Sistem Islam Memberantas Korupsi Secara Tuntas


Oleh : Rosi Kuriyah
(Muslimah Peduli Umat)

Di pertengahan bulan Agustus ini  tepatnya Jum'at 19 Agustus 2022 dilansir dari Kompas.com   ada pemberitaan mengenai KPK melakukan OTT terhadap Rektor Unila Prof. Dr. Karomani saat mengikuti kegiatan character building. Dalam OTT tersebut, KPK juga mengamankan tujuh orang. 

Karomani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menerima suap hingga Rp5 miliar dari orang tua calon mahasiswa baru yang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila. Selain Karomani, KPK juga menetapkan Wakil Rektor Bidang Akademik Heryandi dan Ketua Senat Unila M. Basri sebagai tersangka.

Hal ini membuat heran Nizam sebagai PLT Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Riset dan Tehnologi (Diktiristek) saat dihubungi Kompas com, Sabtu (21/8/2022)
Nizam mengatakan bahwa Kejadian ini akan menjadi pembelajaran bagi kita untuk terus menerus melakukan perbaikan data kelola dan peningkatan pengawasan dengan tetap mendorong otonomi perguruan tinggi yang sehat dan akuntabel. Nizam juga sangat menyesalkan adanya kejadian suap yang dilakukan rektor tersebut.
Padahal menurut Nizam, saat ini Kemendikbud Ristek sedang mendorong perguruan tinggi menjadi zona berintegrasi, bebas dari korupsi.

Sebenarnya kasus korupsi sudah terjadi berulang kali. Tapi, korupsi kali ini sangat ironis. Dunia pendidikan tinggi yang seharusnya mencetak akademisi, intelektual, hingga calon ilmuwan, pada akhirnya harus terkena imbas kotornya sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan). Bila di bidang  pendidikan sudah tercemar budaya korupsi, apa yang tersisa dari pembentukan karakter generasi muda  di negeri tercinta ini?

Sudah banyak kasus korupsi di negeri ini marak terjadi. Namun, korupsi yang menimpa Rektor Unila begitu menyita perhatian publik karena sang Rektor dikenal sangat vokal mengampanyekan antiradikalisme di perguruan tinggi yang ia pimpin.

Selama ini tegas menangkal radikalisme di kampus, ternyata ia sendiri yang “radikal” dalam aspek kriminal. Revolusi mental yang selama ini digagas pemerintah Jokowi tampaknya gagal total. Character building yang selalu menjadi gagasan dan slogan, berujung kandas seiring penangkapan Rektor Unila. 

Maka dari itu, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) pun mendesak agar jalur mandiri di semua perguruan tinggi negeri (PTN) dihapus. Mendikbudristek Nadiem Makarim merespon hal ini dan mengatakan masih memonitor pelaksanaan jalur mandiri di setiap PTN dan melihat situasinya terlebih dahulu.

Pelaksanaan jalur mandiri memang rentan korupsi. Ada anggapan di masyarakat, penerimaan jalur mandiri calon mahasiswa baru bergantung pada kemampuan orang tua membayar sejumlah uang yang disyaratkan. Pendek kata, orang tua harus “wani piro” demi meloloskan anaknya masuk perguruan tinggi yang didamba. 

Mirisnya lagi, peristiwa OTT tersebut terjadi saat pelatihan pembentukan karakter antikorupsi. Jelas sekali, membangun karakter yang berintegritas tidaklah cukup dengan pelatihan-pelatihan. Menghapus budaya korupsi juga tidak cukup dengan slogan semata. 

Rusaknya karakter generasi hari ini sesungguhnya bermula dari kerusakan sistem sekuler. Sistem ini faktanya gagal membentuk karakter yang baik, mulai dari tingkat generasi muda hingga pejabat negara. Hampir di semua wilayah dari pusat hingga daerah menyemai bibit korupsi. Lembaga pemerintahan hingga satuan pendidikan, tidak ada yang benar-benar bebas korupsi.

Banyak terjadi  kerusakan  pada sistem sekuler mestinya menyadarkan kita, apa yang bisa kita harapkan dari sistem ini dalam membangun karakter yang baik bagi generasi? Dalam Islam, pembentukan karakter tidak bisa dibangun dengan modal pelatihan dan slogan belaka. 

Dalam sistem Islam, berikut cara  membangun karakter takwa dan cerdas dalam satu kesatuan, yaitu :

Pertama, lingkungan keluarga. Penerapan aturan Islam di lingkungan keluarga akan menjadikan para orang tua memahami pentingnya membentuk kepribadian Islam sejak usia dini. Nilai-nilai yang ditanamkan adalah akidah Islam, yakni ketaatan mutlak hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang tua membiasakan standar benar dan salah mengikuti ketentuan syariat Islam. Penanaman akidah Islam serta pembiasaan taat syariat akan membentuk karakter saleh dan salihah.

Kedua, masyarakat berdakwah. Masyarakat yang terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar akan selalu resah melihat kemaksiatan di depan mata. Mereka adalah kontrol sosial yang efektif tatkala melihat indikasi kecurangan dan penyimpangan yang dilakukan aparat, pejabat, dan pimpinan di tempat mereka berada. Mereka juga tidak akan takut melaporkan setiap perbuatan yang melanggar syarak kepada pihak berwenang. Ini karena negara memberlakukan sistem Islam secara keseluruhan. Oleh karenanya, peran masyarakat sangat penting dalam membantu negara memberantas kriminalitas dan kejahatan. Penerapan sistem sosial Islam akan membentuk masyarakat Islam secara komunal.

Ketiga, negara memberlakukan pengawasan ketat, terutama pada pegawai, pejabat, dan penguasa. Jika terjadi kecurangan, negara tidak akan segan menegakkan sistem sanksi Islam yang memberi efek jera bagi para pelaku. Dalam kasus korupsi, hukuman takzir akan berlaku. Hukuman ini bergantung pada kebijakan Khalifah untuk menetapkannya. Sanksi takzir dapat berupa hukuman tasyhir atau pewartaan, penyitaan harta, penjara, pengasingan, bahkan hukuman mati.

Khilafah akan membentuk Badan Pengawasan/Pemeriksa Keuangan. Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-Amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan, untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan ketat dari Badan Pengawasan/Pemeriksa Keuangan.

Keempat, penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan adalah pilar utama dalam membangun karakter generasi. Dengan kurikulum berbasis Islam, generasi akan terdidik dengan tsaqafah dan pemahaman Islam sehingga memengaruhi pola pikir dan pola sikapnya. 

Dalam lintas sejarah, Islam sudah membuktikan kepribadian dan pembentukan karakter mewujud dalam kegemilangan generasi dari sisi akhlak dan kecerdasan. Banyak kaum intelektual lahir dengan kesalehan yang terukir kuat. Tidak jarang pula tercipta ulama dengan segudang tsaqafah Islam. Di sisi lain, mereka ahli dalam ilmu dunia, seperti fisika, kimia, dan ilmu eksak lainnya.

Agar tidak gagal lagi, membenahi karakter antikorupsi harus dilakukan secara komprehensif. Peran keluarga, masyarakat, dan negara sangat penting dalam menyuasanakan keimanan dan ketakwaan di mana pun ia berada, apa pun jabatannya, dan kapan pun ia diberi amanah. 

Sistem Islam terbukti antigagal dalam membangun karakter. Kalaulah ada perbuatan yang melanggar, jumlahnya minim sekali.

Berbanding terbalik ketika kita melihat kondisi saat ini. Para koruptor lebih banyak ketimbang yang bersih. Para pengkhianat lebih dominan dibandingkan yang amanah. Prilaku hal ini sudah menjadi budaya. Jika perbuatan melanggar sudah menjadi tabiat komunal, jelas sistemnya yang bermasalah, yaitu penerapan kapitalisme sekuler (pemisahan agama dari kehidupan).

Oleh karena itu, sudah saatnya negeri ini menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam membangun negara, masyarakat dan individu yang berintegritas dalam kepemimpinan Islam.
Wallahua'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post