Tarif Ojol Naik, Siapa Paling Untung?


Oleh: Rahmawati Ayu Kartini
 (Pemerhati Sosial)

Tarif Ojek Online (ojol) akan mengalami kenaikan mulai Senin, 29 Agustus 2022. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) Nomor 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Aturan itu diteken pada 4 Agustus 2022.

Tarif yang awalnya akan diberlakukan pada 15 Agustus 2022, pelaksanaannya pun diundur ke tanggal 29-30 Agustus 2022 karena dibutuhkan masa sosialisasi yang lebih panjang.

*Memicu Inflasi*

Berikut rincian tarif ojol terbaru berdasarkan KM Nomor 564 Tahun 2022: a. Zona I meliputi: Sumatera, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali. Biaya jasa batas bawah sebesar Rp1.850/km, biaya jasa batas atas sebesar Rp2.300/km, dan biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp9.250 sampai Rp11.500. b. Zona II meliputi: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Biaya jasa batas bawah sebesar Rp2.600/km, biaya jasa batas atas sebesar Rp2.700/km, dan biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp13.000 sampai Rp13.500. c. Zona III meliputi: Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua. Biaya jasa batas bawah sebesar Rp2.100/km, biaya jasa batas atas sebesar Rp2.600/km, biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp10.500 sampai Rp13.000.

Pakar ekonomi Universitas Airlangga, Rumayya Batubara berpendapat, kenaikan tarif ojol 30-50% bisa membuat masyarakat meninggalkan transportasi ini.

Bukan tanpa alasan, merujuk pada riset dengan 1.000 koresponden di tiga wilayah, 53,3% diantaranya memilih akan menggunakan moda transportasi umum lain atau pribadi jika tarif ojol naik.

Sementara 57% responden mengaku akan memilih untuk mengurangi pengeluaran mereka dalam konsumsi demi bisa memotong pengeluaran.

Tidak hanya itu, inflasi juga diprediksi meningkat drastis jika tarif ojek online naik. Menurut pakar dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda, ada dua faktor yang mendorong inflasi menjadi lebih tinggi. Pertama, krisis energi dan pangan yang saat ini masih terjadi dan membuat harga komoditas naik. Kedua, kebijakan pemerintah atau aturan yang ikut andil berkontribusi mengerek inflasi.

Daya beli masyarakat juga diprediksi menurun dan membuat konsumsi rumah tangga turut terdampak signifikan ( _suara.com_)

*Siapa Paling Diuntungkan?*

Naiknya tarif Ojol ini tentu saja menambah beban rakyat, di tengah rencana pemerintah menaikkan kenaikan harga BBM atau bahan bakar minyak bersubsidi, termasuk pertalite. Asosiasi ojek online menilai, hal ini akan membuat peningkatan pendapatan pengemudi semakin tipis meski tarif meningkat.

“Banyak sekali masyarakat yang menilai tarif taksi dan ojek online sejak 2021. Padahal yang naik itu potongan bagi hasil dengan aplikator. Tarif yang kami terima boro-boro naik,” katanya. ( _katadata.com_)

Studi yang dilakukan RISED menyebutkan bahwa ada 75 persen penurunan order di lima kota besar yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar dan Surabaya. Menurutnya ada pergeseran keseimbangan konsumen yang sudah nyaman dengan tarif lama dan masih merasa tarif baru menjadi sedikit mahal.

Sedangkan Riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat 120 ribu UMKM tradisional berhasil merajut usaha online dengan bergabung ekosistem Gojek sejak Maret 2020. Dengan adanya kenaikan tarif Ojol tentu akan mempengaruhi omset UMKM ( _viva.co.id_).

Jelaslah bahwa rakyat kecil makin terbebani dengan naiknya tarif Ojol. Perusahaan Ojol-lah yang mendapatkan keuntungan terbesar dari persentasi bagi hasil dengan driver Ojol. 

Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Rifki Fadilah, dikutip dari VIVA.co.id mengatakan bahwa peraturan yang dibuat oleh Kementerian Perhubungan ini seharusnya tidak hanya menguntungkan satu sisi sementara sisi lain malah relatif tidak diuntungkan sama sekali.

*Islam Mengatur Sistem Transportasi*

Masalah kenaikan tarif Ojol yang membebani rakyat, sejatinya bukan persoalan untung rugi. Namun, bagaimana seharusnya rakyat mendapatkan transportasi yang mudah dan murah.

Tidak akan pernah teratasi selama akar masalahnya model pengelolaan layanan publik yang tegak pada paradigma bisnis. 
Serta ketika negara masih menerapkan sistem ekonomi kapitalistik neoliberal yang tegak di atas prinsip kebebasan, terutama kebebasan kepemilikan dan kebebasan berperilaku. 

Dalam sistem ini, sektor publik niscaya diliberalisasi dan dikomersialisasi atau dikapitalisasi. Sementara negara memposisikan dirinya hanya sebagai regulator dan fasilitator saja. Bahkan negara bertindak sebagai perusahaan alias korporasi yang boleh ikut bermain dan mencari untung, sebagaimana yang terjadi pada hari ini.
Hal ini sangat berbeda jauh dengan aturan-aturan Islam. Islam mengharamkan siapa pun mencari untung dari pengelolaan harta publik atau dari penyediaan hak-hak publik. Apakah negara, apalagi swasta. Islam justru memerintahkan kepada negara agar mengoptimalkan pelayanan agar seluruh rakyat bisa mendapatkan seluruh harta yang ditetapkan syariat sebagai miliknya serta memperoleh layanan yang ditetapkan syariat sebagai haknya dengan mudah, murah, bahkan cuma-cuma. 

Di antara harta itu adalah air, energi termasuk listrik dan gas, juga padang gembalaan termasuk sumber daya hutan. Sementara yang termasuk layanan publik adalah jaminan kesehatan, pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, termasuk jalan tol, dan lain-lain.

Negara akan menempatkan dirinya sebagai pengurus ( _raa-in_) sekaligus penjaga umat ( _junnah_), sehingga kesejahteraan akan mewujud secara adil dan merata. Bukan malah menjadi sumber kesengsaraan bagi rakyatnya.

Sehingga jika ada perusahaan transportasi yang menaikkan tarif Ojol karena melihat peluang keuntungan lebih besar dari pengguna dan driver Ojol yang makin banyak, pemerintah tidak selayaknya lepas tangan. Namun harus menyediakan sistem transportasi yang memudahkan rakyatnya untuk mengakses. Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah Saw sebagai kepala negara yang menyediakan dokter gratis bagi rakyatnya ketika di Madinah. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Cukuplah sabda Rasulullah saw. ini sebagai peringatan: “Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga.” (HR Muslim). _Wallaahu a’lam bi ash-Shawwab._

Post a Comment

Previous Post Next Post