Kaum Pelangi Tumbuh Subur di Alam Demokrasi


Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam AMK

Fenomena kaum Sodom atau kaum Luth yang akhir-akhir ini lebih dikenal dengan sebutan kaum pelangi. Mereka mengalami penyimpangan seksual karena itu dilaknat oleh semua agama. Kaum pelangi kian tumbuh subur di alam demokrasi. Sungguh, membuat miris di semua kalangan. Pelangi, penyakit ganas yang menular dengan cepatnya.

Menurut laporan Kementerian Kesehatan yang dikutip dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, mengungkap jumlah gay yakni lelaki berhubungan seks dengan lelaki (LSL) sudah mencapai angka jutaan. Berdasarkan perkiraan Kemenkes pada 2012, terdapat 1.095.970 LSL baik yang tampak maupun tidak karena faktanya banyak yang tidak terdaftar. Lebih dari 5% (66.180) mengidap HIV. Adapun menurut PBB diperkirakan jumlah LGBT jauh lebih banyak,  pada 2011 sekitar tiga juta jiwa. Padahal, pada tahun 2009 jumlahnya masih sekitar 800 ribu jiwa. Perkiraan lain, menyebutkan jumlah kaum gay sekitar 3% dari jumlah populasi Indonesia yakni sekitar 7.000.000 orang.  (Republika.co.id. 23/1/2016)

Melihat begitu cepatnya pertumbuhan gay yang spektakuler, tentu bukan disebabkan penyakit bawaan. Seperti halnya yang diopinikan oleh sebagian orang yang ingin melindungi kaum LGBT, agar dapat diterima di tengah masyarakat dengan memperjuangkan payung hukum menuntut legalitas. Apalagi ada dukungan dunia internasional dan dana yang begitu besar, membuat kaum LGBT semakin berani menunjukkan eksistensinya.

Berbagai kampanye dan propaganda terus digencarkan seperti yang dilakukan baru-baru ini oleh Deddy Corbuzer dalam podcast-nya mengundang pasangan gay yang sudah menikah di Jerman. Judul yang bertajuk: "Tutorial Menjadi Gay di Indonesia," seolah menantang umat Islam di Indonesia. Ini bukan yang kali pertama Deddy mengampanyekan LGBT. Sepertinya hukum di negeri ini menyetujui bahkan melindungi eksistensi perilaku keji dan gerakan mengampanyekan LGBT.

Tidak lama kemudian Kedutaan Besar Inggris, pada 17 Mei 2022, dengan arogan mengibarkan bendera pelangi. Dalam akun resmi instragram Kedubes Inggris @ukinindonesia, (21/5/2022) mengatakan kami mengibarkan bendera LGBT dan mengadakan acara karena kami semua adalah bagian dari satu keluarga manusia.

Lebih dari itu, kedubes Inggris menyatakan bahwa, "Hak LGBT adalah hak asasi manusia yang mendasar." Artinya setiap orang memiliki hak untuk mencintai siapa pun dan bebas untuk mengekspresikan diri mereka.

Menkopolhukam, Mahfud MD menyatakan kampanye LGBT sah di alam demokrasi. Bahkan pada tahun 2018, Ketua MPR Zulkifli Hasan menyebutkan ada lima fraksi yang mendukung legalisasi LGBT. Anehnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak memasukkan LGBT dan perzinahan sebagai tindak pidana dalam KUHP.

Kaum Pelangi Subur di Alam Demokrasi, dapat dianalisis sebagai berikut:

Pertama, negara ini mengadopsi sekularisme, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak diberi peran untuk mengatur urusan publik, baik aturan dalam bermasyarakat maupun bernegara. Sistem sekularisme ini yang melahirkan demokrasi, menjadikan manusia sebagai tuhan yang berwenang membuat hukum. Sumbernya berasal dari akal manusia yang terbatas dan atas dorongan nafsu belaka. Bukan berdasarkan haram dan halal. Kepentingannya hanya untuk meraih materi sebanyak-banyaknya dan kekuasaan, maka wajar segala cara dihalalkan termasuk mendukung dan melindungi LGBT. Demokrasi sekuler inilah pangkal dari semua kerusakan dalam tatanan kehidupan yang melahirkan kekuasaan zalim, khianat, korup, bengis, dan lainnya. Sebab, demokrasi dalam kekuasaannya menafikan aturan-aturan Allah. Demokrasi nyata bertentangan dengan Islam. Sebab, yang berhak membuat hukum adalah Allah Swt. (QS. al-An'am [ l6]: 57) 

Kedua, dalam demokrasi kebebasan merupakan pilar yang diagung-agungkan, yakni kebebasan beragama, berpendapat, bertingkah laku, dan kebebasan kepemilikan. Kebebasan bertingkah laku inilah yang digunakan sebagai asas pembenaran atas perilaku kaum pelangi di bawah naungan HAM (Hak Asasi Manusia). Sebagaimana pernyataan Kedubes Inggris, "Hak LGBT adalah hak asasi manusia yang mendasar. Setiap orang memiliki hak untuk mencintai siapabpun dan bebas untuk mengekspresikan diri tanpa kekerasan atau diskriminasi." Sungguh, Kedubes Inggris sikap dan tindakannya mengibarkan bendera pelangi sangat arogan dan tak beradab, mengoyak hati umat Islam Indonesia.

Ketiga, keberadaan LGBT ini merupakan bagian dari gerakan global yang didukung oleh banyak negara dan PBB. Dalam situs resminya PBB secara terang-terangan menyatakan mendukung kesamaan hak bagi kaum LGBT. Melalui United Nations Development Programme (UNDP) dana digelontorkan ke negara-negara termasuk  Indonesia untuk biaya kampanye, merekrut agar LGBT mempunyai akses hukum. PBB menginginkan LGBT sebagai bagian HAM universal yang wajib diterima semua negara.

Keempat, pertumbuhan kaum LGBT yang spektakuler di Indonesia karena adanya gerakan penyebaran dan perekrutan secara besar-besaran, yang didukung oleh dana internasional  (UNDP) bertujuan untuk melegalkan keberadaan LGBT dan perkawinan sejenis. Di negara ini ada dua organisasi besar yang gencar melancarkan gerakan legalisasi untuk LGBT, yakni: (1) Gaya Warna Lentera Indonesia, (GWL-INA), didirikan pada Februari 2007. LSM ini didukung oleh organisasi internasional yang menaungi 119 organisasi yang terkait dengan gay, menyebar di 28 provinsi. (2) Forum LGBTIQ Indonesia, didirikan 2008. LSM ini bertujuan memperluas jaringan agar mencakup organisasi lesbian (wanita dengan wanita), wanita biseksual (wanita dengan pria juga wanita lain), dan pria transgender (pria berganti kelamin/menyerupai). Gerakan LGBT hampir mendapat legalitas ketika Komnas HAM menggelar rapat paripurna pada Juli 2013. Hal ini tidak terjadi karena Komnas HAM tidak mewakili aspirasi seluruh rakyat Indonesia.

Kelima, keadilan tumpul dan mandul. Kaum pelangi bebas melenggang di alam demokrasi, begitu pun para pejuang yang mengampanyekan merekrut, dan berjuang melegalkan. Bagi mereka aman-aman saja karena tidak ada sangsi hukum yang bisa menjeratnya. Sebagaimana pernyataan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak memasukkan LGBT dan perzinahan sebagai tindak pidana dalam KUHP. Ironis, di negara yang berpenduduk muslim terbesar hukum Allah dicampakkan. Nilai-nilai fundamental Islam dirusak dan diracuni.

Di sisi lain secara masif LGBT terus dikampanyekan lewat dunia pendidikan, buku bacaan (komik), film-film, dan media sosial. Ironisnya, ada para tokoh agama mau dibeli hanya untuk mensponsori dan memutarbalikkan hukum-hukum Allah, agar menjadikan LGBT tidak haram. Semua ini hanya terjadi di alam demokrasi.

Nyata benar bahwa LGBT dalam agama apa pun ditolak karena bertentangan dengan fitrah manusia. Secara fitrah manusia diciptakan dengan jenis kelamin pria dan wanita bertujuan agar berketurunan (QS. An-Nisa' [4]: 1). Sedangkan kaum gay dan lesbian tidak mungkin mendapatkan keturunan. Jika menginginkan anak dengan mengadopsi anak dan menyewa rahim. Artinya ini merusak dan mengacaukan nasab anak hukumnya dalam Islam diharamkan. 

LGBT sumber penyakit menular. Menurut John R. Diggs dalam jurnal Corporate Resource Council pada tahun 2002 mengatakan aktivitas pria gay lebih berisiko terhadap penyakit menular seperti HIV-AIDS, sipillis, hepatitis, cacar monyet, dan lainnya. Juga merusak moral menghancurkan keluarga baik-baik.

Hanya Islam Solusinya

Jika sistem demokrasi sekuler menganggap LGBT dibolehkan karena merupakan hak asasi manusia (HAM) yang harus dihormati dan dilindungi negara. Akibatnya LGBT tumbuh subur. Berbeda dengan pandangan Islam, LGBT dinilai melakukan perbuatan haram sekaligus sebagai tindak kejahatan/kriminal (al-jarimah) yang harus dihukum (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal.8-10).

1. Lesbian, adalah hubungan seksual yang terjadi di antara sesama wanita. Hukumnya haram, Rasulullah saw. bersabda: "Lesbianisme adalah (bagaikan) zina di antara wanita." (HR. Thabari)

Namun, hukuman bagi lesbian tidak seperti hukuman zina, melainkan hukuman ta'zir, yakni hukuman yang tidak dijelaskan oleh sebuah nash. Akan tetapi hukumannya diserahkan qadhi (hakim). Hukuman ta'zir berupa cambuk, penjara, publikasi, hingga hukuman mati tergantung tingkat pelanggarannya. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 9)

2. Gay (liwath/homoseksual), seluruh ulama sepakat homoseksual adalah haram dan dihukum mati. Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya." (HR. Al Khamsah, kecuali an-Nasai)

3. Biseksual, dihukumi zina jika dilakukan dengan lain jenis. Jika dilakukan dengan sesama pria tergolong homoseksual, dan tergolong lesbianisme jika dilakukan sesama wanita. Semua perbuatan tersebut dalam Islam diharamkan.

4. Transgenger, jika sekedar bicara dan pakaiannya menyerupai lawan jenis, hukumannya diusir dari pemukiman/perkampungan.

Adapun transgender yang berhubungan dengan lain jenis  dijatuhkan hukuman zina. Bila belum menikah dicambuk 100 kali. Jika sudah menikah dengan hukuman rajam, yakni tubuh ditanam dalam tanah setinggi dada kemudian dilempari batu hingga meninggal.

Hukuman dalam Islam bersifat tegas, yakni sebagai jawabir dan jawazir. Sebagai jawabir, yakni penebus siksa di akhirat. Sebagai jawazir, artinya mencegah terjadinya tindak kriminal yang baru. Islam juga mengharamkan kampanye, propaganda yang mendukung dan menyebarkan paham LGBT baik lewat tulisan maupun media sosial. Mereka juga diberikan sanksi tegas.

Alhasil, demokrasi yang nyata-nyata menyuburkan LGBT harus dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam. Solusi terbaik dari Islam hanya dapat diwujudkan jika syariah Islam diterapkan secara kafah dalam naungan khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post