Islam Rahmat bagi Seluruh Alam




Oleh Ummi Nissa

Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga

Aksi konvoi puluhan motor yang membawa poster Khilafah Islamiyah pada Minggu (29/5/2022) viral di media sosial. Dalam rombongan tersebut, tampak pemotor membawa atribut berupa poster hingga bendera, di antaranya bertuliskan 'Khilafatul Muslimin' Wilayah Jakarta Raya Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah. Aksi ini pun berujung pada penangkapan pimpinan Khilafatul Muslimin.

Sikap Pemerintah Terhadap Umat Islam

Dalam menangapi aksi konvoi tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan menyebut konvoi dengan membawa bendara bertuliskan Khilafah itu tidak dibenarkan secara aturan di Indonesia. Sebab menurutnya ideologi khilafah tidak dianut oleh negera ini. (tribunjabar.com, 30/5/2022)

Pihak kepolisian pun langsung melakukan penyelidikan terhadap kelompok yang menamakan diri Khilafatul Muslimin yang berpusat di Bandar Lampung. Dalam waktu singkat, tim khusus dari Polda Metro Jaya (PMJ) bersama Polresta Bandar Lampung pun menangkap seorang Pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja, Selasa pagi (7/6).

 Pimpinan Khilafatul Muslimin tersebut diamankan setelah melaksanakan salat Subuh di masjid sekitar Kantor Khilafatul Muslimin di Jalan W.R. Supratman, Bumiwaras, Telukbetung, Kota Bandar Lampung, Lampung. (cnnindonesia.com, 6/6/2022)

Dari kejadian tersebut, tampak sikap pemerintah demikian tegas terhadap umat Islam yang dianggap menyebarkan ajaran Khilafah. Pemahaman tersebut kerap dikaitkan dengan isu radikalisme. Bahkan Khilafah dianggap sebagai ideologi yang membahayakan negara. 

Ajaran Khilafah Dianggap Berbahaya, Sekularisme Dibiarkan Merajalela

Sungguh disayangkan, sikap pemerintah yang menilai ajaran Khilafah membahayakan. Padahal tidak ada bukti yang menunjukkan kerusakan yang diakibatkan paham tersebut. Namun penguasa tidak segan-segan untuk menangkap dan menghukumi siapa saja yang menyebarkannya. 

Di sisi yang sama, justru negara cenderung melakukan pembiaran terhadap pemahaman sekuler yang merusak. Dimana paham ini mengajarkan pemisahan aturan agama dari kehidupan. Pengaturan agama hanya terbatas pada tataran pribadi dan urusan ibadah semata. Sementara kehidupan umum berdasarkan hawa nafsu manusia. 

Sebagai contoh munculnya aksi L967 yang merusak tatanan kehidupan manusia saat ini, tidak dapat dilepaskan dari adanya pemahaman sekularisme. Namun negara tidak memberi hukuman yang tegas baik pada pelaku atau pun pada pihak-pihak yang mempropagandakan hal tersebut. Padahal jelas-jelas L967 membahayakan dan dapat merusak fitrah manusia. 

Demikan pula paham liberalisme (kebebasan) yang kini dibiarkan tanpa kendali. Baik bebas dalam berekonomi atau berperilaku. Semua itu dinilai sebagai hak asasi manusia yang lahir dari sekularisme.  

Padahal sebagai akibat dari liberalisasi ini, pengaturan ekonomi dikuasai dan dikendalikan para pemilik modal. Tentu saja hal ini merugikan rakyat kecil. Kemudian perilaku manusia pun cenderung bebas tanpa aturan layaknya perilaku binatang yang derajatnya rendah. 

Dengan paham sekularisme pula praktik korupsi semakin merajalela. Sebab aturan dan kebijakan dibuat sesuai kepentingan penguasa. Padahal tindakan korupsi sangat merugikan negara dan rakyat. Meskipun ada lembaga yang bertugas untuk memberantas tindakan tersebut, namun faktanya korupsi semakin tak terkendali. 

Pejabat yang tertangkap OTT (Operasi Tangkap Tangan) memang mendapat hukuman, namun tidak memberikan efek jera. Karena faktanya mereka diperlakukan istimewa dan tak jarang yang diberi banyak keringanan seperti remisi atau potongan hukuman. Bahkan tidak sedikit kasus korupsi yang dibekukan, pelakunya pun bebas berkeliaran.

 Lebih miris lagi ketika belakangan, lembaga pemberantas korupsi ini justru diamputasi dengan memberhentikan pekerjanya yang dinilai radikal, sementara pemberhentian tersebut bukan disandarkan pada kapabilitas yang bersangkutan dalam mengemban tugas.

Di samping hal tersebut, dengan memberi stempel radikal terhadap ajaran khilafah, dapat menghalangi pemuda Muslim untuk mengenal ajaran agamanya secara kafah. Karena generasi muda lebih diarahkan potensinya kepada penguasaan ilmu umum yang bersifat duniawi tanpa mengaitkannya dengan kehidupan akhirat. Sebab agama telah dipisahkan dari berbagai aturan kehidupan.

Dengan demikian pemahaman sekularisme inilah yang membahayakan, karena dalam landasan kehidupannya telah menjauhkan manusia dari aturan Illahi. Akibatnya hukum bersumber dari pikiran manusia yang terbatas dalam memahami baik dan buruk, atau pun menentukan benar dan salah. Semua dinilai dari manfaat semata.

 Inilah paham yang sesungguhnya akan menghantarkan pada kehancuran dunia akibat keserakahan manusia yang cenderung ingin mengatur dirinya sendiri, atau bahkan bebas tanpa aturan. Paham ini pula yang pasti akan mengantarkan pada kehinaan abadi di kehidupan akhirat.

Apa yang telah dijelaskan di atas merupakan realitas akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Semua itu dapat menghantarkan pada kehinaan manusia. Untuk itu jika dibiarkan tanpa adanya perubahan maka sedikit demi sedikit kehidupan manusia tinggal menunggu kehancurannya.

Khilafah Bagian dari Ajaran Islam

Sesungguhnya khilafah bukanlah sebuah ideologi sebagaimana yang disangkakan banyak orang. Namun ia merupakan istilah dalam khazanah keilmuan Islam. Menurut para ulama, khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh umat dalam mengatur urusan agama dan dunia. Meskipun dengan redaksi yang berbeda-beda, pada intinya para ulama Aswaja (Ahlussunah wal Jamaah) sepakat bahwa khilafah merupakan sistem pemerintahan yang tegak di atas akidah Islam.

Islam memposisikan khalifah sebagai pemimpin agung seluruh umat Islam. Ia menerapkan syariat secara menyeluruh dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Mereka juga sepakat bahwa Khilafah dan imamah memiliki pengertian yang sama. 

Adapun terkait mewujudkan khilafah maka hal tersebut bagian dari kewajiban yang didasarkan pada sejumlah dalil syariat, di antaranya QS. an-Nisa’ (4) ayat 59 dan QS. al-Maidah (5) ayat 48.

Dalil yang berasal dari hadis pun banyak yang membahas terkait Khilafah, di antaranya, Rasulullah saw. bersabda “Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka keadaan kematiannya seperti mati jahiliah.” (HR. Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil tersebut, dan masih banyak dalil lainnya telah menjelaskan dengan gamblang mengenai kewajiban menegakkan Khilafah. Begitu pula para ulama Aswaja, khususnya imam mazhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali) telah bersepakat tentang kewajiban mewujudkan Khilafah. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abdurrahman al-Jaziri, beliau mengatakan bahwa para imam mazhab telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib. (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah)

Terkait hal ini ulama nusantara, Sulaiman Rasyid, dalam kitab fikih yang terbilang sederhana namun sangat terkenal dengan judul Fiqih Islam, Ia mencantumkan bab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan bab tersebut juga pernah menjadi salah satu materi di buku-buku madrasah (MA/MTs) di tanah air. Dengan demikian Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam.

Terlebih sejarah telah mencatat bahwa Khilafah jelas terbukti menciptakan peradaban yang gemilang sekitar 14 abad lamanya. Kejayaan dan kesejahteraan dirasakan oleh seluruh rakyatnya, baik Muslim maupun nonmuslim. Sebab aturan yang diterapakan bersumber dari Al-Khaliq (Maha Pencipta), Al-Muddabir (Maha Pengatur), dan sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian Islam akan menjadi rahmatan lil a'lamin (rahmat bagi semesta) hanya akan terasa dengan adanya Khilafah yang menerapkan aturan dalam seluruh aspek kehidupan seperti sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi, hukum, dan politik luar negeri. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post