Moderasi Beragama Menggerus Akidah Umat Islam

Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

Moderasi beragama ibarat "racun berbalut madu." Kaum muslimin harus lebih waspada dengan berbagai penyesatan terhadap kemurnian dinnul Islam yang dilakukan oleh kaum kafir dan orang-orang sekuler yang notabene antek-anteknya. 

Mode

rasi beragama secara masif diaruskan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Di balik program-programnya menawarkan kerukunan dan harmonisasi antarumat beragama. Hal yang mendasar dalam pengamalannya adalah menitikberatkan pada toleransi beragama dan pengakuan terhadap segala bentuk perbedaan. Maksudnya, untuk mencegah praktik radikalisme yang mengganggu kerukunan umat beragama (KUB). (mediaindonesia.com, 23/7/2020)

Oleh sebab itu, dalam menyambut Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2021/2022, Kemenag mengimbau kepada satuan kerja di bawahnya untuk memasang spanduk ucapan selamat Natal dan tahun baru atas nama toleransi. Dalam hal ini Kemenag Sulawesi Selatan telah menerbitkan edaran tentang pemasangan spanduk ucapan Natal dan tahun baru. Namun, menimbulkan polemik diprotes warga dan ormas Islam, ada permintaan untuk mencabut surat edaran tersebut.

Sementara, menurut Staf Khusus Menteri Agama Bidang Toleransi, Terorisme, Radikalisme dan Pesantren, Nuruzzaman, menyatakan bahwa Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Selatan tidak pernah mencabut surat edaran tersebut. Sebab, Kemenag adalah instansi vertikal yang merupakan representasi dari negara. "Kementerian Agama adalah kementerian semua agama, berkewajiban mengayomi, melayani, dan menjaga seluruh agama, termasuk merawat kerukunan umat beragama," ujar Nuruzzaman melalui siaran pers. (Republika.co.id, 18/12/2021)

Wakil Menteri Agama, KH Zainut Tauhid Sa'adi, yang merangkap sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, merespons polemik boleh tidaknya mengucapkan selamat (tahniah) Natal. Kiai Zainut menyebutkan ada sebagian ulama yang melarang dan ada ulama yang membolehkan mengucapkan selamat Natal. MUI sendiri belum pernah mengeluarkan fatwa tentang hukumnya mengucapkan tahniah atau selamat Natal. Oleh sebab itu, MUI mengembalikan kepada kaum muslimin untuk mengikuti pendapat ulama yang sudah ada sesuai dengan keyakinannya. (Republik.co.id, 18/12/2021)

Pernyataan senada disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Chalil Nafis, kalau mengucapkan selamat Natal dalam rangka saling menghormati dan toleransi boleh. Lanjutnya, yang tidak boleh adalah mengikuti upacara dan ikut merayakan perayaan natal. (twitter pribadinya, 17/12/2021)

Moderasi Beragama Proyek Barat. 

Sungguh, moderasi beragama sangat berbahaya, dengan mantra-mantra "Sepilis" (sekularisme, pluralisme, liberalisme) merusak pemikiran umat Islam. Sekularisme, yakni paham pemisahan agama dari kehidupan; Pluralisme, yakni paham yang memandang semua agama benar; Liberalisme, yakni paham kebebasan. Paham sepilis, telah membius umat Islam. Dampaknya, sungguh mengkhawatirkan, yakni menjauhkan umat dari agamanya sehingga tidak bisa membedakan halal dan haram. Lebih-lebih melahirkan manusia-manusia pongah, berani membuat aturan sendiri, menentang ayat-ayat Allah Swt. dan mungotak-atik firman Allah demi memenuhi syahwatnya.

Moderasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata moderation, artinya sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi berarti penghindaran kekerasan atau pengekstreman. Jadi, jika 'moderasi', disandingkan dengan kata 'beragama', menjadi "moderasi beragama" artinya merujuk pada sikap mengurangi atau menghindari sikap kekerasan (keekstreman/radikalisme) dalam praktik beragama. Menurut mereka disebabkan oleh klaim subjektivitas menganggap agamanya yang paling benar (Islam tertuduh). Oleh sebab itu, moderasi agama adalah upaya mencari jalan tengah untuk menyatukan kebersamaan semua agama.

Sejatinya dalam Islam tidak ada istilah moderat dan radikal. Istilah keduanya ada muatan politik yang disematkan oleh musuh Islam untuk memecah-belah persatuan umat, menjauhkan penerapan Islam secara kafah, dan melanggengkan penjajahan Barat (neoimperialisme). 

Islam moderat adalah paham keagamaan Islam sesuai selera Barat, menerima nilai-nilai Barat, demokrasi, HAM, menganut sekuler. Sebaliknya, radikal adalah paham keagamaan Islam yang dilekatkan pada kelompok yang dinilai garis keras karena anti-Barat menolak sekularisme, menghendaki diterapkannya syariat Islam secara kafah di semua lini kehidupan, (lihat: QS. al-Baqarah ayat 208, diwajibkan berislam secara kafah).

Moderasi beragama atau Islam Moderat, pada dasarnya mengusung pluralisme, yakni paham yang menganggap semua agama sama benar. Sebab, menurut mereka semua agama berasal dari sumber yang sama, yakni Tuhan. Jadi, wajar jika pemerintah yang mengadopsi sekularisme sebagai asas negara, rajin dan gencar mempromosikan toleransi beragama yang sering kebablasan. Sebagai contohnya, boleh mengucapkan selamat Natal, perayaan Natal, doa bersama lintas agama, shalawatan di gereja dan lainnya.

Benarkah ada Ucapan Natal dalam Al-Qur'an?

Para pengusung moderasi agama dan orang-orang sekuler, mempunyai statemen bahwa selamat Natal ada di Al-Qur'an artinya boleh mengucapkan selamat Natal. Dasar argumentasinya Surat al-Mumtahanah ayat 8. Allah berfirman, 
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Mumtahanah [60]: 8)

Dalam tafsir ayat di atas tidak ditemukan kebolehan mengucapkan selamat natal. Memang Islam mewajibkan untuk saling menghormati Bahkan, menyatakan bahwa darah dan harta kafir dzimmi hukumnya haram, tanpa sesuatu sebab yang benar. (QS. al-An'am ayat 151). Juga tidak ada larangan bermuamalah dengan mereka dan mereka punya hak dalam bertetangga, juga sebagai warga negara khilafah mempunyai hak yang sama.

Namun, tidak dalam urusan akidah dan ibadah. Sebab, sudah jelas dalam (QS. al-Kafirun ayat 1-6), tidak ada pencampuran peribadatan, apalagi ditutup dengan kalimat
"Lakum diinukum waliiyadiin' (untukmu agamamu, dan untukku agamaku)". Inilah wujud toleransi beragama. Artinya, beribadah menurut agamanya masing-masing. Bukan mencampuradukkan yang hak dan batil. Jadi, mengucapkan selamat Natal, apalagi ikut merayakan tentu merusak akidah seorang muslim dan bisa membuatnya murtad (keluar dari Islam).

Hukum Mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru

Dalam pandangan Islam peringatan Natal adalah kebatilan atau kebohongan. Sebab, peringatan Natal adalah memperingati kelahiran Isa Almasih sebagai anak Tuhan, sekaligus Isa dianggap Tuhan yang disembah oleh kaum Nasrani. Jadi, jelas sekali jika kita memberikan selamat atau tahniah (KBBI), artinya doa keberkahan suka cita atas kelahiran anak (Isa Almasih/Yesus). Secara tabiah ucapan yang mengandung saksi dan persetujuan atau pengakuan terhadap kelahiran Isa yang diyakini sebagai anak Tuhan atau Tuhan, artinya batil.

Hal tersebut, Allah sendiri yang menegaskan dalam Al-Qur'an surat al-Ikhlas ayat 3,
"(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan."

Selain itu ada bantahan yang qath'i (tegas) bahwa Isa anak Tuhan dan Isa bukan Tuhan, ada dalam QS. al Maidah ayat 72, "Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Padahal Almasih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu." (QS. al-Maidah [5]: 72)

Jelas sekali bahwa ayat tersebut qath'i, jadi ucapan mereka mengandung unsur keyakinan. Mereka disebut zalim karena melakukan kesyirikan yang nyata. Semua itu menyebabkan seseorang muslim murtad (keluar dari Islam) dan kafir.

Oleh sebab itu, umat harus mendapat informasi sahih dan dipahamkan. Bahwa, moderasi beragama adalah toleransi yang kebablasan mencampuradukkan yang hak dan batil. Sehingga dapat menggerus akidah umat Islam dan menjadikan murtad atau kafir. 

Seharusnya negaralah yang berkewajiban menjaga dan melindungi agama dan akidah umat Islam hingga terjaga kemurniannya. Sayangnya, perlindungan dan penjagaan ini hanya mampu diwujudkan oleh negara yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya, yakni khilafah. Bukan yang lain. Saatnya demokrasi sekuler kita campakkan, dan kita tegakkan khilafah ala minhajjin nubuwwah.
Wallahu a'lam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post