Parenting Kebangsaan, Tumbuhkan Nasionalisme Anak


Oleh Susci 
(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Banggai Laut, Sulteng)

Yogyakarta menggelar upaya pengenalan parenting kebangsaan anak sejak usia dini, melalui program bina keluarga balita untuk meningkatkan jiwa nasionalisme anak. Sebagaimana yang disampaikan oleh kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik kota Yogyakarta, Budi Santoso.

“Dari survei kecil-kecilan yang kami lakukan, peran keluarga untuk mengenalkan wawasan kebangsaan masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, kami melakukan intervensi dengan mengenalkan pola asuh berwawasan kebangsaan." (antaranews.com, 2/11/2021)

Dalam pengembangan tersebut, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik membuat project peningkatan program dengan menghadirkan para akademisi dan psikolog untuk melakukan pembimbingan terhadap orang tua dalam menjalankan pola asuh kebangsaan anak. Oleh karena itu, untuk mengetahui perkembangan anak badan tersebut membuat bahan evaluasi dengan menghadirkan si kembang yakni kartu evaluasi anak yang akan dimasukan saat anak memasuki jenjang pendidikan.

Program tersebut tampaknya akan memberikan peluang tumbuhnya nasionalisme anak. Nasionalisme digambarkan sebagai sebuah ikatan yang penting untuk tumbuh kembang diri masyarakat khususnya bagi anak usia dini. Anak sebagai generasi penerus lima tahun ke depan diharapkan membawa pengaruh bagi peradaban, berani berjuang menjaga keutuhan dan kedaulatan negara layaknya para pahlawan terdahulu.

Sayang, sedikit sekali dari masyarakat yang memahami bahwa ikatan nasionalisme merupakan ikatan rendah. Sebab, ikatan ini bersifat temporal yakni hanya akan bersatu atau muncul ikatan ketika adanya ancaman. Namun, ikatan akan hilang ketika tidak ada ancaman. Nasionalisme juga merupakan ikatan yang bersifat emosional. Ikatan yang muncul dari dorongan perasaan semata. Oleh karena itu, ikatan ini tidak bisa dijadikan landasan dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara. Sebab, ikatan ini dapat berubah-ubah sesuai kondisi.

Jika nasionalisme diajarkan pada anak usia dini yang merupakan generasi penerus perubahan maka, hal tersebut akan berakibat pada menurunnya taraf berpikir ana. Anak akan cenderung melihat dan melakukan sesuatu jika adanya ancaman namun akan berpaling jika telah berakhir ancaman. Inilah nasionalisme yang merupakan bahaya parenting kebangsaan berbasis moderasi. 

Ironisnya, nasionalisme diperkenalkan sebagai ikatan penting untuk menumbuhkan persatuan umat. Namun, faktanya nasionalismelah yang membawa pengaruh negatif bagi generasi muslim. Sebab, nasionalisme telah merusak masyarakat dengan memburamkan wujud persatuan yang kuat.

Oleh karena itu, parenting kebangsaan tumbuhkan nasionalisme anak adalah upaya memoderasikan umat. Yakni arahan dalam menghembuskan paham liberal bagi generasi muslim untuk menjauhkan mereka dari perspektif Islam serta menanamkan ikatan nasionalisme lemah kepada anak.

Hal ini bertujuan untuk menghalangi umat Islam dari ikatan yang kuat. Ikatan yang akan mempersatukan umat Islam dan ancaman bagi kekuasaan Barat serta potensi hancurnya penjajahan Barat baik fisik ataupun pemikiran. Inilah yang ditakuti Barat  yakni berakhirnya hegemoni mereka atas negeri-negeri muslim dalam membajak kekayaan dan memperluas wilayah.

Pengenalan Ikatan yang Kuat

Nasionalisme telah terbukti sebagai ikatan rendah yang tidak bisa dijadikan landasan persatuan. Nasionalisme merupakan senjata ampuh yang mampu melumpuhkan musuh, senjata yang berhasil mengotak-ngotakkan kaum muslim. Terbukti setelah keruntuhan Kekhilafahan Utsmani pada tahun 1924, umat Islam dibagi-bagi menjadi beberapa wilayah kecil dan ditanamkan ikatan nasionalisme. Wajar saja jika ledakan bom dan teriakan saudara muslim di negeri lain tak begitu dipedulikan. Sebab, umat Islam telah dirancuni ikatan rendah dan berpaling dari ikatan kuat. Oleh karena itu, generasi muslim wajib berpaling dari ikatan nasionalisme dan kembali pada ikatan kuat yakni ikatan ideologi yang berasal dari akidah aqliyah yang melahirkan peraturan hidup.

Ikatan ini tidak hadir hanya karena adanya ancaman seperti halnya nasionalisme. Namun, ikatan ini akan terus hadir sekalipun tidak ada ancaman. Mereka disatukan dengan jalan pikiran dan perasaan yang sama. Standar cinta dan benci yang sama, serta peraturan yang sama. Semua berasal dari Allah Swt.

Oleh karena itu, sudah seharusnya umat muslim mencampakkan ikatan nasionalisme dan menggantinya dengan ikatan ideologi. Namun, ikatan tersebut tidak akan hilang jika kaum muslim masih bercokol dengan kapitalisme sekularisme. Yakni sistem yang menjadi induk dari nasionalisme. Sebesar apapun usaha menghilangkan nasionalisme maka, hal itu akan sia-sia. sebab induk dan anak tidak akan pernah terpisahkan.

Untuk itu, umat harus mengganti sistem ini dengan sistem yang berasaskan akidah Islam. Islam akan membina keluarga khususnya ibu sebagai madrasah ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya akan mengajar dan membimbing akidah mereka baik akidah aqliyah (akidah yang lahir dari pemikiran dalam mengenal keberadaan Allah) maupun akidah siasiyah (akidah yang mengatur tentang kehidupan, misalkan kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain).

Umat Islam harus sadar bahwa program ini merupakan program Barat untuk menjauhkan umat Islam dari pemahaman syariat kafah. Oleh karena itu, umat Islam harus berjuang demi tegaknya kembali khilafah sebagai institusi umum yang menerapkan syariat dan menyebarkan dakwah Islam ke penjuru dunia. 

Dengan menegakkan khilafah maka, akan menumbuhkan persatuan kuat dan hakiki yakni persatuan yang berasal dari ikatan ideologi Islam bukan dari ideologi kapitalisme sekularisme yang melahirkan ikatan nasionalisme rendah.

Wallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post