Mengatasnamakan Kesejahteraan, Nasib Guru Honorer di Ujung Tanduk


Dinda Arifani S.Pd

Layaknya luka lama yang tak kunjung sembuh, kini harus ditimpa dengan luka baru yang semakin dalam. Itulah kurang lebih pribahasa yang cocok untuk nasib guru di era ini, terlebih Guru Honorer. Mengatasnamakan kesejahteraan, Kini guru honorer harus kembali berlapang dada menerima keadaan yang terjadi saat ini. inilah gambaran nyata kezaliman yang terjadi di era yang serba digital hari ini. Keringat para Guru honorer diperas sampai tak tersisa lagi. Menandakan adanya ketimpangan pendidikan yang sangat jauh dari kata layak. Bukan hitungan hari bahkan bulan. Kini tahunan bahkan puluhan tahun mengabdi mendidik generasi bangsa. Kini diberikan ketidakjelasan yang berujung luka dalam yang sulit untuk disembuhkan. 

Berdasarkan data yang ada bahwa, Guru Honorer yang berhasil lulus Test Perjanjian Kerja (PPPK) tetapi belum mendapatkan surat keputusan, kembali menjadi sorotan masyarakat terutama para guru. Ketua Umum Persatuan Besar Republik Indonesia Prof Unifah Rosyidi kembali menyoroti kesejahteraan guru. Beliau mengungkapkan bahwa Guru Honorer yang telah lulus seleksi PPPK yang telah mendapatkan surat keputusan sebagai PPPK hingga saat ini baru sekitar 90.000 ribu atau 65 %. Beliau juga mempertanyakan program 1.000.000 juta PPPK guru yang digembar gemborkan pemerintah sebelumnya. Seperti bentuk protes terhadap kelalaian kinerja pemerintah terhadap nasib guru. Para guru yang lulus Passing Grade PPPK akan menggelar unjuk rasa pada tanggal 23 Mei 2022. Mereka menuntut kejelasan nasib 193.000 guru Honorer yang lulus sebagai PPPK tetapi tidak memiliki formasi PPPK sungguh ironi.(Muslimah Media Centre) 

Saat ini kita masih mendengar jeritan miris kehidupan guru honorer dengan ketidakjelasan nasib dengan tugas yang tidak ringan menghadapi berbagai tuntutan pendidikan dan menghadapi karakter anak yang bermacam – macam. Para guru honorer harus menghadapi kenyataan pahit menerima risiko mendapat gaji kecil.  Baru – baru ini viral di media sosial kisah guru honorer yang menunjukkan besaran gajinya pada bulan April lalu yang dibayar perjamnya 4000/jam untuk satu jam mengajar dan dalam sebulan beliau mengajar 8 kali. Jika diakumulasikan honor tetap sebesar 12.000 rupiah maka dalam sebulan gaji guru honorer tidak sampai 200.000 rupiah. Padahal kualitas generasi bangsa saat ini dan yang akan datang sangat ditentukan oleh peran guru dalam mendidik mereka. Jikalau pemerintah memperhatikan peran strategis ini tentu pemerintah tidak akan mensejahterakan para pencetak generasi ini. (Muslimah Media Centre) 

Nasib buruk yang dialami Guru Honorer ini tak lain hanyalah akibat diterapkannya sistem kapitalis sekuler. Sistem kapitalis yang mengatur negeri ini sejatinya telah membawa pendidikan dinegeri ini masuk kedalam jurang kehancuran. Sebab dalam keadaan kapitalisme kehadiran Guru Honorer dipandang tidak bnayak menguntungan negara. bahkan mentri PAN RB Cahyo Kumolo pernah mengatakan bahwa Anggaran Pemerintahan Pusat Terbebani dengan adana Guru Honorer. Sistem Kapitalisme meniscayakan hubungan antara rakyat dengan pemerintah didasarkan pada asas untung rugi Hitung hitungan ekonomi berlaku dimana rakyat hanya menjadi beban negara jika masih harus didanai atau disubsidi oleh kas negrara, Tak heran jika rakyat termasuk guru harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. tanpa diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja dan dimadai oleh gaji yang layak.
      
Hal ini lantas membuktikan gagalnya sistem pendidikan Kapitalis Sekuler dalam memberikan solusi dan jaminan kesejahteraan bagi guru. Guru merupakan ujung tombak sebuah peradaban. Imam Jalalaluddin as- Suyuthi menuliskan bahwa pahala memuliakan guru tak lain adalah Syurga. Disebutkan oleh Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang memuliakan guru, maka sungguh ia telah memuliakan aku. Barang siapa yang memuliakan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barang siapa yang memuliakan Allah, maka tempatnya di Syurga.

Islam tidak mengenal pemetaan guru PNS atau Honorer, dalam sistem Khilafah semua guru adalah Pegawai Negara. Khilafah memahami bahwa pendidikan adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh tiap siswa maupun guru dijamin haknya. Hak mendapatkan kesejahteraan berupa gaji yang layak bagi semua pihak. Hak mendapat layanan dan fasilitas pendidikan bagi seluruh siswa dengan jaminanan kebutuhan dan penghidupan yang cukup.  Para guru bisa fokus mendidik generasi dengan ilmu terbaiknya tanpa harus dibayangi besok makan apa dan mencari tambahan nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Sistem Pendidikan Islam sangat memuliakan posisi Guru. Pada masa Umar Bin Khattab gaji pengajar adalah 15 dinar/bulan atau sekitar 62.028.750.00 jika satu dinar = 4,25 gr. dan 1 gram dinar adalah 973.000. Di zaman Shalahuddin Al – Ayyubi gaji guru angkanya lebih besar lagi di dua Madrasah yang didiknya yaitu Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah gaji guru berkisar antara 11 Dinae sampai 40 Dinar. Bila di kruskan mulai saat ini gaji guru berkisar Rp 45.487.750 sampai Rp 165.410.00. Seorang Kepala Negara wajib memenuhi sarana pendidikan, sistemnya orang – orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah kekhilafahan islam. Maka kita akan melihat perhatian para Khalifah terhadap pendidikan rakyatnya sangat besar. Hanya dengan Khilafah Islamiyah lah problem pendidikan akan dapat terselesaikan.

Post a Comment

Previous Post Next Post