KALEIDOSKOP KORUPSI DAN MANDULNYA SOLUSI

Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah (Aktivis Dakwah Kampus)

Kebenaran dan kepastian mengapung, di antara uang dan kuasa yang mengepung di negeri yang penuh muslihat, korupsi seolah menjadi perkara lumrah. Perburuan menjadi paling kaya, menjadi hobi para abdi negara, (Najwa shihab).

Kutipan tokoh di atas sekiranya mewakili kondisi negeri ini. Kasus korupsi yang merajalela hingga keakarnya sudah biasa menjadi berita santapan kita sehari-hari. Di Indonesia kasus korupsi sudah tidak asing lagi diperbincangkan oleh kalangan masyarakat. Kebiadaban para pemakan daging busuk semakin merambah ruah dengan skala bervariasi mulai dari tingkat daerah hingga pusat yang melibatkan banyak pejabat dan petinggi negara.

Angka kasus korupsi setiap tahunnya meningkat bahkan Indonesia berada di peringkat 102 dunia yang bersih dari korupsi. Itu artinya Indonesia memiliki peringkat yang tinggi terkait dengan kasus korupsi di antara 180 negara.

Sepanjang tahun 2021 deretan kepala daerah banyak yang terjerat korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menangani beberapa kasus korupsi yang melibatkan para pejabat kepala daerah yang meliputi gubernur dan bupati/Wali Kota. KPK melakukam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan sejumlah pejabat negara.

Di antara beberapa kepala negara yang ditangani oleh KPK yaitu, mantan kepala Gubernur dari Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah atas kasus suap terkait barang. Nurdin menerima uang suap sebesar Rp. 2 milyar dari kontraktor, kemudian mantan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat Ia diduga tersandung kasus pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, kemudian Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari ditangkap bersama suaminya yang merupakan anggota DPR Fraksi Partai NasDem Hasan Aminuddin. Mereka ditangkap karena dugaan korupsi jual-beli jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo. Dan masih ada beberapa kepala daerah yang ditanggani oleh KPK, (Suara.com,Sabtu 25/12/21).

Rata-rata pencuri uang rakyat paling banyak berpendidikan tinggi. Pencuri uang rakyat berasal dari legislatif, eksekutif, yudikatif, dan swasta. Mereka punya kuasa membuat diskriminasi sebutan mencuri. Kalau rakyat biasa mencuri disebut pencuri. Kalau pencuri kakap berdasi pula disemat nama keren koruptor. Sebutan koruptor terasa keren sehingga mereka masih bisa mengumbar senyum ketika ditangkap.

Pada saat berstatus terdakwa di pengadilan, badan dibalut jas dan leher diikat dasi erat-erat. Tampil perlente dan tetap ceria di depan kamera. Sebut saja pelaku korupsi itu dengan pencuri kelas berat. Perbuatannya merupakan pelanggaran atas hak sosial dan hak ekonomi rakyat sehingga digolongkan sebagai penjahat luar biasa.

Kasus korupsi yang tidak kunjung usai diperbincangkan ini menyandang kasus paling populer pada masanya. Di sepanjang 2021 KPK mengantongi sebanyak 708 laporan dugaan korupsi sejak Januari hingga November 2021. Dari 3.708 laporan tersebut, sebanyak 3.673 telah rampung diproses verifikasi oleh KPK. (Sindonews.com, 17/12/2021).

Saat ini KPK masih terus bekerja dalam pemberantasan kasus tindakan pidana korupsi. Pada tahun 2021 ini,KPK mengaku sudah menangani 101 perkara korupsi dengan menjerat 116 tersangka hingga November 2021. (Liputan6.com, 20/12/2021)

Jargon pemberantasan korupsi seperti pepesan kosong. Hukum juga sering kali berubah-ubah berganti pucuk kepemimpinan tidak menjadikan negara ini lebih baik. Kuatnya intervensi penguasa semakin membuat tak bertaring. Meskipun banyak laporan dari masyarakat terkait kasus korupsi akan tetapi pemberantasan yang dilakukan oleh KPK tidak akan pernah bisa menghentikan para koruptor.

Yah, jangan kaget lagi mandulnya sistem demokrasi tidak akan pernah menghadirkan solusi yang terbaik untuk negeri ini. Dalam sistem kapitalisme uang adalah segalanya. Calon penguasa butuh uang untuk memobilisasi dukungan saat menjelang kampanye. Sebab, suara terbanyak bisa saja diraih dengan uang. Dengan uang pula mereka bisa meloloskan UU yg kontroversial, pejabat menjadi kebal hukum. Jual beli kasus dan hukum semakin membuktikan bahwa uang sudah mengendalikan para penguasa.

Penyelesaian kasus korupsi dalam sistem demokrasi sangat berbeda dengan penyelesaian dalam Islam. Di dalam Islam pondasi utama yang diperhatikan oleh negara adalah ketakwaan individu. Kemudian negara menjamin gaji yang layak terhadap pegawai dan menghitung harta kekayaan individu tersebut sebelum menjabat dan sesudah menduduki jabatan. Sehingga, dengan hal ini korupsi bisa dicegah.

Adapun hukuman bagi para koruptor dalam Islam yakni bisa berbentuk peringatan, stigmatisasi, penyitaan harta, pengasingan, jilid, hingga hukuman mati. Tentu dengan hukuman seperti itu memberikan efek jera terhadap pelaku.

Maka dari itu, tidak ada jalan keluar untuk menumpas praktik korupsi selain dengan hukum Islam. Namun syariat Islam tidak bisa diterapkan secara persial tetapi harus secara total/keseluruhan. Jadi, syariat Islam tidak cukup hanya dijadikan perda tetapi harus menjadi aturan bernegara.

Sistem Demokrasi tidak layak menjadi tata aturan kehidupan manusia. Hanya sistem Islam yang layak sebab sistem Islam berasal dari Allah. Dengan Al-quran dan Hadits sebagai dasar aturan kehidupan manusia.

Sesungguhnya masih ada harapan agar masa depan negara sejahtera bila mereka menjadikan aturan Islam sebagai sumber hukum.

Wallahualam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post