Antara Tenaga Honorer, Outsourcing, dan Sistem Islam Solusinya


Oleh: Sri Yana

Pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023. Hal ini tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya keputusan itu maka Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri atas dua jenis antara lain PNS dan PPPK. Tenaga honorer akan dihapuskan dan diganti dengan sistem outsourcing. (finance.detik.com, 5/6/2022)

Tapi Benarkah sistem outsourcing bisa menggantikan honorer? Karena jika dilihat lebih dalam instansi tidak bisa serta merta mengangkat tenaga honorer menjadi pekerja outsourcing. Pengangkatannya harus sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan masing-masing instansi. Yang mana bahwa honorer harus sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR.

Hal tersebut akan mempersulit bagi instansi yang keuangan minim untuk memperkerjakan pegawai outsourcing, karena harus sesuai UMR. Begitu pun pegawai outsourcing untuk diangkat menjadi PPPK harus memiliki persyaratan yang tidak mudah. Baik CPNS maupun PPPK harus lulus tes seleksi. Yang kemungkinan itu, hanya didapatkan segelintir orang saja. Lalu bagaimana yang tidak diterima tes dan tidak dibutuhkan instansi. Mereka tentu saja akan kehilangan pekerjaan.

Sehingga menimbulkan dilema,  apakah benar keputusan yang diambil pemerintah saat ini akan mensejahterakan rakyat? Sebagaimana dilansir m.republika.co.id. bahwa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, kebijakan penghapusan pekerja honorer bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR). 

"Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh di bawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR," kata Tjahjo dalam siaran persnya, dikutip Ahad (5/6/2022). 

Namun disisi lain, di awal 2002 Menteri PANRB menyampaikan adanya rekruitmen tenaga honorer telah mengacaukan hitungan kebutuhan formasi ASN di Instansi pemerintah. Berarti ungkapan tersebut menimbulkan kesimpang siuran bagi para honorer. Apakah penghapusan honorer akan memperbaiki kesejahteraannya atau hanya angin segar semata yang terlihat indah.

Padahal kebijakan pemerintah ini hanya berfokus menyelesaikan masalah penumpukan jumlah guru honorer agar tidak memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat. Padahal bila dipraktekkan kebijakan ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan, menimbulkan masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.

Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat terhadap kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru. Ini juga mencerminkan rendahnya perhatian terhadap nilai sektor pendidikan bagi pembangunan SDM.

Memang tidak dipungkiri pendidikan dalam sistem kapitalisme membuat kesejahteraan sulit dirasakan. Pendidikan dibuat ladang bisnis dan investasi. Apa saja dilakukan demi merauk keuntungan yang besar. Tanpa memikirkan masa depan generasi yang nantinya akan menggantikan generasi sebelumnya. Oleh karenanya masih berharapkah kita pada sistem kapitalisme ini? Sistem yang mengakar sejak runtuhnya masa Khilafah Islam.

Sistem Khilafah Islam adalah sistem dimana hukum syariat yang menjadi pedoman hidup, dengan tuntunan Alquran dan Sunah. Tentu baik individu maupun kelompok harus tunduk terhadap hukum Syara', walaupun sekuat apapun kekuasaannya. Tidak seperti penguasa pada hari ini, segala sesuatu dapat dibeli dengan uang dan jabatan semata. Padahal Rasul SAW dalam haditsnya menjelaskan, "Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Oleh karenanya khalifah memiliki tanggung jawab yang besar kepada apa yang dipimpinnya. Karena Islam mewajibkan menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.

Apalagi terkait pegawai negara dalam pendidikan yang menghasilkan generasi-generasi unggul. Islam sangat memperhatikan sekali. Jauh sekali perbedaannya dengan sistem saat ini. Dalam khilafah rekrutmen pegawai negeri tidak mengenal istilah honorer ataupun outsourcing. Mereka akan direkrut sesuai kebutuhan riil negara dan menghitung jumlah pegawai negeri yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan administratif, maupun pelayanan. Dan seluruh pegawai khilafah diatur sepenuhnya di bawah hukum ijarah dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan. Khilafah boleh memperkerjakan pekerjaan secara mutlak, baik muslim maupun kafir dzimmi. Khilafah akan menjamin para pekerja untuk mendapat perlakuan adil sesuai hukum syara'. Hak-hak mereka sebagai pegawai akan dilindungi oleh khilafah.

Sebagaimana kisah pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis, gaji para pegawai negara ada yang mencapai 300 Dinar atau setara Rp 114.750.000. Khilafah mampu menggaji secara fantastis. Sebab sistem keuangan khilafah berbasis Baitul Mal. Dalam Baitul Mal terdapat pos kepemilikan negara yang bersumber dari fa'i, kharaj, jizyah, ghanimah, usyur, dan sejenisnya. Dari pos ini, khilafah mengalokasikan anggaran untuk gaji pegawai negara. Demikianlah cara khilafah menyelesaikan masalah tenaga honorer. Yang tak akan mampu diselesaikan secara tuntas oleh sistem kapitalisme.(MMC)
Wallahu a'lam bish shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post