Subsidi Pakai Aplikasi, Solusi Diskriminatif dan Memaksa?


Oleh Merli Ummu Khila
Pemerhati Kebijakan Publik

Sebuah aplikasi biasanya digunakan untuk mempermudah transaksi online, misal berbelanja barang di market place atau membayar tagihan-tagihan. Tentu ini adalah pilihan yang siapapun boleh memakai atau tidak. Lalu bagaimana jika dipaksa secara sistematik? Bisa saja tapi akan muncul masalah yang lebih banyak.

Makin hari pemerintah makin menyusahkan rakyat. Alih-alih berusaha menyejahterakan dengan mengambil kebijakan yang pro rakyat, justru seperti hendak mencekik leher rakyat. Bayangkan saja, di tengah kenaikan hampir semua kebutuhan pokok, kini rakyat dibikin ribet oleh regulasi pembelian barang subsidi. Dari minyak curah pakai aplikasi peduli lindungi hingga pembelian Pertalite pakai aplikasi MyPertamina.

Demi mendapatkan BBM bersubsidi, masyarakat diminta untuk melakukan transaksi melalui aplikasi MyPertamina. Sungguh miris, mengingat SPBU adalah tempat yang tidak aman untuk mengoperasikan smartphone. Belum lagi antrian yang akan terjadi karena tidak semua orang bisa melakukan transaksi ini dengan gesit. Dan yang pasti, karena ribetnya transaksi akhirnya masyarakat akan banyak yang terpaksa membeli Pertamax.

Menggunakan aplikasi bagi masyarakat awam menjadi sesuatu yang sulit. Untuk mengaktifasi harus menginput sejumlah data berupa KTP, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), foto kendaraan, alamat email dan dokumen pendukung lainnya. Bagaimana dengan konsumen yang tidak memiliki di antara syarat di atas? Bagaimana halnya bagi masyarakat yang tidak mempunyai smartphone? Ini menjadi perhatian tersendiri yang harus diselesaikan pemerintah. Alih-alih agar BBM bersubsidi tersalurkan dengan tepat, justru sebaliknya. Masyarakat yang lebih faham aplikasi MyPertamina justru kalangan menengah ke atas.

Seperti diketahui, Pertamina sedang melakukan uji coba penyaluran Pertalite dan Solar bagi pengguna yang berhasil mendaftar dalam aplikasi MyPertamina. Dengan dalih agar BBM bersubsidi tersalurkan dengan tepat, Pertamina menganggap pembelian menggunakan aplikasi sudah menjadi langkah yang tepat. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, menyatakan bahwa Pertamina telah menyiapkan website MyPertamina yang dibuka 1 Juli 2022. (Ekozone.com, 06/07/2022)

Sontak saja kebijakan ini mendapat kritikan dari berbagai pihak. Dari mekanisme pembayaran yang ribet hingga adanya potongan biaya melalui layanan uang elektronik. Berbagai respon kekecewaan masyarakat ini ditandai dengan ulasan negatif terhadap aplikasi MyPertamina. Hingga kini rating MyPertamina masih bintang 2,2 dari sebelumnya yang hanya bintang 1 terkait hal ini sempat viral memakai jasa buzzer demi menaikkan rating.

Aneh sungguh aneh mengatur negara seperti dagelan. Solusi-solusi yang diberlakukan seperti asal comot tanpa pertimbangan dan memikirkan konsekuensi. Negara seperti sedang mempertontonkan ketidakberdayaan dalam mengurus rakyat. Rakyat bisa merasakan dan menilai bahwa tidak ada kebijakan pemerintah yang bisa memberikan manfaat bagi rakyat. Seolah tidak peduli, sudah tidak ada check and balance dari wakil rakyat juga. Sudah seia sekata, rakyat terima nasib saja.

Jika kita mengamati polah pemerintah saat ini, memang sedang sekarat oleh jeratan utang. Langkah-langkah yang diambil sebagai upaya penyelamatan tidak jauh-jauh dari memangkas subsidi dan berhutang lagi. Ini akan terus dilakukan dengan berbagai cara dan yang pasti rakyatlah yang menjadi korbannya. BUMN yang selalu merugi karena kekacauan menejemen, bak parasit yang merugikan negara. 

Dari uraian di atas, maka tidak perlu kita jauh menganalisa kekacauan ini. Nampaknya karut marut BBM hanyalah masalah cabang. Pokok dari semua permasalahan yang ada adalah kesalahan sistem bernegara. Selain sistem yang salah, para pemangku kebijakan pun merupakan kumpulan politisi yang menjadikan kekuasaan sebagai sumber pendapatan. Prinsip memimpin bukan untuk rakyat tapi atas nama kepentingan. Sistem kapitalisme demokrasi memang terbukti menyengsarakan rakyat.

Menyelesaikan permasalahan perekonomian tidak bisa dilakukan secara parsial. Apatah lagi hanya fokus mengganti kebijakan, tidak akan terjadi perubahan yang signifikan meski berganti rezim atau berganti kebijakan. Karena sejatinya perlu perubahan yang mendasar dan fundamental. Pertanyaannya, siapkah negara melakukan perubahan?

Perubahan itu adalah mengganti sistem bernegara yang selama ini merupakan sistem kufur dan beralih pada sistem Islam. Sebuah sistem bernegara yang pernah mengatur sepertiga bumi selama ribuan tahun lamanya. Sistem Islam yang diterapkan sejak masa Rasulullah saw. dan berhasil menciptakan kesejahteraan seluruh alam. Tidak hanya muslim tapi  umat manusia. Tidak hanya makhluk hidup tapi seluruh alam. 

Wallahua'lam bishshawaab

Post a Comment

Previous Post Next Post