Rasisme di Tengah Perang Rusia vs Ukraina

Oleh: Ummu Haura

Aktivis Dakwah

 

Perang akhirnya pecah antara Rusia dan Ukraina. Berita perang kedua negara tersebut mewarnai berbagai media dalam sepekan ini dan menjadi perbincangan terkait kemungkinan terjadinya perang dunia ketiga. Tak hanya rakyat sipil dari kedua belah pihak yang menjadi korban, peperangan ini juga mengakibatkan mereka harus mengungsi ke wilayah yang aman.

Ukraina, negara yang dibombardir Rusia, membuat rakyatnya harus menyelamatkan diri beserta keluarganya. Negara-negara yang berbatasan dengan Ukraina mulai kedatangan para pengungsi dan mereka menyatakan kesiapannya untuk menampung pengungsi yang berasal dari Ukraina. Akan tetapi, isu perlakuan rasisme dan diskriminatif muncul di tengah upaya penyelamatan gelombang pengungsi.

Perlakuan tak adil diterima oleh warga non Ukraina, yaitu orang-orang Afrika dan Asia. Setelah menempuh perjalanan jauh untuk menyelamatkan diri ke perbatasan, mereka yang sudah kelelahan dan kelaparan malah dilarang melewati daerah perbatasan. Sikap kasar dan arogan petugas perbatasan, ditunjukkan dengan mendorong mereka dengan popor senapan. Bahkan sebagian dari mereka diminta memungut sampah di perbatasan, baru diizinkan mengungsi pergi dari Ukraina. Sedangkan warga Ukraina mendapat perlakuan istimewa, disediakan kendaraan bagi yang ingin mengungsi serta dipermudah melewati perbatasan-perbatasan.

Menanggapi isu rasisme yang terjadi di perbatasan Ukraina, Jubir Uni Eropa, Anitta Hippe mengatakan, agar semua orang yang menyelamatkan diri dari peperangan ini diizinkan masuk ke Uni Eropa. Hippe berharap tidak ada diskriminasi terhadap perbedaan bangsa, etnis, atau pun warna kulit dalam upaya penyelamatan pengungsi dari Ukraina.

Begitu juga, Ketua Uni Afrika dan Ketua Komisi Afrika mengecam dan menyayangkan terjadinya perlakuan rasisme yang diterima oleh warga Afrika yang akan mengungsi. Menurut mereka, semua negara harus menghormati hukum internasional, menunjukkan empati dan dukungan yang sama kepada semua pengungsi, tanpa membedakan identitas ras mereka.

Peperangan yang terjadi antar Rusia versus Ukraina semakin menguak tabir standar ganda yang diterapkan negara-negara Barat. Negara-negara Barat khususnya Eropa, begitu cepat bergerak menolong pengungsi warga Ukraina yang menjadi korban dalam peperangan ini. Sikap berbeda diperlihatkan kepada pengungsi warga Suriah yang juga menjadi korban perang di negara mereka.

Para pengungsi dari Suriah harus terkatung-katung selama sekian tahun di perbatasan negara-negara Eropa. Mereka hidup di tenda-tenda pengungsian dengan fasilitas seadanya bahkan sangat memprihatinkan.

Banyak negara di Barat bereaksi keras terhadap Rusia dan melakukan berbagai embargo kepada negara tersebut, akibat melakukan penyerangan militer kepada Ukraina. Sedangkan Israel yang berulang kali melancarkan serangan udara ke Palestina, negara-negara Barat seakan menutup mata terhadap brutalnya penjajahan Israel kepada rakyat Palestina.

Julukan terorisme disematkan terhadap perlawanan rakyat Palestina yang menggunakan bom molotov untuk melawan zionis Israel. Sedangkan pujian dan bagian dari mempertahankan diri, adalah pembelaan yang diberikan Barat kepada warga Ukraina yang membuat bom molotov untuk melawan tentara Rusia.

Umat Islam sebagai agama dengan pemeluk hampir 2 miliar di dunia, harus menyadari standar ganda yang dilakukan Barat. Tidak terpengaruh juga oleh upaya mereka menutupi isu rasialisme dan diskrimatif terkhusus pada Islam. Walaupun negara-negara Barat saat ini menjadi penguasa dunia, akan tetapi, umat Islam tidak boleh merasa rendah diri. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT. menyebutkan kaum Muslim adalah umat terbaik (lihat surah ali-Imran ayat 110).

Berbeda dengan Islam yang anti terhadap rasisme dan anti diskriminatif terhadap suku, ras bahkan agama. Pada masa kejayaan Islam, sejarah mencatat umat manusia bisa hidup tenteram walau berbeda.

Salah seorang sahabat Rasulullah ada yang berkulit hitam dan berasal dari golongan budak, yaitu Bilal. Walau berbeda, Bilal mendapat tempat istimewa dari Nabi SAW. Suara Bilal yang sangat merdu saat mengumandangkan azan di Masjid Nabawi, membuat ia menjadi muazinnya Nabi SAW. Tak hanya dengan Nabi SAW, hubungan Bilal pun sangat dekat dengan keluarga Rasulullah.

Sikap anti rasisme dan diskriminatif pun ditunjukkan oleh Muhammad al-Fatih dalam khutbahnya, sesaat sebelum pasukannya menang dalam penaklukan Konstantinopel. “…Hindarilah gereja dan tempat-tempat ibadah, jangan sampai ada yang mengganggunya! Hendaknya mereka tidak mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam peperangan!”

Bahkan, Kaisar Constantine yang terbunuh pada saat penaklukan itu terjadi, dikuburkan dengan sangat layak. Umat Kristen yang ingin tetap tinggal di wilayah Konstantinopel diperbolehkan oleh Muhammad al-Fatih.

Sang penakluk Konstantinopel tersebut memberi kebebasan umat Kristen menjalankan ajaran agamanya. Sedangkan bagi pemeluk Kristen yang tidak ingin tinggal di Konstantinopel, mereka diizinkan ke luar bahkan dijaga keselamatannya hingga sampai gerbang Konstantinopel.

Islam meletakkan kemuliaan manusia pada ketakwaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasar pada kedudukan, suku bangsa ataupun warna kulit. Seperti yang tertuang dalam Al-Q’uran surah al-Hujurat ayat 3. “Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”

Dalam salah satu hadits, Nabi SAW juga melarang umat Islam untuk tidak membeda-bedakan warna kulit. “Perhatikanlah! Sesungguhnya kamu tidak lebih baik dari orang yang berkulit merah dan tidak juga dari orang yang berkulit hitam kecuali jika kamu melebihi mereka dalam bertakwa” (HR Ahmad).

Maka, sudah sepantasnya yang memimpin umat manusia saat ini adalah Islam yang menerapkannya aturannya secara kafah, bukan kapitalisme yang dihembuskan Barat ke negeri-negeri Muslim. Barat berdalih mereka anti rasisme, anti diksriminatif, dan mengakui persamaan serta memberi kebebasan berekspresi dalam segala hal. Padahal ide-ide tersebut adalah madu yang dibalut racun untuk umat Islam bahkan umat manusia di seluruh dunia.[]


Post a Comment

Previous Post Next Post