Tepatkah Melatih Siswi Berhijab, Dianggap Perundungan ?


Oleh : Hawilawati
(Muslimah Peduli Generasi)
---

Dilansir kumparanNews.com Seorang siswi kelas 10 di SMAN 1 Banguntapan diduga mengalami depresi diduga karena dipaksa gurunya untuk mengenakan jilbab. Peristiwa tersebut terjadi pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). (31/07/22).

Laporan kasus tersebut  telah sampai ke Ombudsman RI perwakilan DIY. Kepala ORI DIY Budhi Masturi akan menelusuri dugaan perundungan dalam peristiwa tersebut. Dia menilai pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri yang bukan berbasis agama bisa masuk kategori perundungan.

Pasca kasus tersebut menuai respon  yang sangat beragam, bahkan muncul cuitan yang viral di media sosial Twitter dengan menampilkan gambar para siswi berpakaian putih abu tanpa menutup auratnya, untuk menyerukan agar seragam sekolah negeri kembali "seperti dulu".
Di dalam gambar tersebut tertulis "sekolah negeri, bukan sekolah Islam". Tulisan tersebut seakan memberi pesan bahwa seragam yang menutup aurat (hijab) hanya untuk sekolah yang berbasis Islam saja, bukan untuk sekolah negeri.


Subhanallah, membaca berita demikian sungguh miris. Tentu kita memahami maksud baik pihak sekolah sangat menganjurkan para siswinya berhijab adalah untuk kebaikan dan keselamatannya, bukan untuk menjadikan siswinya depresi sebagaimana yang diviralkan di media.

Siapapun yang memahami tuntunan syariat, tentu akan sangat mengapresiasi kepada pihak sekolah yang memiliki aturan bagi siswinya yang muslim untuk berhijab, ini sebagai bukti kepedulian sekolah terhadap  generasi agar senantiasa terjaga auratnya dan melatih generasi untuk taat kepada perintah Allah Swt. 

Jika kasus tersebut sampai dikatakan salah satu bentuk perundungan, sungguh tidaklah tepat. Sebab, aturan berhijab bukan upaya untuk mencelakakan siswinya, justru sebaliknya. Berhijab juga bukan  semata-mata sebab aturan atau perintah dari pihak sekolah,  dan juga bukan hanya diperuntukkan untuk siswi yang bersekolah di sekolah Islam saja, tetapi yang harus  lebih dipahami berhijab merupakan perintah Allah Swt yang statusnya wajib  bagi setiap Muslimah yang sudah Mukallaf.

Mukallaf adalah seorang muslim yang sudah aqil baligh. Jika anak sudah berada dalam level mukallaf, maka baginya sudah terkena beban hukum Islam (taklif). Sebab Allah telah memberikan catatan amalan sempurna baginya. Artinya segala perbuatan dan konsekuensinya akan berjalan dengan sempurna untuk setiap manusia.  Pahala dan dosa sudah sempurna akan di terimanya. Jika ia berbuat sesuai perintah Allah maka akan tercatat amal sholih di buku catatan amalannya. Namun sebaliknya, jika ia melanggar syariat Allah maka konsekuensinya dosa yang akan diterimanya. 

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ 

“Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: [1] orang yang tidur sampai dia bangun, [2] anak kecil sampai mimpi basah (baligh) dan [3] orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa   diluar tiga golongan diatas, maka setiap amalan perbuatan manusia tak luput dari pena yang akan mencatat setiap amalan manusia. Sehingga   anak-anak yang terkategori sudah baligh harus terus dibimbing untuk gemar melakukan amal sholih.

Dibalik kewajiban  berhijab (berpakaian menutup aurat) kepada setiap muslimah yang sudah baligh adalah sebagai salah satu amal sholih, bukti cinta seorang hamba kepada RabbNya. Hijab hakikatnya menunjukkan identitas seorang muslimah, yang dapat menyelamatkan dirinya baik di dunia dan di akhirat, sekali lagi bukan untuk mencelakakan, apalagi membuat depresi orang yang menggunakannya.

Sebagaimana firman Allah ta'ala sebagai berikut : 

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan perempuan mukmin, “hendaknya mereka mengulurkan jilbab mereka keseluruh tubuh mereka.” Demikian itu agar merak mudah dikenal dan tidak diganggu…” [QS. Al-Ahzab: 59]

Tentu sungguh menyedihkan jika seorang siswi yang sudah terkategori mukallaf namun ia merasa berat untuk menjalankan perintah Allah hingga berdampak depresi. Mengapa sampai terjadi demikian?  Tentu hal ini terjadi bukan tanpa sebab.

Dikotomi antara sekolah umum negeri dengan sekolah Islam di negeri ini, semakin tampak. Hal ini  menguatkan nilai Sekulerisasi dalam dunia pendidikan. Seakan-akan ilmu agama serta pengamalannya hanya berlaku bagi sekolah islam saja, sementara untuk sekolah negeri, pelajaran  agama serta aplikasinya dianggap sebagai pilihan dan tidak penting. 

Minimnya alokasi waktu pelajaran agama di sekolah negeri, membuat pribadi para siswa/i yang beragama Islam sangat terbatas memahami ajarannya sendiri. Alhasil generasi Islam  lemah terhadap pemahaman agamanya. Pun demikian, kondisi siswa/i yang berada di sekolah  berbasis Islam jika dalam pengajarannya  cenderung tekstual (teoritis) saja, ini juga akan berdampak pemahaman agama  tidak melekat dalam diri generasi. Alhasil output yang dihasilkan dalam dunia pendidikan saat ini jauh dari pribadi unggul yang berkepribadian Islam. Sebab itu penting sekali pembahasan pakaian taqwa dibahas secara mendalam dan sempurna dalam kurikulum pendidikan.

Sudah seharusnya bagi siapapun bertanggung jawab terhadap perkembangan siswa/i menjadi pribadi yang baik dihadapan Allah, baik berasal dari sekolah Islam maupun sekolah negeri, pendidikan harus diarahkan bahwa setiap diri manusia harus memahami statusnya sebagai hamba Allah yang terikat dengan syariatNya, salah satu pembuktiannya ia harus siap menjalankan  kewajiban menutup aurat, dilakukan dengan  keikhlasan, senang hati, ringan dan  tidak merasa dipaksa.

Menanamkan pemahaman berhijab memang tidaklah instan butuh proses dan kesabaran, disertai dengan tahapan  yang jelas  dan arahan yang  tepat. Anak-anak tidak dibiarkan belajar sendiri tanpa arahan, bahkan tidak dibiarkan amalan sholih diamalkan menunggu kesadaran sendiri, sebab kita tidak tahu entah kapan kesadaran itu akan muncul. Sementara target kewajiban berhijab mulai diamalkan sejak  anak perempuan memasuki usia baligh. Disinilah pentingnya edukasi berhijab terus menerus  dilakukan dengan  dukungan penuh dari berbagai lini dengan penguatan maklumat tsabiqoh (informasi yang benar dari Islam)

Adapun beberapa upaya yang harus dilakukan agar siswi ringan menutup aurat dimanapun berada, diantaranya : 

Pertama, pada fase anak-anak pra baligh. Sekalipun menutup aurat pada fase ini tidak wajib, namun orangtua sangat penting memperkenalkan pakaian taqwa sedari dini, latih anak-anak perempuan untuk terbiasa berpakaian menutup aurat saat keluar rumah. Pada masa ini tugas orangtua sebagai role model terbaik untuk mencontohkan dan pemberi support terbesar. Agar kelak baligh anak perempuan sudah terbiasa berhijab dan percaya diri. 

Kedua, ketika anak-anak memasuki fase tamyis (7-10 tahun), ia sudah mampu membedakan perkara yang  baik dan buruk. Pada fase ini, Pemikiran anak-anak telah naik satu level yaitu mampu berpikir dengan  pemahaman. sebab nalarnya sudah berfungsi dengan baik. Sehingga edukasi berhijab, tidak sekedar pembiasaan saja , tapi sudah  dengan  pemahaman yang benar dan  sempurna. 

Kurikulum pendidikan terbaik akan memuat secara rinci dan mendalam bab pakaian taqwa,  mulai dari penjelasan apa itu aurat,  batasan aurat laki-laki dan perempuan, kepada siapa saja aurat itu harus ditutup dan boleh ditampakkan, apa saja  keutamaan menutup aurat dan siapa saja yang wajib menggunakan pakaian yang menutup aurat (berhijab) serta  konsekuensi bagi muslimah yang melanggar /tidak berhijab. Penjelasan ini tentu disertakan dengan  pemahaman dalil-dalil syar'i yang kuat. Target kompetensi materi ini adalah seluruh siswi dan para guru muslimah mampu untuk mengamalkannya.

Ketiga, ketika siswi memasuki  fase baligh, kesiapan menutup aurat akan sangat terlihat, ia pun akan merasa  senang dan percaya diri  dalam menjalankan perintah Allah Swt untuk menutup aurat dimanapun ia berada. Bahkan ia merasa bersalah atau berdosa tatkala menampakkan auratnya.

Mari kita dukung gerakan seragam sekolah yang dapat menyelamatkan generasi hingga akhirat yaitu seragam sekolah yang dapat menutup aurat.
Jangan biarkan kehidupan generasi rusak, berawal dari ketidak pahaman pakaian terbaiknya sendiri (pakaian taqwa), jangan sampai mereka justru ringan untuk terang-terangan mengumbar aurat di halayak umum bahkan diviralkan via konten di sosial media yang akan dilihat jutaan pasang mata, yang akan menjadi dosa jariyah. Oleh karena itu penting sekali peran orangtua,  sekolah, masyarakat dan penguasa untuk mengontrolnya apa yang dipakai dan dilakukan generasi dengan edukasi disertai pemahaman yang benar. Bukan justru membiarkan generasi berpakaian bebas membuka aurat dengan alasan HAM yaitu kebebasan berekspresi. 

Generasi Islam secara fitrah memiliki pribadi yang baik, sebab itu jadikan mereka sahabat untuk senantiasa fastabiqul khoirot (berlomba dalam kebaikan) bermula  memberikan pemahaman setiap amalan sholih  dengan pembinaan yang menyenangkan, menyentuh hati, dan diskusi-diskusi menarik hingga membuat mindset mereka terbuka dan takjub terhadap ajaran Islam.  Insya Allah generasi cerdas akan senantiasa semangat menuntut ilmu dan tertarik serta ikhlas dalam mengamalkan setiap ajaran Islam, tak terkecuali merasa ringan untuk menutup auratnya tanpa tapi dan nanti. Wallahu'alam bishowwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post