BBM Melejit, Sebuah Kezaliman Nyundul Langit


Oleh Merli Ummu Khila
Pemerhati Kebijakan Publik

Satu komoditi yang naik harga saja, rakyat kecil kelimpungan. Drama minyak goreng hampir setahun meramaikan perdapuran ibu-ibu nusantara. Dari langkanya minyak goreng, panic buying, ricuhnya subsidi hingga anjloknya harga sawit turut menambah kekonyolan di negeri penghasil minyak sawit terbesar di dunia ini. Lalu diikuti dengan kenaikan harga telur, bawang merah, dan cabai merah. Kemudian yang menjadi pamungkas adalah diumumkannya kenaikan harga 3 jenis BBM bersubsidi oleh pemerintah.

Seperti dikutip dari Bisnis.com, 04/09/2022, PT Pertamina (Persero) resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yaitu Pertalite dan Solar per 3 September 2022. Tidak hanya itu, harga BBM Pertamax nonsubsidi juga mengalami kenaikan. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di depan awak media di Istana Negara, pada Sabtu, 03/09/2022. Dari laman resmi MyPertamina, harga BBM Pertalite mengalami kenaikan sebesar 30 persen dari harga sebelumnya Rp7.650 per liter naik menjadi Rp10.000 per liter. 

Rakyat menjerit, UMKM bertumbangan, ojek online sepi penumpang. Menaikkan harga BBM sama saja dengan menaikkan harga semua komoditi. Tidak perlu mununggu satu hari setelah kenaikan harga, semua komoditas ikut merangkak naik sebagai konsekuensi logis dari mahalnya harga BBM. Hal inilah yang membuat rakyat semakin kecewa dan marah. Apalagi kenaikan harga ini justru di kala harga minyak dunia sedang turun. Maka wajar kalau masyarakat menganggap keputusan pemerintah ini merupakan bentuk kezaliman luar biasa.

Alasan Ngawur dan Tidak Rasional

Kenaikan BBM ini menjadi keputusan yang kontradiktif dengan harga minyak dunia yang cenderung turun. Di saat beberapa negara di dunia beramai-ramai menurunkan harga BBM, pemerintah justru mengumumkan kenaikan harga dengan memakai diksi menyesuaikan harga. Selain itu, pemerintah juga berdalih bahwa kenaikan BBM ini karena selama ini subsidi tidak tepat sasaran. Pemerintah mengeklaim bahwa 80% Pertalite dan 95% Solar justru dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. 

Hal ini tentu tidak sepenuhnya benar, mengingat BBM bersubsidi ini digunakan oleh angkutan umum, ekspedisi dan tentu saja oleh kendaraan bermotor. Mobilitas masyarakat ini sangat berkaitan erat dengan denyut nadi perekonomian. Bagi UMKM yang menggunakan jasa angkutan atau bagi sopir angkutan umum ini menjadi dilema. Jika bertahan dengan tarif lama, maka akan semakin sedikit jumlah pemasukan, namun menaikkan tarif akan berdampak pada berkurangnya konsumen. Namun pada akhirnya terpaksa menaikkan tarif. Lalu siapa yang dimaksud pemerintah golongan masyarakat mampu tersebut?

Jikalau benar subsidi BBM ternyata tidak tepat sasaran, ini mengkonfirmasi ketidakbecusan pemerintah mengatur distribusi BBM bersubsidi. Harusnya pemerintah membenahi regulasinya bukan menyetop subsidinya. Hal ini semakin memperjelas kinerja pemerintah yang terkesan serampangan menangani permasalahan. Bukannya memperbaikinya tapi justru menambah masalah baru. Masyarakat justru kehilangan haknya untuk mendapatkan subsidi tersebut.

BBM Naik, Semua Ikut Naik

Kenaikan BBM menjadi isu krusial yang harusnya dikritisi semua pihak. Energi merupakan kebutuhan dasar publik yang sangat penting. Seiring perkembangan zaman, kecanggihan teknologi membutuhkan energi sebagai komponen penggeraknya. Mobilitas masyarakat yang padat, pendistribusian barang dan jasa, serta keberlangsungan perekonomian meniscayakan konsumsi energi yang tinggi. Sehingga penentuan harga suatu barang atau jasa menjadikan energi sebagai modal utama. Dari sinilah terjadinya efek domino.

Sebagai pelaku ekonomi, harga yang ditentukan berdasarkan modal ditambah laba, ketika modal semakin besar, maka pelaku ekonomi akan menekan biaya produksi atau menaikkan harga untuk menyiasatinya agar mendapatkan keuntungan. Pada akhirnya, konsumenlah yang akan menanggung akibat dari kenaikan harga BBM ini. Padahal, efek langsung dari kenaikan BBM saja sudah memberatkan apalagi ditambah kenaikan semua komoditi.

Unjuk Rasa pun Tidak Mengubah Keadaan 

Respon masyarakat terhadap kenaikan BBM ini tidak hanya membanjiri laman media sosial, tapi juga turun ke jalanan menuntut keadilan. Tercatat 2 hari setelah diumumkan kenaikan harga BBM, tepatnya tanggal 5/9/2022 baik mahasiswa dan buruh mulai turun ke jalan menggelar aksi. Hingga hari ini sudah 2 pekan terjadi gelombang protes baik di Jakarta maupun berbagai kota lainnya. Namun, belum ada respon dari pemerintah seolah dianggap angin lalu. 

Namun sepertinya rakyat belum juga menyerah,  perwakilan buruh mengancam akan mengerahkan puluhan ribu buruh secara serentak di 34 provinsi di Indonesia pada  4 Oktober 2022 mendatang. Hal ini ditegaskan oleh  Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers pada 17 September 2022 lalu. Said menyebutkan akan ada 5.000 sampai 7.000 buruh yang akan melakukan aksi demonstrasi menuntut pemerintah menurunkan harga BBM. Mungkinkah pemerintah mengubah keputusan? Jika melihat ke belakang, belum pernah demo BBM berhasil menganulir keputusan pemerintah.

Ketika Energi Dikapitalisasi

Mahalnya energi bagi rakyat adalah sebuah keniscayaan karena sumber energi tidak lagi dikuasai oleh negara. Liberalisasi minyak bumi dan gas (Migas) adalah kejahatan yang dilindungi sistem dan didukung rezim.  Sejak berlakunya UU Migas No. 22/2001 tentang minyak dan gas bumi, negara menyerahkan semua sumber daya alam dikuasai oleh asing dari sektor hulu hingga hilir. Bahkan, dalam negara tidak lagi diberi ruang untuk mengatur.

Hal inilah yang menjadikan negara seolah tidak berdaya di bawah tekanan kapitalis. Swasta diberikan keleluasaan mengeruk sumber daya alam yang kelak akan dijual pada rakyat. Ibarat rakyat yang punya sumurnya, tapi air dari sumur tersebut justru harus dibeli rakyat dengan harga yang mahal. Asas bernegara yang menjadikan kekuasaan sebagai alat mengeruk keuntungan tidak akan pernah berhenti memeras rakyat. Kekuasaan yang didapat dari hasil kongkalikong antara calon penguasa dengan pengusaha akan menghasilkan kebijakan dibawah dikte pengusaha.
 
Kezaliman Ini Harus Diakhiri

Maka dari itu, tidak ada alasan untuk berdiam diri karena sama saja dengan melanggengkan kesengsaraan. Rakyat harus sadar bahwa tipe kepemimpinan yang masih menggunakan sistem kapitalis  yang berasaskan sekularisme tidak akan pernah menjadikan rakyat sebagai prioritas. Rezim berganti rezim, BBM akan selalu mengalami kenaikan karena kesalahan utama tidak hanya karena kesalahan rezim tapi sistem.

Dalam Islam, sumber energi termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh diserahkan pada asing atau swasta. Negara wajib mengelolanya dan hasil sumber daya alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw. bahwa "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad) .Hadis tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Maka, ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.

Inilah pentingnya penerapan sistem Islam dalam kehidupan bernegara, karena akar permasalahan semua problematika kehidupan hanya mampu diselesaikan oleh sistem Islam. Jika ingin terbebas dari penjajahan ekonomi berupa swastanisasi sumber daya alam, maka hanya dengan penerapan hukum Islam.

Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post