Kemiskinan Menyelimuti Kota Kembang


Oleh Nining Sarimanah
Pemerhati Masalah Umat

Pandemi Corona tak kunjung beranjak dari bumi Nusantara. Imbasnya, angka kemiskinan makin merajalela tak terkendali. Potret buram kemiskinan tak hanya menghiasi desa-desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian dan megahnya bangunan kota. Namun, hampir di seluruh penjuru kota besar di Indonesia, kondisi tersebut tak jauh beda dengan di desa. Makin banyaknya pengemis, pengamen jalanan, pengangguran dan kelaparan menunjukkan bahwa krisis ekonomi kian mengkhawatirkan dan mengancam bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Salah satu kota yang menampakkan angka kemiskinan makin meningkat adalah Bandung dengan julukannya sebagai Kota Kembang.

Kini, para pengemis berkeliaran di berbagai penjuru kota, bukan hal baru kita jumpai. Mulai dari anak kecil sampai orang tua bahkan bayi sekalipun tak ketinggalan dibawa demi mengais rezeki agar bisa bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi yang mendera. Jumlah pengemis makin tinggi, menunjukkan ekonomi masyarakat khususnya kota Bandung tidak dalam kondisi baik-baik saja. Padahal kesejahteraan adalah dambaan yang ingin diwujudkan bagi setiap orang tanpa terkecuali. Terlebih hal itu, menjadi tanda bagi suatu negara, apakah negara tersebut dikatakan maju ataukah sebaliknya. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama periode 2020 hingga akhir tahun 2021, warga miskin kota Bandung angkanya naik. Pada 2020 berjumlah 100.020 jiwa dan pada akhir tahun 2021 bertambah menjadi 112.500 atau naik sebesar 4,37 persen. Salah satu penyebabnya adalah selama pandemi, meningkatnya angka tingkat pengangguran terbuka (TPT). Di Kota Bandung, pengangguran bertambah pada tahun 2020, dari angka 147.081 jiwa menjadi 153.505 jiwa di tahun 2021. Namun sayang kondisi itu tidak mampu ditangani dengan solusi yang tepat oleh pihak pemerintah kota Bandung sebagaimana pernyataan dari Kepala Dinas Sosial Kota Bandung, Tono Rusdiantono, mengaku bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) saat ini, tidak mampu menanggulangi kedua masalah tersebut. (AyoBandung.com, 14/6/2022)

Krisis ekonomi yang berkepanjangan menghantarkan  kemiskinan akut yang melanda negara-negara di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Krisis yang terjadi sebetulnya bukan perkara aneh kita alami. Sebab, selama sistem ekonomi kapitalis masih dijadikan acuan dalam ekonomi negara di dunia, maka bukan suatu yang tidak mungkin krisis demi krisis pasti akan selalu terjadi dan menjadi bayang-bayang yang menakutkan.

Krisis ekonomi yang menyebabkan negara-negara bangkrut dan jatuh miskin sejatinya bukan karena tidak memilik Sumber Daya Alam (SDA). Negeri-negeri muslim termasuk negara yang kaya raya dengan sumber daya alamnya melimpah, mulai dari berbagai jenis barang tambang, kekayaan laut yang tak terhitung jumlahnya, hutan, gas alam dan lainnya.

Namun sayang kekayaan alam yang merupakan aset umat ini, kini dikuasai negara kapital dengan jalan penjajahan secara halus melalui investasi, eksploitasi dan intervensi. Padahal negara kapitalis khususnya AS adalah negara yang miskin dengan sumber daya alamnya. Kini, AS atau negara maju lainnya menjelma sebagai negara adidaya karena ideologi yang diembannya, kapitalisme sekularisme.

Imperialisme dari negara adidaya terhadap negara berkembang penyebab negara tersebut jatuh hingga sekarat. Amerika Serikat (AS) mengontrol segala kebijakan di negara tersebut, dikarenakan posisi negara berkembang lemah secara global.
Indonesia tak lepas dari pengaruh kebijakan negara besar. Sangat jelas terlihat dari berbagai kebijakan yang dibuat penguasa nyatanya tidak berpihak pada kepentingan rakyat, tapi lebih menguntungkan para kapital misalnya UU Minerba, UU Cipta Kerja dan RUU P2H.

Kapitalisme tidak hanya menjadikan negara-negara berkembang berada pada jurang kehancuran. AS sebagai negara pengusung ideologi kapitalisme sekalipun, tak lepas dari kebobrokan sistem tersebut. Sudah berulang kali negara adidaya mengalami krisis dan diprediksi saat ini akan mengalami resesi. Maknanya, kapitalisme pada dasarnya sistem yang rapuh yang tidak mampu mengatasi dan memberikan solusi masalah krisis ekonomi yang menyebabkan kemiskinan dan kelaparan secara global.

Menurut pakar ekonomi syariah, Dwi Condro Triono, ada beberapa poin kelemahan ekonomi kapitalisme. Pertama, sistem keuangannya bertumpu pada sistem mata uang kertas yang hanya berbasis pada kepercayaan, tidak pada nilai intrinsiknya.

Kedua, sistem utang-piutang yang berbasis pada bunga yang bersifat tetap. Sistem ini diwujudkan pada sistem perbankannya.

Ketiga, sistem investasinya yang berbasis pada perjudian. Sistem ini diwujudkan dalam jual beli saham, sekuritas dan sistem obligasi di sistem pasar modalnya.

Lalu bagaimana Islam mengatasi permasalahan ini? Islam sebagai agama juga ideologi, memiliki sistem kehidupan yang sempurna untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi manusia, termasuk dalam hal krisis ekonomi.

Sistem ekonomi Islam memberikan dasar tata kelola perekonomian negara, di antaranya: Pertama, pembagian kepemilikan sesuai syariat Islam. Yaitu:  kepemilikan individu,  kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pembagian secara benar akan menghilangkan dominasi kepemilikan umum  oleh individu dan swasta yang menyebabkan 
berbagai masalah, di mana yang kaya makin kaya, sebaliknya yang miskin makin miskin.

Kedua,  pengembangan ekonomi dan pengaturan pembangunan yang benar, yaitu ekonomi bertumpu pada sektor rill bukan nonriil. Maka, krisis ekonomi tidak akan terulang lagi.

Ketiga, distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat dan negara. Sistem ekonomi Islam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyatnya. Sistem ini juga menjamin kebutuhan sekunder dan tersier agar bisa diraih oleh seluruh rakyatnya.

Keempat, sistem ekonomi Islam berbasis emas dan perak yang telah terbukti antiinflasi dan stabil.

Itulah sekilas gambaran secara umum bagaimana Islam mampu mengatasi dan memberikan solusi yang pasti dan jelas terhadap permasalahan ekonomi yang menimpa dunia. Dengan demikian, terbukti bahwa hanya Islam yang dibutuhkan dunia saat ini bukan sistem yang lain. Selama sistem buatan manusia masih bercokol di muka bumi maka permasalahan demi permasalah akan terus terjadi.

Wallahu'alam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post