Predator Santriwati



Baru-baru ini banyak yang membicarakan kasus sosok predator anak di lingkungan  yang menyelenggarakan kegiatan pembelajaran agama Islam. Berkedok mengikuti pendidikan tanpa perlu memikirkan biaya, Herry Wirawan (36), pemilik dan pengurus Pondok Tahfiz Al-Ikhlas di Bandung disebut memperkosa 12 santriwatinya.

Mirisnya, perbuatan bejat itu sudah dilakukan selama kurun lima tahun atau sejak 2016-2021. Akhirnya memicu pertanyaan tentang pengawasan di lingkup pondok pesantren. Dimana para guru dan karyawan tempat itu berada?, dimana posisi ketua Rukun Tetangga (RT) dan dimana posisi masyarakat sekitar yang biasanya sebagai kontrol sosial. Bukankah  ketika kontrol sosial kurang efektif maka seseorang akan merasa lebih leluasa untuk bertindak atas nama kebebasan. 

Kasus ini baru mengemuka baru-baru ini ketika aktivis perempuan Nong Andah Darol Mahmada mengunggah utas di Twitter yang mengungkap kasus kekerasan seksual yang terkubur rapat itu.

Utasnya  diunggah ulang ribuan kali dan menjadi perbincangan di dunia maya. Anehnya  warga sekitar tidak mengetahui bahwa di lokasi itu pernah menjadi saksi bisu pemerkosaan. 

Ketua Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma`ahid Islamiyah (RMI) NU atau Asosiasi Pesantren NU DKI Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan, pemberitaan yang sedang viral dinilai sudah sangat merusak nama pondok pesantren. Tetapi beliau menambahkan bahwa tempat kejadian perkara  jelas-jelas bukan pondok pesantren, tapi boarding school, sekolah berasrama, Ujar KH Rakhmad Zailani Kiki dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id (9/12).

Informasi bahwa  pesantren itu besutan syiah yang menghalalkan nikah muth'ah pun muncul  dipermukaan. Ditambah dengan informasi Madani Boarding School yang tidak mengantongi izin pondok pesantren dari Kementerian Agama setempat. 

Satu yang harus dipahami, Islam itu sempurna, tetapi muslim tidak. Pesantren itu baik, tetapi oknumnya belum tentu. Institusi pendidikan sangat penting,  tetapi Kekerasan seksual dalam dunia pendidikan pun ada. Dalam  keluarga pun harusnya menjadi ruang yang aman, tapi berapa banyak kita mendengar dan melihat bahwa itu pun tidak luput dari hal yang sama. 

Mari sama-sama mencegah  kekerasan seksual di lingkungan manapun. 

Aware is the key! tidak pernah tahu kapan dan bagaimana pelaku pelecehan seksual akan menyerang siapa dan bagaimana. Jadi usahakan untuk selalu waspada di manapun dan kapanpun. Bukan berarti kita harus jadi super was-was dan curigaan. Namun Untuk kasus ini, terdengar mengecewakan masyarakat terhadap perilaku orang beragama yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang dipeluknya. Diperlukan maksimalkan peran orang tua dalam pengawasan  dan kontrol terhadap penyelenggara pendidikan, cari  track record pendidikan  yang  benar-benar  menerapkan syariat di dalamnya. 

Buat pemerintah setempat seharusnya 
ada regulasi yang tepat, karena banyaknya Kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan,  jangan cuma ngeluarin izin saja, tanpa ada  controling dalam pelaksanaannya.  

Untuk masyarakat luas jangan sampai juga karena kasus ini kita jadi pendek akal, takut memasukkan anak ke pondok pesantren, ke Sekolah Islam terpadu padahal sekali lagi yang salah adalah bukan pondok pesantrennya tetapi oknum didalamnya. 

Mia Fitriah Elkarimah
el.karimah@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post