Rugi Triliunan, Bansos Salah Sasaran


Oleh Desi Rahmawati 
Ibu Rumah Tangga

Pandemi Covid-19 membawa dampak besar terhadap berbagai sektor kehidupan. Diantaranya melemahnya daya beli masyarakat, melemahnya bidang investasi dan usaha, hingga melemahnya perekonomian negara.  

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah  menyelenggarakan program dana bantuan sosial bansos bagi masyarakat miskin atau mereka yang terkena dampak pandemi. Namun apa jadinya bila bansos yang seharusnya menjadi jaring pengaman sosial selama masa pandemi justru salah sasaran.

Ini diungkapkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester II tahun 2021. Diantaranya kartu prakerja, yang menjadi program stimulus sekaligus pelatihan,  terdapat pemborosan anggaran. Bantuan program stimulus plus insentif terhadap 119.494 peserta dengan nilai Rp 289,85 miliar, terindikasi tidak tepat sasaran. (kumparan.com, 25/5/2022)

Selain soal penyaluran yang tak sesuai ketentuan, pemeriksaan BPK juga menemukan bahwa terdapat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi, bansos PKH dan Sembako/BPNT dengan nilai saldo yang belum disetor ke kas negara sebesar Rp1,11 triliun. (wartapemeriksa.bpk.go.id)

Berdasarkan laporan BPK tersebut, hal ini  menunjukkan adanya potensi kerugian negara mencapai Rp. 6,93 triliun. Anggota komisi VIII DPR dari fraksi PKB, Maman Imanulhaq menyebut bahwa temuan BPK tersebut harus segera ditindaklanjuti secara serius (Kompas.TV, 26/05/2022)

Penemuan adanya indikasi bansos yang tak sesuai ketentuan dalam penyalurannya, disebabkan masalah klise menahun di pemerintahan, yakni soal integrasi data. BPK menemukan KPM bermasalah di tahun 2020 yang masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada tahun 2021. Masalah lainnya, yaitu identitas kependudukan tidak valid, KPM yang sudah nonaktif, hingga mereka yang sudah dilaporkan meninggal. Kejanggalan-kejanggalan ini menjadi fenomena di tengah masyarakat. 

Polemik bansos nyasar ini bukanlah hal yang baru, tahun lalu pun terjadi persoalan yang sama. Kebijakan ini sudah ada sejak orde baru meski hingga saat ini masih ada beberapa perubahan. Selayaknya hal-hal tersebut menjadikan pemerintah memiliki kesiapan dalam penyaluran bansos sehingga tepat sasaran. 

Ketidaksinkronan data antara satu instansi dengan instansi lain, selalu menjadi persoalan di negeri ini. Padahal data yang valid adalah langkah awal yang penting dalam menyelesaikan masalah kemiskinan di negeri ini. Jika datanya tidak valid, kebijakan bansos dalam upaya mengentaskan kemiskinan jelas tidak akan optimal.

Kurangnya validasi dan verifikasi data kependudukan antara pemerintah pusat dan daerah, menjadi penyebab kisruh penyaluran dana bansos. Data yang tidak valid ini dimanfaatkan oleh para pengelola untuk mendapatkan dana bansos yang bukan miliknya. Perilaku mental masyarakat korup seperti ini, dipengaruhi faktor sistem kapitalitis yang diterapkan. Mereka memandang segala sesuatu berdasarkan asas manfaat dan materi. 

Inilah bukti rusaknya penerapan sistem kapitalisme buatan manusia. Negara menjadi  abai  dalam menjaga data dan sumber dayanya, sekaligus lemah dalam mengelola data kependudukan rakyatnya.

Sementara dalam Islam, negara khilafah memposisikan dirinya sebagai pihak yang sangat menghargai dan menjaga data. Sebagaimana perintah Allah SWT. kepada para penguasa agar mengurusi rakyatnya dengan baik.

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah yang kelak pada hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim)

Mewujudkan pengurusan  dengan baik, mutlak  memerlukan data yang valid tentang kondisi rakyatnya. Sebagaimana 
pada masa kegemilangan kekhilafahan Utsmaniyah, Khilafah menjadi negara terdepan dalam perkara administrasi bahkan memiliki dokumen kependudukan yang lengkap berisi data pemegang, orang tua, alamat, dan deskripsi fisik terkait keterangan ekonomi, jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan nafkahnya, serta termasuk mustahik zakat atau bukan.

Dengan demikian negara akan mudah mendistribusikan zakat dan santunan negara bagi rakyat yang berhak, tidak ada yang terzalimi. Pengaturannya dalam Islam juga akan memunculkan suasana ketakwaan di tengah masyarakat, sehingga muncul rasa takut akan azab Allah bila melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum syariat. 

Terkait pelayanan publik, prinsip administrasi dalam khilafah meliputi birokrasi yang efektif dan efisien, tidak berbelit-belit; cepat dalam penanganan; orang-orang yang menangani urusan rakyat memiliki kemampuan dan kapabilitas di dalamnya.

Dengan tiga prinsip ini, maka pelayanan terhadap rakyat menjadi paripurna. Tidak akan terjadi kebijakan salah sasaran dan rakyat terjamin kesejahteraan hidupnya. 

Kepemimpinan yang amanah dan pelayanan terbaik akan terwujud hanya dengan penerapan sistem aturan Islam. Negara tidak akan mengalami banyak kerugian dalam mengurus rakyatnya dan bansos pun tepat sasaran.

Wallahu a'lam Bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post