UU Ciptaker Bukti Cacatnya Hukum Buatan Manusia


Oleh : Annisa Eres 
Pengemban Dakwah


Rakyat seharusnya bisa menikmati hasil pembangunan dengan mudah dan murah, bukan malah menanggung akibat kebijakan yang justru semakin menyulitkan hidup yang sudah sulit. 

Begitulah makna yang tersirat dari ucapan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam yang dilansir pada laman cnnindonesia.com (27/11/2021).


Dijalankan Meski cacat

Meski UU Ciptaker sudah ditetapkan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) dan diberi tenggat waktu 2 tahun untuk memperbaiki pasal yang cacat, bukan berarti UU Ciptaker ini adalah sesuatu yang benar dan membuat pemohon menang, kata Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera, Bivitri Susanti. 

Nyatanya UU Ciptaker yang sudah cacat ini justru langsung diberlakukan sebelum adanya perbaikan. Sangat janggal, dan tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat. 

Padahal dalam prosesnya, UU Ciptaker ini bertentangan dengan UU PPP (Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) karena tidak adanya asas keterbukaan dengan masyarakat dan banyak pasal didalamnya yang bertentangan dengan UUD 1945. 

Kenyataan ini menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak adil dalam mengambil kebijakan, karena sarat pada keberpihakan terhadap penguasa dan pengusaha (pemilik modal).


Kebijakan Sesuai Pesanan

Sudah jelaslah bahwa MK tidak bisa diharapkan dan menjadi tumpuan untuk menuntut keadilan. Betapapun tuntutan besar-besaran digencarkan, tetapi uang juga lah yang menentukan. Inilah dampak dari sistem kapitalisme dan sekularisme yang tidak terpisahkan dari negara. 

Disinilah letak permasalahannya. Hukum seakan dipermainkan dan dibuat sesuka hati, sesuai permintaan para parlente. 

Sangat berbeda dengan mahkamah mazalim dalam Islam. Mahkamah mazalim dijalankan berdasarkan pada aturan dan hukum dari Allah, yang sudah pasti membela kebenaran dan bertujuan untuk kemaslahatan publik juga tegas terhadap yang zalim. 

Jika aturan Islam diterapkan di muka bumi, lalu bagaimana dengan orang yang tidak beragama Islam? Apakah dipaksa tunduk terhadap aturan Islam? Ya, dan hukum Islam tidak memandang status dan agama seseorang. Meski yang bersengketa adalah seorang pemimpin atau menteri dengan rakyat biasa, tetapi dimata hukum yang benar adalah rakyat biasa. Maka qadhi (hakim) akan memenangkan sengketa kepada rakyat biasa. Karena keadilan tidak bisa dibeli dengan jabatan atau kekayaan. Keadilan mutlak ditegakkan.


Saatnya Menegakkan Hukum Allah

Buruh tidak akan pernah sejahtera hidupnya selama negara masih menggunakan sistem demokrasi yang semua kebijakan dan peraturannya dibuat oleh manusia, karena manusia sifatnya lemah. 

Oleh karenanya sudah saatnya negara kembali menggunakan sistem khilafah yang sumber hukumnya berasal dari Allah. Hukum atau peraturan dari Allah sang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui akan menjamin kesejahteraan umat manusia, semua kalangan. 

Hukum dan segala peraturan yang berasal dari Allah sedangkan khalifah (penguasa) dan qadhi (hakim) hanya sebagai pelaksana, bukan sebagai pembuat kebijakan. Tidak ada yang boleh mengganti hukum selain dari syariat yang telah Allah tetapkan. 

Peraturan yang telah Allah tetapkan ini tidak mungkin bertentangan dengan maslahat dan tidak mungkin berpihak pada penguasa atau pengusaha. Pastilah hukum yang Allah buat untuk kebaikan umat manusia. 

Begitu aturan Islam diterapkan secara keseluruhan, saat itu juga Islam rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) akan menyelimuti dunia. Jadi, sudah saatnya kita mengganti hukum kita dengan hukum Islam. 

Wallahu a'lam bishawwab. []

Post a Comment

Previous Post Next Post