Salah Kaprah Memaknai Toleransi


Oleh : Sinta Nesti Pratiwi

Mendukung modernisasi beragama, Pemerintah Kota Kendari melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menggelar dialog atau ruang diskusi antar pemuda lintas agama.

Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir mengatakan, dialog atau ruang diskusi antar pemuda lintas agama harus rutin digelar, untuk mencegah konflik yang sering terjadi akibat timbulnya kecurigaan karena tidak adanya ruang diskusi antar pemuda.

“Saya kira apa yang dilakukan FKUB kali ini sangat positif dan ini bisa menjadi langkah awal moderasi beragama di Kota Kendari,” kata Wali Kota Kendari saat membuka Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) se-Kota Kendari tahun 2022, di salah satu hotel di Kota Kendari, Selasa ( TELISIK.ID, 19/7/2022).

Apa yang terlintas dibenak saya saat membaca redaksi berita diatas membuat hati kecil saya bertanya-tanya perlukah saat ini diskusi tersebut dilakukan mengingat pembahasan dalam forum tersebut sangat bertolak belakang dengan keyakinan serta pemikiran? Hal positif apa yang bisa didapatkan.

Sekiranya ada hal lebih genting perlu diperhatikan pemerintah, yaitu menyikapi persoalan umat menyikapi toleransi yang diajarkan suri tauladan nabi kita Muhammad SAW. Serta meredam penggiringan opini mengenai lintas keagamaan agar tercipta kedamaian dan persatuan umat meski keyakinan berbeda.

Karena jika menganggap semua  agama itu sama-sama mengajarkan kebaikan, beribadah kepada tuhan sama halnya sebagai umat yang beragama Islam melecehkan isi kitab suci Al-Qur'an yang sangat jelas membuat batasan antara kaum muslim dan non-muslim, begitu juga sebaliknya keyakinan non-muslim dan muslim dalam kitab mereka tertulis perbedaan antara mereka.

Memaknai pengertian "Kafir" dalam ajaran Islam yaitu ingkar atau mengingkari apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu Allah SWT. Jika meyakini agama itu sama maka perlu ditanyakan keimanan kita saat ini, sudah seperti ini kah ajaran Rasulullah shalallahu alaihi wasallam perihal toleransi beragama?.

Sedangkan pada saat itu, kaum muslimin sudah berkuasa di Kota Madinah. Akhirnya, ditangkaplah Tumama oleh sahabat Rasulullah, diikatnya Tumama di tiang masjid. Lalu, dia mengatakan kepada Tumama, “Wahai Tumama, ditangkaplah kamu sekarang, tertangkaplah engkau sekarang.

Rasulullah bertanya kepada Aisyah. “Wahai, Istriku. Apakah makanan ini sudah dibagikan ke fulan?”.

“Belum, Suamiku. Mereka itu orang Yahudi. Dan aku tidak membagikan makanan kepada mereka,” jawab Aisyah, singkat.
Rasulullah tersenyum.

“Bagilah makanan kepada mereka, duhai Istriku. Meskipun mereka orang Yahudi, mereka tetap tetangga kita,” kata Nabi.

Singkat cerita, Aisyah pun mengikuti saran Nabi dan memberikan makanan ke seluruh tetangga, termasuk ke tetangga mereka orang Yahudi itu. Mereka pun berbahagia.
Akhlak Nabi yang indah ini juga sesuai dengan sabda beliau tentang keharusan berbuat baik kepada tetangga-tetangga kita.
“Bila kamu memasak sayuran, perbanyaklah kuahnya dan lihatlah tetangga-tetanggamu. Bagikanlah masakanmu ke mereka.” (HR. al-Darimi).

Seperti ini lah kisah Rasulullah mengajarkan toleransi terhadap lingkungan sosial serta tegas dalam perkara aqidah.

Toleransi sosial dan perkara aqidah kiranya tidak dapat dijadikan forum diskusi karena masing-masing keyakinan memiliki arti yang berbeda terhadap keyakinan mereka. Sebab, jika gagasan demikian ditanamkan dalam pemikiran orang awam maka rusak lah keyakinan tersebut.

Akibat sistem kufur yang diadopsi saat ini menjadi kan agama sebagai isu yang sangat kontroversial padahal sejatinya meski keyakinan berbeda jika sistem Islam melandasi suatu ideologi negara hal demikian tidak akan terjadi, wallahu a'llam bihzawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post