INSIDEN SALMAN RUSHDIE ANTARA IMPUNITAS BARAT DAN GHIRAH MUSLIM


Oleh : Nurhidayati Hamzah

Salah satu novel karya Salman Rushdie berjudul  The Satanic Verses, yang diterbitkan tahun 1988 lalu sempat menjadi kontroversial sebab daripada isi novel itu sendiri. Salman Rushdie sendiri merupakan penulis novel yang menjadi terkenal di Inggris setelah novel berjudul Midnight children di rilisnya ke publik, sedangkan The Satanic Verses merupakan karya berikutnya yang turut mengundang perhatian sekaligus amarah seluruh dunia terutama kaum muslim saat itu. Dikutip dari Hidayatullah.com pemicu amarah orang-orang saat itu sebab penggambaran karakter Nabi Muhammad dengan tokoh cerita bernama “Mahound”. Nama Mahound sendiri sering digunakan dalam drama Kristen abad pertengahan untuk menggambarkan tokoh setan. Penggambaran tokoh Mahound sendiri dibuat mirip dengan kisah Nabi Muhammad SAW. Selain itu Rushdie juga menamai dua belas pelacur bordil dengan nama-nama istri Nabi Muhammad yang kemudian disimpulkan kaum muslim terdapat maksud terselubung lahirnya novel ini yaitu ingin memberitahu orang-orang lewat bukunya bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi palsu. Naudzubillah’min dzalik
   
Alhasil dari perbuatan laknatnya tersebut, Salman Rushdie mendapat kecaman dan teror banyak pihak, termasuk diantaranya tanggapan tegas pemimpin spiritual Iran Ayatullah Ruhollah Khomeini yang pernah  mengeluarkan fatwa pembunuhan Rushdie tahun 1989 lalu, tepat setahun setelah novel The Satanic Verses (1988) diterbitkan. Pada Februari 1989, sejumlah orang meninggal dalam kerusuhan anti-Rushdie di Teheran. Selain itu dikutip dari moeslimchoice.com Kedutaan Inggris juga dilempari batu oleh anti-Rushdie yang kemudian ditanggapi serius Amerika serikat, Prancis dan negara barat lainnya yang mengancam fatwa pemburuan Rushdie tersebut. Akibat hal itu juga, Rushdie sempat menyembunyikan dirinya dari dunia publik, ditambah dengan diutusnya dua orang polisi yang bertugas melindungi keselamatan penulis novel tersebut. 

Terkait keyakinan yang dianutnya tentu menjadi perbincangan utama kasus Salman Rushdie ini, diketahui bahwa Rushdie merupakan seorang anak dari keluarga muslim India, namun memilih sendiri menjadi seorang atheis. Dari sini publik harusnya dapat menyimpulkan sendiri alasan Rushdie menjadikan salah satu novel karyanya berisikan hal yang mencoreng kemuliaan identitas Islam yaitu Rasulullah SAW. 

Mayoritas sikap kaum muslim terhadap kasus ini, menjadi bukti bahwa masih ada keimanan yang tertancap dalam jati diri kaum muslim begitu sosok Sang Rasul tidak dihormati, dihina, bahkan direndahkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Namun sejalan dengan itu, banyak kubu kontra yang tidak datang hanya dari kaum kafir barat saja melainkan juga datang dari simpatis kaum muslim sendiri, dimana tidak sedikit dari mereka menyayangkan adanya kerusuhan dan kekacauan yang terjadi sampai berakibat pada hilangnya banyak nyawa. Mereka berpendapat bahwa alangkah baiknya bersabar dan menyelesaikan masalah ini dengan tanpa kekerasan. Lantas manakah solusi yang tepat atas permasalahan ini, benarkah muslim seharusnya bersabar dan berdoa saja agar masalah ini hilang dan lenyap dengan sendirinya?.

~Nyatanya Impunitas Barat
Impunitas sendiri merupakan istilah dari pembebasan hukum atas seseorang yang bersalah atau bisa disebut  nirpidana. Dalam kasus Rusdhie sendiri, Rushdie di ‘nirpidanakan’ lagi-lagi atas dasar tuntutan kebebasan berekspresi dalam tanda kutip HAM yang menjadi faktor utama barat bisa menang atas penindasan mereka terhadap kaum muslim selama ini. Perlindungan juga dukungan secara gamblang diberikan kafir barat untuk menjatuhkan Islam. Mereka menjadikan aturan-aturan yang mereka buat untuk berlaku semena-mena dan sekali lagi publik secara terpaksa maupun tidak harus mengikuti keputusan mereka.

Selain kasus Rushdie ini, sudah banyak kejadian penistaan terhadap Islam lainnya yang tidak bisa dimaafkan hingga sekarang, bagaimana tidak pelaku utama yang harusnya dihukum berat malah hidup bebas tanpa jeratan hukum yang membuatnya jera. Menindak hal ini kaum muslim yang mestinya maju di garda terdepan membela junjungannya, panutannya, kekasihnya juga sosok yang akan memberikan syafaatnya di akhirat kelak,  justru tak dapat berkutip sedikitpun sebab lagi-lagi yang berkuasa ialah barat dengan segala implementasi bobrok dan rendahnya aturan berdasarkan nafsu mereka. 

~Perlunya Ghirah Kaum Muslim
“Tidak seorang pun diantara kalian beriman (dengan iman yang sempurna) sampai aku (Nabi Muhammad SAW) lebih dicintainya daripada anaknya, orangtuanya, dan seluruh umat manusia” (HR.Muslim) 
Dari hadits diatas, sudah cukup menjadi patokan kita dalam memahami betul bagaimana sikap kita ketika kasus seperti ini terjadi.  Mencintai Nabi Muhammad adalah salah satu bentuk keimanan kita kepada Allah SWT. Bahkan belum sempurna iman kita jika kita masih bersikukuh lebih mencintai diri sendiri dibandingkan mencintai Rasulullah SAW. Dengan mengaku mencintai Nabi pula maka kita harus bertanggung jawab atas apa-apa yang berhubungan dengan Rasul, salah satunya menyangkut tentang penghinaan yang tidak bisa dibiarkan, segala usaha dan jerih payah Rasulullah menegakan Islam dan menjadikan kita semua ummat yang beruntung sebab terlahir menjadi ummat Muhammad yang sangat dicintai beliau, bahkan diakhir hayat Rasulullah sendiri, beliau masih mengingat kita, ummatnya. 

Ini pula menjadi jawaban atas pertanyaan sikap kaum muslim saat dirundung dilema bagaimana tanggapan yang harus dikemukakannya saat secara jelas dan terang-terangan ada orang yang menghina Rasulullah SAW. dan mirisnya sang pelaku dibiarkan bebas begitu saja. Tentu tidak bisa dengan sabar dan berdoa saja, bayangkan bila kaum muslim seluruh dunia berlaku seperti ini ketika Islam ditindas, apa yang terjadi? Tentu ini akan menjadikan kemenangan besar yang menjadi impian kaum kafir sejak lama, pandangan awam seketika berubah begitu tahu bahwa segala upaya mereka menghancurkan muslim didukung penuh oleh kekuatan besar dunia. Contoh paling jelas adalah musibah yang menimpa saudara kita di Palestina. 

Ghirah muslim sangat penting untuk dimiliki dan dipampang setiap muslim ketika dia tahu sosok Rasulullah yang mulia ditindas dan dihina begitu saja tanpa rasa bersalah sedikitpun dari sang pelaku. Ghirah dalam Bahasa Arab secara literal bisa bermakna cemburu. Adapun secara terminologis yakni semangat yang menggelora dalam setiap jiwa manusia. Ghirah yang diperlukan kaum muslim akan menjadi pembeda dirinya sebagai seorang muslim dengan mereka yang tidak kenal Rasulullah.

Berkaca pada masalah yang sama pada masa lampau, dengan hanya menghukum penista agama saja tidak cukup menutup kemungkinan akan lahir Rushdie lain yang menyerupai perilaku nya, bahkan mungkin lebih parah dari yang kita bayangkan. Sebab itu, cara satu-satunya yang bisa menghentikan permasalahan ini sampai ke akar-akarnya adalah dengan mewujudkan sebuah institusi negeri bernama Khilafah, sebab sumber kekuatan kaum muslimin dalam menghadapi para penista agama ada disana, selain itu aqidah umat Islam juga terjaga bukan hanya peran individu melainkan pemerintah turut andil sebesar-besarnya dalam menjaga aqidah tersebut. Khilafah akan menindak secara tegas pelaku penista agama tersebut. Jika pelaku bergerak secara individu maupun kelompok maka khilafah akan memberlakukan sanksi ta’zir atas perbuatan mereka. Ta’zir sendiri adalah sanksi yang hak penetapannya diberikan kepada Khalifah. Yang dapat berupa hukuman mati, jilid, penjara, pengasingan, pemboikotan, salib, ganti rugi, melenyapkan harta, mengubah bentuk barang, ancaman yang nyata, nasihat, pencabutan hak Maliyah, pencelaan, publikasi pelaku kejahatan pada masyarakat, tergantung pada tingkat kemaksiatannya. Untuk tindakan kejahatan seperti mengolok-ngolok Rasulullah SAW, hukumannya adalah dibunuh. Sampai disini kita menyadari bahwa pentingnya khilafah dalam negara, selain untuk mencegah kasus seperti Salman Rushdie ini kembali terjadi, juga sebagai bentuk takwa kita untuk mau tunduk dalam aturan yang sudah Allah SWT tetapkan untuk ummat manusia.

Post a Comment

Previous Post Next Post