Skandal Gorden yang Mengoyak Nurani


Oleh Tía Damayanti
Member AMK
  
Masih hangat kiranya kita merayakan Hari Kemenangan di awal bulan lalu, setelah berpuasa sebulan lamanya, dan mengisi hari-hari Ramadan dengan ibadah. Kita pun bisa melaksanakan mudik, menjalin silaturahmi setelah tahun sebelumnya terkendala pandemi. Namun kegembiraan itu seakan sirna berganti dengan kekecewaan. Bagaimana tidak? Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan representasi rakyat, tersiar kabar memesan gorden atau tirai baru untuk rumah dinasnya. Kisaran nilainya fantastis, yaitu 43,5 milyar (detiknews.com, 9 Mei 2022). Sebenarnya seberapa urgenkah penggantian gorden ini hingga mencapai nilai yang begitu mencengangkan?

Proyek ini nyatanya telah mengoyak nurani rakyat, karena terjadi saat ekonomi rakyat morat marit efek pandemi yang berkepanjangan. Saat ini pun rakyat masih dipusingkan dengan meroketnya harga-harga kebutuhan hidup, tapi ironisnya representasi rakyat tersebut justru bergaya hidup mewah mengganti gorden dengan biaya yang begitu wah. Proyek ini pun mengoyak kepercayaan rakyat pada pemimpinnya yang mengkhianati amanah dengan menghambur-hamburkan anggaran negara yang sebagian sumbernya berasal dari rakyat. Juga mengoyak tata nilai kepatutan, karena setelah negara habis-habisan berutang, kemudian pembangunan IKN yang masih terus dilaksanakan, kini DPR membuat pengeluaran puluhan milyar untuk gorden.

Tak hanya itu, skandal gorden ini menampakkan berbagai kejanggalan. Dilansir dari Detiknews.com pada 8 mei, menerbitkan berita bahwa pemenang tender gorden sangat mengherankan. Lelang diikuti oleh 49 peserta dan hanya penawaran dari tiga peserta lelang yang bisa terlihat, termasuk PT Bertiga Mitra Solusi. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti perusahaan yang menjadi pemenang tender gorden DPR. MAKI heran karena perusahaan yang menang justru yang menyodorkan harga lebih tinggi dibandingkan dua perusahaan lainnya. "Terus terang saja agak aneh jika pengumuman yang dijadikan pemenang adalah penawar tertinggi. Karena yang tidak memenuhi persyaratan itu sudah gugur di fase-fase sebelumnya. Misalnya barangnya jelek, tidak dapat dukungan, atau tidak sesuai spesifikasi. Itu nggak sampai dibuka penawaran," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Kamis (5/5). 

Belum lagi ketika mulai terkuak profil perusahaan pemenang tender. Diberitakan tempo.co pada 9 mei tentang adanya persekongkolan, bahwa pemenang tender sudah ditentukan sejak awal dan diduga proses tender hanyalah formalitas belaka. Hal tersebut secara tandas diungkap oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah. 

Beberapa pihak pun menolak rencana tersebut. Salah satunya dari Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP), Said Abdullah, yang meminta DPR RI membatalkan anggaran tersebut. Ia mengatakan pembatalan proyek itu perlu dilakukan karena telah memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.

Namun, meski menjadi polemik dan menuai kecaman publik, proyek tetap berlanjut dan kini aroma ‘korupsi’ pun mengemuka. Disinyalir akibat pemenang tender adalah justru penyodor tawaran harga tertinggi. Berkebalikan dengan normalnya pengadaan barang dengan sistem tender yang mencari kualitas tertinggi dengan harga paling ekonomis. Ini tentunya memunculkan tanda tanya. Kecurigaan adanya aroma korupsi makin pekat tercium saat banyak media menyambangi kantor pemenang tender tersebut. Didapati ternyata kantornya sepi dan bahkan tidak ada plang di depan bangunannya. Setelah diusut, situs perusahaan tersebut baru dibuat tiga bulan ke belakang. Padahal, PT Bertiga Mitra Solusi ini menyebutkan telah berdiri sejak 2014. Lantas mengapa bisa baru membuat situs? Sungguh aneh, jika perusahaan yang seperti ini malah memenangkan tender.

Inilah ragam kewajaran yang kerap kita dapati terjadi dalam sistem kapitalis. Sistem yang melahirkan pemimpin minus empati dan menyuburkan korupsi. Kebijakan diambil dengan hanya menguntungkan segelintir orang yang berkapital atau bermodal. Dengan kapital atau modalnya tersebut, para cukong kemudian berkolusi untuk saling menguntungkan, tanpa memperhatikan nasib rakyat. Aset rakyat hanya menjadi rebutan para pemimpin yang rakus. Sebagaimana dilansir Antaranews dalam akun Instagram resminya 11 Mei lalu, bahwa DPR sudah menjelaskan kronologi dan alasannya. Namun, tetap saja tak menisbikan logika adanya kejanggalan dalam tender gorden rumah dinas DPR. Semakin pihak DPR menyusun narasi, semakin rakyat luntur kepercayaannya, karena nurani rakyat sudah terkoyak. 

Begitulah sistem kapitalis, selalu melakukan tawar-menawar terhadap hukum buatan sendiri. Karena hukum tersebut memang dibuat sesuai standar pembuatnya, sehingga tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia. Selama menguntungkan, maka akan di anggap baik. Jika tidak menguntungkan, maka akan dianggap buruk.

Lemahnya keimanan yang dihasilkan oleh didikan kapitalis membuat para pejabat ingin berkuasa bukan bertujuan menerapkan aturan Allah Swt., namun sekedar memperkaya diri. Tak ayal, para pemimpin saat ini nampaknya tak malu melakukan korupsi. Mereka tak menyadari bahwa semua perbuatan mereka selalu diawasi oleh Allah Swt. dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Dan pertanggungjawaban ini tak hanya diminta oleh Allah, namun juga oleh jutaan rakyat di seantero negeri ini.

Potret yang diberikan tersebut, sangat jauh berbeda dengan potret para pemimpin kaum muslimin pada masa kekhilafahan Islam. Para khalifahnya hidup dengan sangat sederhana. Bukan hanya karena pribadi mereka yang tidak suka berfoya-foya, tetapi juga karena sistem Islam yang diterapkan secara komprehensif. Masih lekat kiranya tergambar dalam benak kita, betapa khalifah Umar bin Khattab ra. memberi teladan gaya hidup sederhana yang semestinya dijadikan contoh oleh para pemimpin saat ini. Padahal beliau saat itu memiliki kekuasaan yang besar dan mampu mengalahkan Persia juga Romawi dalam peperangan.

Sebagai seorang khalifah, Umar bin Khattab ra. sesungguhnya layak memperoleh jaminan keuangan dari kas negara. Namun beliau selalu menjaga diri dan keluarganya dari apa-apa yang bukan menjadi haknya. Beliau tidak pernah meminta jatah keuangan dari baitul mal, tidak pula memakmurkan kehidupan pribadinya di atas kehidupan kaum muslimin di masa kepemimpinannya. Beliau tidak akan nyaman mencerna makanan sebelum seluruh rakyatnya telah menerima pembagian dana sosial, terutama pada musim paceklik. Beliau juga tidak bisa tidur dengan tenang bila ada satu saja rakyatnya yang kelaparan. Beliau bahkan memakai pakaian yang bertambalan di kedua pundaknya. Masya Allah.

Demikianlah potret teladan kesederhanaan seorang khalifah. Mereka memahami, bahwa kekuasaan mereka adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. 
Rasulullah saw., sosok tuntunan pemimpin teladan umat, pernah memperingatkan dalam sabdanya, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari dan Muslim)

Hakikat pemimpin dalam Islam adalah pelayan bagi rakyatnya. Tidak layak berfoya-foya dengan menghabiskan anggaran negara yang notabene berasal dari rakyat atau bahkan sampai melakukan korupsi. Pemimpin yang dirindukan dan ditunggu sosoknya hadir di tengah-tengah masyarakat. Pemimpin seperti ini hanya akan terwujud dalam landasan kehidupan yang sesuai pengaturan-Nya, menyeluruh menaungi setiap sendi-sendi kehidupan secara sempurna dalam sistem Khilafah 'ala Minhajin Nubuwwah. 

Wallahu a'lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post