Anti Narkoba, Wajib Anti Liberalisme

Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah

Sebagian orang pasti sering dengar yah bahwa istilah dari narkoba itu sendiri adalah bagian dari narkotika, psikotropika, dan zat Adiktif yang dimana hal ini merupakan bagian dari kebutuhan medis. Namun bila narkotika ini dikonsumsi oleh masyarakat atau pemuda di luar dari kebutuhan medis maka ini akan mengobrak-abrikan nalar yang cerah, merusak jiwa dan raga generasi dan bahkan bisa saja mengancam masa depan umat.

Bahkan hal demikian diatur dalam undang-undang negara No. 35 Tahun 2009 tentang melegalisasikan narkotika hanya untuk kebutuhan medis walau UU ini mengalami sedikit perubahan. Meski demikian banyak juga masyarakat umumnya dan juga generasi mengkonsumsi narkotika bahkan saat ini Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Pol. Petrus Reihand Golose memberikan peringatan kepada turis atau wisatawan mancanegara bahwa Bali itu bukan tempat yang aman atau safe haven untuk penyalahgunakan narkotika.(koranjakarta.com, 20/06/22)

Belum sampai disitu muncul sebuah wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis atau rekreasi di Indonesia. Beberapa negara pun mulai melegalkan tanaman candu tersebut. Meski BNN RI Komjen Pol. Petrus Reihand Golose menyatakan tidak ada pembahasan untuk melegalisasikan ganja. (www.genpi.co, 20/06/22)

Membahas terkait narkoba seolah tidak ada pangkal ujungnya memang. Bahkan sejak saya duduk di bangku SMA petugas medis selalu memberikan peringatan akan bahayanya mengkonsumsi narkoba. Hingga kini pun perbincangan mengenai narkoba itu masih terus berlangsung. Namun anehnya para pengguna narkoba seolah tidak ada kapoknya. Belum jiwa raga rusak kadang juga sampai dipidana, setelah bebas konsumsi lagi jadi tak heran tidak membuat diri mereka jera atau takut.

Survei nasional pada tahun 2021 mendapati bahwa prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia meningkat 0,15% . Survei tersebut di lakukan oleh BNN, BRIN dan BPS. Data tersebut menunjukan kondisi penduduk Indonesia yang terpapar narkotika terdiri dari dua bagian, pertama penduduk yang mengkonsumsi narkotika sebanyak 4.534.744 pada tahun 2019 angka ini kemudian naik menjadi 4.827.619 pada tahun 2021. Kemudian kedua dalam setahun pemakaian itu ada sekitar 3.419.188 setelahnya meningkat menjadi 3.662.646 pada tahun 2021.

Bahkan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani upaya penyalahgunaan narkoba. Namun upaya demikian seolah menemukan jalan buntu, tapi kadang kenapa setiap perkara yang dilakukan oleh pemerintah seolah tidak mampu menumpas peredaran narkoba.

Sesungguhnya bukan semata sifat narkoba yang menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya. Bahkan lebih dari itu penyalahgunaan narkoba itu terus terjadi karena sistem yang melingkupi masyarakat saat ini adalah sistem sekuler yang memancarkan landasan hidup liberal. Sistem Ini lah yang berperan besar dalam menjerumuskan generasi.

Jiwa muda yang melekat pada generasi membuat mereka mudah terpapar pergaulan bebas, narkoba, hingga seks bebas. Namun bila mengharapkan generasi lepas dari dunia bebas tanpa merubah sistem aturan dalam negara hal itu ibarat pungguk merindukan bulan. Sebab peredaraan narkoba hadir pada manusia sebatas kesenangan semu saja, dimensi akhirat tidak hadir dalam setiap pikiran dan aktivitas mereka.

Para pemangku kebijakan menyatakan penolakan keras terhadap narkoba, penanaman ganja dan perdagangan obat terlarang karena tau bahwa bahayanya besarnya bagi bangsa dan generasi. Sedangkan di sisi lain mereka menjauhkan generasi dari agama semisal melarang ngaji atau mendalami Islam lebih jauh. Bahkan dikecam dengan dalih nanti jadi teroris, intoleran atau bahkan dikatakan radikal. Lantas siapa yang salah di sini?

Ketika kita menyadari bahwa induk beragam kerusakan tersebut adalah ditumbuh suburkan oleh liberalisme. Sedangkan bila kita mau membandingkan dengan sistem Islam tentu sangat berbeda, Islam memiliki gambaran yang khas dalam memenuhi tiga unsur pokok dalam memberantas narkoba, yakni individu yang bertaqwa, keterlibatan individu yang bertaqwa dalam mengontrol masyarakat, serta peran sebuah negara dalam menjalankan aturan dan menerapkan sanksi yang berefek jera sehingga meminimalkan kasus-kasus narkoba tidak muncul lagi.

Penyalahgunaan narkoba itu termasuk perkara yang diharamkan oleh Allah SWT. Efek halusinasi, mabuk dan lainnya, sebagian ulama mengategorikan narkoba merupakan barang yang haram dikomsumsi sebagaimana haramnya khamar. Sebagai individu masyarakat terutama kaum muslim untuk menjauhi hal ini sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dalam Qs. Al-Maidah: 90, Allah Swt. berfirman. Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, judi, berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan untuk mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah ia agar kamu mendapat keberuntungan”

Dan Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

“Setiap muskir (memabukan) adalah khamar, dan setiap muskir adalah haram”. (HR.Muslim)

Sistem hidup yang liberal yang memisahkan agama dari kehidupan telah banyak membuat manusia itu merasa bebas melakukan sesuatu tanpa mau terikat dengan aturan Allah.

Dan adanya masyarakat yang memiliki kesadaran, perasaan, pemikiran dan tentunya terikat pada syariat akan memunculkan kontrol sosial. Amal ma’aruf nahi mungkar merupakan tradisi keseharian kaum muslim. Berbeda dengan sistem liberal yang terkesan cuek dan tidak peduli pada orang lain bahkan pada lingkungan jadi tak heran kasus narkoba semakin marak.

Terakhir adalah peran negara sangatlah penting disini. Negara adalah tonggak peradaban maka sudah selayaknya sebagai pemimpin wajib menjalankan aturan yang diberikan oleh Allah Swt. yang menciptakan manusia itu sendiri untuk diterapkan dalam sebuah negara dan juga pemimpin tidak boleh lemah dan mudah grasi, menjalankan sanksi atau hukuman terhadap penggunaan narkoba dengan sanksi takzir, hukuman cambuk dsb.

Wallahualam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post