RKUHP: Menimbulkan Penderitaan Masyarakat

Oleh: Nova
Aktivis Muslimah


Belakangan ini masyarakat tengah diresahkan oleh Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih dalam pembahasan DPR RI dan pemerintah. Lantaran adanya 14 isu krusial pemidanaan yang diakomodasi dalam RKUHP tersebut. Di antaranya, isu terkait the living law/hukum pidana adat (Pasal 2), isu terkait pidana mati (Pasal 200), isu terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden (Pasal 218), isu terkait tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib (Pasal 252), isu terkait unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih (Pasal 278-279), isu terkait tindak pidana contempt of court (Pasal 281), isu terkait penodaan agama (Pasal 304), isu terkait penganiayaan hewan (Pasal 342), isu terkait alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan (Pasal 414-416), isu terkait penggelandangan (Pasal 431), isu terkait aborsi (Pasal 469-471), isu terkait perzinaan (Pasal 417), isu terkait kohabitasi (Pasal 418), dan isu terkait perkosaan (Pasal 479).

Draft tersebut mendapat penolakan dari berbagai pihak, terbukti dari adanya sejumlah aksi yang digelar di berbagai tempat. Seperti aksi yang dilakukan oleh masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil tolak RKUHP untuk demokrasi, di depan gerbang gedung DPR Senayan, Jakarta. Lalu, penolakan serupa juga dilakukan oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP, di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta. Dan beberapa aksi-aksi lainnya.

Namun demikian, meski ada penolakan yang kuat dari masyarakat atas sejumlah materi dalam RKUHP, sejumlah pimpinan komisi III DPR bersikukuh agar RKUHP segera disahkan pada awal Juli 2022.
Karut marut pembuatan produk hukum dalam sistem sekuler demokrasi, bukanlah hal baru. Penyebabnya adalah mekanisme pembuatan hukum diserahkan kepada manusia yang berpotensi berubah-ubah sesuai kepentingan penguasa. Sebab itu produk hukum buatan sistem ini, seperti RKUHP ini menimbulkan kekacauan dan penderitaan bagi masyarakat. Pasalnya, isi dari pasal-pasalnya terlihat jelas tak ada keberpihakkannya kepada rakyat. Ini menunjukkan selama sistem sekuler demokrasi berkuasa, keadilan hukum tak akan terealisasikan.

Sangat berbeda dengan penerapan hukum yang ada dalam sistem Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, hukum pidana telah ditetapkan oleh syariat. Islam memandang tolok ukur kejahatan adalah kemaksiatan. Siapa pun yang melakukan kemaksiatan berarti ia melakukan kejahatan yang akan mendapat sanksi tegas.

 Adapun sanksi dalam Islam (uqubat) dibagi menjadi 4 kategori, yaitu, hudud, jinayah, ta'zir, dan mukhalafat. Inilah hukum pidana dalam sistem Islam yang diterapkan selama lebih dari 1300 tahun lamanya. Hukum ini bukan bersumber dari manusia, melainkan bersumber dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya, "Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah" (QS Yusuf: 40).[]

Post a Comment

Previous Post Next Post