Polemik Hukuman Mati, Tanda Negara Cacat Hukum


Oleh : Ummu Utsman 
(Ibu Rumah Tangga) 

Tuntutan hukuman mati bagi Herry Wirawan selaku terdakwa untuk perkosaan terhadap 13 santriwati di Bandung hingga kini masih menjadi polemik. Ada yang setuju, ada juga pihak yang menolak. 

Bagi pihak yang setuju terhadap tuntutan hukuman mati, merasa bahwa ini adalah momentum untuk memberikan efek jera kepada para pelaku kekerasan seksual lainnya. 

Sebagaimana yang telah disuarakan oleh anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan, vonis mati sudah pernah melalui pengujian Mahkamah Konstitusional dan telah dinyatakan konstitusional. Oleh karena itu, Arteria Dahlan sangat mendukung hukuman mati terhadap "predator" anak.

Sementara itu, di sisi lain, pihak yang kontra terhadap tuntutan tersebut, khususnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama para aktivis HAM, memandang bahwa pidana mati bukan merupakan solusi yang tepat untuk mengakhiri rentetan kasus kekerasan seksual yang kini melanda Tanah Air.

Sepanjang tahun 2021, jagat diskusi publik telah dipenuhi oleh keinginan para aktivis HAM untuk menghapuskan pidana mati di Indonesia. Pidana tersebut juga memperoleh kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beserta seluruh organisasi afiliasi, termasuk The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) atau Kantor PBB Urusan Obat-obatan dan Kejahatan.

Kecaman tersebut berlandaskan pada argumen bahwa hukuman mati bersifat permanen dan tidak dapat diubah (irreversible), serta melanggar HAM yang paling fundamental, yaitu hak untuk hidup.

Sungguh ironis dan membingungkan. Di negeri ini, Kejahatan tingkat berat seperti kekerasan seksual dianggap belum mendapat hukuman menjerakan, buktinya kasus tetap merebak. Namun saat hukuman mati diajukan, timbul polemik antara menjerakan dan komitmen penegakan HAM. Inilah bukti cacat sistem sekuler demokrasi hari ini. Tidak memiliki solusi yang pasti untuk menindak para pelaku kejahatan. 

Sejatinya, maraknya kekerasan seksual khususnya terhadap wanita di negeri ini adalah akibat diterapkannya sistem Kapitalisme-Sekuler. Dalam sistem ini, jaminan keamanan bagi para wanita demikian nihil. Pasalnya, sistem Kapitalis-Sekuler memandang bahwa kehidupan wajib dijauhkan dari agama. Baik dalam bidang pendidikan, pergaulan, ekonomi, hukum, sanksi serta bidang-bidang lainnya. Nilai kebebasan yang terkandung dalam sistem Kapitalisme-Sekuler telah meracuni akal dan naluri manusia. Tidak heran manusia mudah berbuat kejahatan dan kemaksiatan. Pornografi, pornoaksi, seks bebas, kriminalitas, miras, LGBT, dan lain sebagainya menjadi hal yang lumrah dalam sistem ini.

Ironisnya, penguasa dan negara yang semestinya menjadi pelindung rakyat pun nyaris tak ditemukan dalam sistem ini. Hal ini karena sistem Kapitalisme-Sekuler telah sukses mencetak para pemimpin yang jauh dari takwa. Semua ini diperparah dengan lemahnya hukum yang ada. Dalam sistem Kapitalisme-Sekuler, hukum tidak pernah memberikan efek jera. Mirisnya, di antara kemaksiatan-kemaksiatan tersebut malah ada yang legal atau berpotensi dilegalkan di bawah payung hukum negara. Inilah yang menjadikan kasus-kasus kekerasan dan berbagai tindak kejahatan lainnya susah dicegah. Bahkan semakin tumbuh subur dan menjamur.

Lain halnya dengan Islam. Sebagai agama paripurna, Islam melawan segala bentuk kejahatan. Termasuk kejahatan seksual. Islam tidak menoleransi segala hal yang berbau kejahatan seksual. Dalam Islam, segala hal yang berbau kejahatan seksual, baik itu berupa perzinaan, LGBT, prostitusi, pencabulan, perkosaan, dan segala hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan perkawinan, termasuk jarimah (kejahatan). Pelakunya diancam dengan hukuman had (hudud) atau ta’zir.

Sejarah mencatat, hampir 14 abad lamanya penguasa Islam (Khalifah) dan negara Islam (Khilafah) mampu melindungi rakyatnya dari segala macam kejahatan. Negara yang berasaskan Islam tidak akan membiarkan satu pun rakyatnya menjadi pelaku ataupun mengalami kekerasan seksual. Negara Khilafah akan membina ruhiyah umat sesuai syariat. Sejak dini, negara dan pemimpin Islam akan menerapkan pendidikan agama yang kuat kepada umat. Sehingga umat menjadi pribadi bertakwa dan beradab. Islam juga akan menutup semua akses atau konten-konten bermuatan pornografi yang merusak. 

Islam mengatur interaksi antara pria dan wanita dengan sempurna. Kaum wanita merupakan kehormatan yang harus dijaga dengan baik. Islam benar-benar menjamin keamanan bagi wanita. Untuk mencegah perilaku kekerasan seksual terhadap wanita, maka Islam akan mewajibkan wanita menutup aurat dengan sempurna (mengenakan busana muslimah) ketika keluar rumah. Begitupun dengan pria, mereka diperintahkan menundukkan pandangan. Sehingga antara pria dan wanita bisa menjaga pandangan satu sama lain. Islam juga menetapkan naluri melestarikan jenis (gharizah nau) hanya dapat dilakukan melalui hubungan pernikahan.

Selain itu, Islam pun akan memberikan sanksi tegas kepada siapa saja yang terbukti melanggar syariat. Bentuk dan jenis sanksi ini ditetapkan sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukan. Jika kejahatan yang dilakukan adalah sodomi (liwath), maka hukumannya adalah dibunuh. Adapun jika kejahatan yang dilakukan adalah pelecehan seksual (at-taharusy al-jinsi) tidak sampai pada perbuatan zina/homoseksual, maka hukumannya ta’zir (sanksi yang jelas kadarnya ditentukan oleh hakim). Tentunya, sanksi dan hukuman ini bisa bersifat sebagai pencegahan sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang lain. Sehingga peluang lahirnya kejahatan serupa akan tertutup rapat.

Demikianlah penjelasan tentang betapa sempurnanya Islam dalam mengatur kehidupan dan menjaga umatnya dari berbagai bentuk tindak kejahatan. Dari penjelasan di atas maka jelaslah hanya Islam satu-satunya solusi paripurna bagi setiap permasalahan kehidupan. Tak terkecuali masalah kekerasan seksual.

Sungguh, kekerasan seksual di negeri ini sampai kapanpun tidak akan mampu diselesaikan jika akar masalahnya tidak dicabut. Akar dari maraknya kekerasan seksual tiada lain adalah akibat dari adanya paham liberal yang bersumber dari sistem kufur Kapitalisme-Sekuler. Tersebab itu, untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual yang membelenggu negeri ini, kita harus mencabut paham liberal dari akarnya dan membuangnya jauh-jauh. Kemudian menggantinya dengan pemikiran Islam yang bersumber dari wahyu Allah. Niscaya, segala macam tindak kejahatan termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan akan mampu diberantas hingga tuntas.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post