Demo Mahasiswa: Lumpuhnya Trias Politik Sengsarakan Rakyat, Bukti Demokrasi Gagal



Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam AMK


Parade demo mahasiswa yang digelar di berbagai daerah sejak tanggal 28 Maret hingga 11 April 2022, berhasil mengguncang Istana. Tuntutan mahasiswa direspon rezim, Jokowi menyatakan tidak ada penundaan Pemilu 2024. Namun, demonstrasi yang diinisiasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada 11 April 2022, tetap digelar di gedung DPR RI di kompleks Parlemen Senayan Jakarta. Diikuti oleh ribuan mahasiswa dan didukung oleh semua elemen masyarakat. Menggugat dan menuntut rezim, DPR,
dengan mengusung tagar #RakyatBangkitMelawan

Menurut Koordinator BEM SI, Kaharuddin, ada 18 tuntutan dari BEM SI, yakni 12 tuntutan pada aksi (21/10/2021) yang sampai saat ini belum terjawab. Adapun pada tanggal (28/3/2022), ada 6 tuntutan. Di samping menolak penundaan pemilu, mahasiswa menuntut pemerintah mengkaji ulang IKN, karena ada pasal-pasal bermasalah dan dampak yang ditimbulkan. Tingginya harga bahan pokok, naiknya BBM, TDL, adanya mafia minyak goreng membuktikan rezim oligarki. UU Omnibus law, UU BPJS, UU IKN, konflik agraria, adalah bukti rezim zalim dan langgar konstitusi. Utang negara yang menggunung, kebijakan para menteri yang menzalimi rakyat, korupsi menggurita, dan lainnya. Wajar, jika mahasiswa dan rakyat marah menuntut Jokowi lengser.

Ada empat tuntutan demo mahasiswa pada tanggal 11 April 2022 di gedung DPR RI, yakni:

Pertama, menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai.

Kedua, menuntut wakil rakyat harus menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai daerah sejak tanggal 28 Maret hingga 11 April 2022.

Ketiga, menuntut wakil rakyat jangan mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen, dengan tegas menolak penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode.

Keempat, menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai delapan belas tuntutan mahasiswa kepada presiden yang hingga saat ini belum terjawab. (tempo.co. 11/4/2022)

Demo Mahasiswa: Lumpuhnya Trias Politik Sengsarakan Rakyat, Bukti Demokrasi Gagal, dapat dianalisis sebagai berikut:

Pertama, demo mahasiswa di depan Gedung DPR, disinyalir karena wakil rakyat (DPR) lumpuh atau mati suri. DPR abai tidak melakukan fungsi pengawasan. Sebab, perpanjangan atau penundaan Pemilu 2024, adalah pelanggaran konstitusi. Anehnya, DPR diam dan terkesan pembiaran. Bahkan, dalam kasus lainnya seperti UU Omnibus Law, UU IKN, dan lainnya malah kongkalikong dengan penguasa, berperan aktif mengesahkan UU yang memihak pemilik modal dan oligarki. Sepantasnya jika DPR diplesetkan Dewan Pengkhianat Rakyat, dan layak ditentang.

Meskipun presiden sudah menyatakan tidak ada penundaan pemilu 2024, mahasiswa sudah terlanjur tidak percaya. 
Ketidakpercayaan mahasiswa kepada rezim telah ditunjukkan
oleh BEM UI pada tanggal (26/6/2021), yakni mengunggah sebuah poster bertajuk: The King of Lip Servis, maksudnya ucapannya kerap kali berbanding terbalik dengan faktanya. Katanya begini, faktanya begitu. Katanya stop utang, stop impor, dan lainnya, faktanya jalan terus. Jokowi janji IKN tidak memakai uang APBN, belum kering air ludah sudah berubah, diputuskan dana IKN diambilkan dari APBN. Apalagi kepindahan IKN ditengarai menabrak konstitusi. Belum lagi, janji-janji pemilu yang tidak ditepati. Tampaknya mahasiswa sudah jengah dan bosan dengan tingkah penguasa yang menyengsarakan rakyat.

Di sisi lain rezim sering melanggar konstitusi, bisa jadi rezim akan nekat mengamandemen UUD 45 yang diajukan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bambang Soesatyo yang berwacana mengamandemen Pokok-Pokok Haluan Nasional (PPHN). Jika terjadi amandemen, ini dikhawatirkan menjadi pintu masuk perubahan pasal-pasal krusial. Dalam negara demokrasi, rezim yang berupaya mengubah konstitusi adalah sebuah kejahatan besar. 
Wajar, jika para mahasiswa, kelompok intelektual marah, bangkit melakukan perlawanan.

Kedua, Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan  terdiri atas tiga lembaga, yakni legislatif (DPR), eksekutif (presiden, wapres, dan menteri), yudikatif (peradilan) Namun, dalam tataran praktiknya justru ketiga lembaga tersebut tidak melaksanakan fungsinya malah saling bekerja sama, bermufakat dalam kejahatan. Bukankah dalam sistem demokrasi keputusan dan mufakat diambil dari suara terbanyak? Inilah salah satu kebobrokan demokrasi, suara bisa dibeli. Karena perbuatannya berasaskan manfaat, semua cara dihalalkan. Bukan berdasarkan haram dan halal.

Dalam sistem demokrasi pihak legislatif dan yudikatif cenderung menjadi alat kekuasaan. Kasus UU Omnibus Law yang jelas inkonstitusional, peradilan MK tidak punya nyali menegakkan kebenaran dan keadilan.Tidak ada lagi proses "check dan balance)" penyebabnya adanya kongkalikong, politik sandera, dan politik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).
Lumpuh dan matinya trias politik di negeri ini membuktikan demokrasi sistem kufur telah gagal menyejahterakan rakyatnya. Secara gamblang dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan rezim yang menguntungkan para pejabat, pemilik modal, dan oligarki. Hal ini membuktikan pula bahwa trias politik buah demokrasi kapitalis sekuler bermufakat melakukan kejahatan, menyembelih rakyatnya untuk  dijadikan tumbal. Wajar, jika rakyat geram bangkit melawan.

Semua problematik  yang mendera bangsa dan negara ini, sejatinya disebabkan oleh kapitalisme. Sistem tersebut berasaskan sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Sekularisme inilah alat penjajahan Barat untuk menguasai negeri-negeri muslim termasuk Indonesia. Agama hanya sebatas mengatur akidah dan ibadah saja. Agama tidak boleh mengatur kehidupan publik, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Inilah biang kerok rusaknya tatanan di semua lini kehidupan.  

Demokrasi yang diagung-agungkan selama ini, justru sebagai pintu masuk penjajahan. Slogan 'dari rakyat-oleh rakyat-untuk rakyat' adalah  pembohongan.
Faktanya, rakyat dibutuhkan suaranya saat pemilu, setelah usai rakyat ditinggal pergi. Dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Artinya wakil rakyat yang terpilih (DPR) mewakili rakyat guna membuat undang-undang. Di sinilah awal mula terjadinya perselingkuhan dengan pemilik modal (swasta, asing, dan aseng). Padahal membuat hukum adalah hak Allah (QS. al-An'am [6]: 57). Jadi, demokrasi adalah sistem kufur.

Bukan rahasia lagi biaya politik sangat mahal. Jika calon tidak cukup uang untuk biaya politik (pemilu) maka mereka akan menggandeng pemilik modal yang mau mendanai dan terjadilah barter politik.Tentu tidak ada istilah makan siang gratis, ada balas budi dan undang-undang yang dibuat tentunya memihak dan menguntungkan pemilik modal (oligarki). Dampaknya, ekonomi dikuasai oleh oligarki yang menyebabkan barang naik, mahal, dan langka. Ditambah adanya pencabutan subsidi, naiknya pajak menjadi beban mencekik kehidupan rakyat. 

Wajar, jika mahasiswa dan rakyat menuntut perubahan. Tentu perubahan ke arah kebaikan. Oleh sebab itu, tidak cukup perubahan itu dengan mengganti rezim. Namun, juga mengganti sistemnya secara mendasar, menyeluruh, dan revolusioner. Yakni diganti dengan sistem Islam warisan Rasulullah saw. di mana beliau telah memberikan contoh bagaimana melakukan proses perubahan. Mengubah masyarakat jahiliah hingga tegaknya Negara Islam di Madinah. Aktivitas utama yang dilakukan Rasulullah adalah dakwah. Yakni dakwah  yang mempunyai tahapan-tahapan yang khas, dengan jalur pemikiran, bukan dengan kekerasan. Ada tiga tahapan dakwah, yaitu:

Tahap pertama, tahap pembinaan (marhalah tatsqif), yaitu tahapan pembinaan dan pengaderan, dengan menanamkan akidah Islam yang kuat dan kokoh menghujam dalam hatinya. Ini penting agar menjadi individu takwalah yakni melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Dalam tahapan ini Rasulullah saw. berdakwah secara diam-diam ke beberapa orang untuk dibina hingga berjumlah empat puluh orang sahabat, bertempat di rumah Arqam bin Al Arqam. Pada hakikatnya rahasia keberhasilan perubahan dalam tahapan ini adalah berlandaskan sebuah pemikiran, yakni akidah dan syariat. Hal Ini, merupakan modal utama untuk melakukan tahapan yang kedua.
 
Tahap kedua, tahapan  interaksi dengan masyarakat (marhalah tafa'ul ma'al ummah).
Setelah tiga tahun dibina oleh Nabi saw. para sahabat diminta beliau untuk berinteraksi dengan masyarakat menyerukan keislamannya secara terang-terangan. Maksudnya setiap pemikiran dan ide yang rusak, ragam kebijakan politik yang menyengsarakan rakyat, harus dikritik dan dijelaskan kesalahan dan akibat buruk terhadap kehidupan bermasyarakat. Rasulullah saw. mengecam dengan tegas keyakinan dan kebiasaan buruk kaum jahiliah.

Tahap ketiga, tahap Istilam al hukmi (menerima kekuasaan dari umat)
Rasulullah hijrah ke Madinah dengan terlebih dulu mengutus Mus'ab bin Umair untuk mendakwahkan Islam dan berhasil. Peresmian penyerahan kepemimpinan ditandai dengan baiat Aqabah kedua. Selanjutnya Rasulullah diberikan kepercayaan untuk memimpin Madinah dan berdirilah Negara Islam (Daulah Islamiah) yang pertama, diatur dengan hukum-hukum Islam, yakni Al-Qur'an dan Hadis pada tahun 1 H (622 M).

Oleh karena itu, untuk mewujudkan perubahan hakiki tidak cukup bermodalkan semangat saja dengan gerakan people power karena berakhir pada kekacauan politik dan pertumpahan darah. Hal ini dalam Islam dilarang. Sebab, terjadinya perubahan hakiki tidak bisa dicapai dengan hanya menggulingkan rezim. Namun, dengan perubahan taghyir yaitu menumbangkan sistem  demokrasi kapitalis sekuler yang kufur dan menggantinya dengan sistem yang diridai Allah, yakni Islam kafah (QS. al-Baqarah [2]: 208). Sebab, berislam secara kafah merupakan perintah Allah Swt. kepada semua individu muslim, masyarakat, dan negara. Adapun Islam secara kafah hanya bisa diterapkan dalam institusi khilafah. Oleh sebab itu, tegaknya khilafah adalah tujuan utama untuk meraih perubahan hakiki yang menyejahterakan semua manusia.

Alhasil perubahan hakiki yang dimaksud dengan membuang sistem demokrasi kapitalis sekuler diganti dengan Islam. Perubahan akan berhasil jika mensuriteladani Rasulullah melalui jalan dakwah, bukan melalui demo atau kekerasan.

"Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik." (QS. al-Ahzab [33]: 21)

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post