Krisis Ekonomi, Bukti Kegagalan Kapitalisme


Oleh Susci
 (Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Banggai Laut, Sulteng)

Krisis kembali melanda, setelah sebelumnya diperparah dengan merebaknya Covid-19, kini krisis ekonomi kembali menambah urutan daftar negara kekurangan batu bara. Negara sedang menghadapi penurunan pasokan batu bara di PLN yang berimpak pada krisis listrik. Krisis listrik inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan ketersediaan listrik dengan kapasitas besar yang diperkirakan hanya mampu mencukupi kebutuhan selama 15 hari. Oleh karena itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor batu bara ke luar negeri yang diberlakukan mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu peneliti trent Asia, Andri Prasateyo.

“Keputusan pemerintah yang bahkan harus menarik rem darurat dengan menghentikan secara total ekspor batu bara guna menjamin pasokan kebutuhan batu bara domestik menunjukkan bahwa kondisi ketahanan energi kita benar-benar tidak aman dan di ambang krisis.”(suara.com, 4/1/2022)

Kebijakan tersebut bertujuan agar sumber daya batu bara hanya dapat diperuntukan untuk ketahanan dan kebutuhan dalam negeri. Namun, kebijakan tersebut tidak disepakati oleh beberapa pihak dengan pertimbangan di antaranya yakni jika pemerintah menghentikan pengeksporan batu bara, maka hal tersebut akan menurunkan jumlah devisa negara, apalagi devisa hasil ekspor batu bara bisa mencapai 3 miliar dolar AS per bulan.

Selain itu, mereka menilai bahwa dengan pemberhentian pengeksporan batu bara akan menurunkan minat investasi. Sebab, Indonesia adalah negara terbesar pengekspor batu bara di dunia selain Australia. Sehingga, jika Indonesia memberhentikan pengeksporan batu bara, maka kemungkinan besar tidak akan ada lagi investasi bagi Indonesia. Kerjasama ekonomi internasional akan mengalami kelumpuhan.

Kondisi inilah yang menyebabkan Indonesia semakin berada pada fase yang membingungkan. Jika Indonesia memilih memberhentikan pengeksporan batu bara, maka pemasukan negara akan mengalami penurunan. Namun sebaliknya, jika melanjutkan maka masyarakat Indonesia akan mengalami kesulitan listrik.

Akibat Penerapan Ekonomi Kapitalistik

Krisis ekonomi negara yang berkelanjutan bukanlah tanpa sebab. Dari informasi media yang didengar hingga beragam literatur yang diakses, negara menerapkan sistem ekonomi kapitalistik yang lahir dari ideologi kapitalisme yang menjadi asas negara saat ini. Jika ideologi kapitalisme berasaskan manfaat dan pencapaian materi semata, maka tak heran jika ekonomi kapitalistik dimanfaatkan sebagai jembatan pencapaian kekuasaan dan kekayaan yang digeluti para korporasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Sebenarnya negara akan lebih mudah menguasai, mengelola, dan mendistribusikan kepada siapa saja yang diinginkan tanpa mengalami kebingungan. Namun, karena adanya intervensi pihak asing dalam mengelola SDA, maka keputusan negara bukanlah keputusan final melainkan keputusan yang juga harus dikoordinasikan kepada korporasi baik dalam maupun luar negeri sebagai operator yang menjalankan dan mengelola SDA. Yang tentu pertimbangannya bukan untuk pencapaian kesejahteraan rakyat melainkan untuk kepentingan mereka. 

Kerja sama ekonomi internasional menjadi penjajahan halus yang dilakukan para korporasi dalam membajak SDA. Buktinya negara tidak dibiarkan bersikap indenpendensi dalam mengurusi, mengelola, dan mendistribusikan SDA yang ada. Padahal jika negara mampu mengelolanya secara mandiri, maka negara tidak akan bergantung kepada para korporasi asing. Bisa dibayangkan, jika sekiranya negara dapat mengelola SDA secara mandiri tanpa intervensi pihak manapun, maka negara akan menjadi produsen, konsumen, sekaligus distributor sepenuhnya bagi negaranya. Tidak ada lagi yang perlu ditakutkan dari kerugian baik devisa ataupun investasi, sebab negara sudah memiliki SDA khususnya batu bara yang melimpah dan SDM yang berkualitas sebagai pendapatan terbesar negara.

Sayangnya, penerapan kapitalisme sekularisme inilah yang menjadi pemicu timbulnya krisis ekonomi negara. Sehingga, sekuat apapun negara berusaha memulihkan ekonomi, tetap saja mengalami kegagalan. Oleh karena itu negara wajib meninggalkan kapitalisme sekularisme, bibit yang tumbuh dan membuahkan beragam macam peraturan yang gagal mensejahterakan rakyat.

Sistem Ekonomi dalam Islam

Jika kapitalisme sekularisme terbukti sebagai dalang dari krisis ekonomi, maka sudah seharusnya negara hijrah dan beralih ke penerapan ekonomi Islam yang berasal dari syariat Islam. Sudah tentu dengan Islam, umat akan mendapatkan kemulian dan kesejahteraan, sebab berasal dari Allah Swt. Berbeda halnya kapitalisme sekularisme yang berasal dari pikiran dan hawa nafsu manusia.

Sistem ekonomi dalam Islam akan menitikberatkan pada kepemilikan. Dalam kepemilikan tersebut Islam membaginya dalam dua hal yakni, kepemilikan umum dan individu. Kepemilikan umum akan dikelola negara dan hasilnya untuk kemanfaatkan masyarakat demi tercapainya kesejahteraan bagi seluruh elemen negara. Sedangkan kepemilikan individu akan dikelola secara mandiri oleh individu tanpa campur tangan negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan individu tersebut. 

Hak kepemilikan umum pernah disampaikan Rasulullah saw. "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya adalah haram. Abu Sa'id berkata yang di maksud adalah air yang mengalir.'' (HR. Ibn Majah) 

Oleh karena itu, SDA khususnya batu bara merupakan kepemilikan umum yang wajib dikelola negara untuk kepentingan dalam negeri secara menyeluruh. Negara harus mengelolanya secara mandiri dan tidak membiarkan adanya intervensi dari pihak manapun yang nantinya akan menggoyahkan ketahanan dan kemandirian negara serta negara akan dengan mudah dimanfaatkan demi pemenuhan hasrat nafsu mereka yang ingin menguasai SDA dalam negeri.

Dalam Islam, negaralah yang akan menjadi operator dalam mengelola SDA. Sekiranya jika negara membutuhkan bantuan dan kontribusi para korporasi dalam ataupun luar negeri, maka negara hanya akan membayarnya sebagaimana mestinya, layaknya majikan dan pekerja. Tidak seperti hari ini yang kedudukan majian dan pekerja sama, negara dan para pengusaha melakukan kerja sama dalam mengelola SDA untuk kepentingan mereka bukan untuk rakyat. 

Alhasil, negara harus kembali kepada ideologi Islam, sistem yang lahir dari syariat Islam. Mampu memuliakan dan mensejahterakan umat. Islam pula mampu menempatkan kedudukan kepemilikan dengan benar dan adil, tanpa ada yang terzalimi. Islam akan memerintahkan negara agar mampu menjaga keutuhan dan kedaulatan rakyat dengan menjaga instrumen tambahan yakni keuangan yang didapati dari pengelolahan SDA ataupun pendapatan lainnya seperti fa'i, jizyah, kharaj, zakat, dan ghanimah.

Untuk itu, umat harus berjuang demi tegaknya Islam dalam bingkai khilafah. Khilafah adalah sistem pemerintahan umum yang menerapkan syariat Islam kafah dan menyebarkan dakwah ke seluruh penjuru dunia. Sehingga, khilafah akan berdiri untuk memperkenalkan sekaligus menerapkan Islam yang penuh kemuliaan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Wallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post