Tempo, 13/09/2022)

Di satu sisi banyak kabupaten atau kota yang mendapatkan penghargaan sebagai kota layak anak, di sisi lain masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap anak. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Penghargaan KLA Kontradiktif dengan Realitas 

Ketua PWI kabupaten Kuningan Nunung Hasanah justru mempertanyakan penghargaan yang diterima oleh kota layak anak.

"Sungguh ironis dan kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kenyataan sebenarnya,"  ujarnya Sabtu (20/08/2022) seperti dikutip dari keamangkaranews.

Ia menyebutkan data unit PPA selama 2022 hingga Juni ternyata ada 20 kasus pelecehan terhadap perempuan dan anak. "Ini baru yang berani melapor," tukasnya.

Menurut Nunung indikator penghargaan yang diberikan oleh Kemen PPPA hanya sebatas administrasi dan sinergitas antara lembaga bangunan fisik bukan pada output sebuah program.

Di kesempatan berbeda pengamat masalah perempuan keluarga dan generasi Dr Arum Haryanti mengatakan penghargaan kabupaten atau kota layak anak yang diberikan negara justru kontradiktif dengan realitas.

Nyatanya anak masih menjadi korban kejahatan luar biasa di kota-kota yang dianggap layak anak, bahkan peraih kategori utama selama 5 kali seperti Solo. Penghargaan ini ibarat pelecehan terhadap anak yang menjadi korban.

Padahal menurut Arum, sudah cukup banyak regulasi yang ditujukan untuk mewujudkan perlindungan anak. Diantaranya Undang-Undang 23/2002 tentang perlindungan anak dengan dua pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. UU ini telah dua kali diubah melalui UU 35/2014 dan UU 17/2016.

Melalui UU 23/2014 tentang pemerintah daerah, negara mengamanatkan setiap daerah untuk melakukan berbagai upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.

Arum juga memaparkan data hasil survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja (SNPHAR) 2018 yang menunjukkan bahwa 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual.

Kekerasan Anak Marak Buah Sistem Sekuler Kapitalistik

Maraknya kekerasan seksual terhadap anak ini merupakan bukti bahwa sistem perlindungan anak saat ini dengan program KLA dan adanya undang-undang perlindungan terhadap anak, masih belum mampu untuk menyelesaikan masalah kekerasan terhadap anak.

Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa sistem saat ini tidak bisa memberikan solusi yang fundamental untuk menyelesaikan masalah kekerasan pada anak.

Karena sistem kehidupan kapitalistik yang semakin menghimpit, membuat masyarakat mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Termasuk dengan memanfaatkan anak untuk bekerja bahkan pekerjaan yang membahayakan diri anak.

Selain itu paham sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan, sukses membuat masyarakat mengambil solusi tercepat untuk mengatasi keterhimpitan ekonomi. Tanpa memperhatikan lagi, halal dan haram.

Ditambah lagi solusi dari pemerintah yg jauh panggang dari api, maka wajar jika kemudian penetapan banyak KLA, misalnya.  Yang hanya dilihat dari indikator administrasi lembaga serta bangunan fisik saja,  tidak akan mampu untuk menyelesaikan problem kekerasan pada anak.

Anak Akan Terlindungi Hanya dalam Naungan Islam

Dalam Islam diwajibkan bagi negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk anak. Sehingga anak dapat hidup aman, serta tumbuh dan berkembang dengan sempurna.

Islam mewajibkan anak yang belum baligh untuk berada dalam pengasuhan orang tuanya. Islam juga mewajibkan para orang tua untuk melakukan pengasuhan yang sesuai dengan syariat Islam. Pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua harus pengasuhan lemah lembut yang menjaga fisik dan mental anak.

Rasulullah saw. bersabda, "Hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras dan keji." (HR Bukhari)

Islam juga memberikan aturan untuk memukul anak yang berusia 10 tahun. Akan tetapi pukulan tersebut adalah bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anak akan kewajiban salat. Selain itu pukulan tadi dimaksudkan untuk mendidik dan membawa perbaikan bukan pukulan yang menyakitkan dan menimbulkan bekas luka apalagi menyebabkan bahaya besar kepada anak. Pukulannya juga tidak diarahkan ke wajah atau tempat yang membahayakan, apalagi mematikan (Fatwa Nurun ala Darb (13/2))

Islam juga menetapkan adanya keimanan kepada Allah dan Hari Akhir sehingga setiap individu menyadari adanya pertanggungjawaban kepada Allah. Dengan ketakwaan yang kuat, semua individu (termasuk orang tua) akan senantiasa memberikan perlindungan terbaik bagi anak. 

Ketakwaan ini pula yang membuat penguasa  menerapkan aturan yang memastikan semua anak terhindar dari segala bentuk kekerasan, serta melindungi dari berbagai ancaman. Walhasil, penerapan syariat Islam kafah dalam naungan Khilafah adalah jaminan perlindungan anak secara hakiki dalam kehidupan. Allahu a'lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post