Islam Solusi Hakiki Kekerasan Seksual


Oleh Sumarni
Praktisi Pendidikan

Mencuatnya berita mengenai tindakan kasus kekerasan seksual tampaknya beberapa hari ini terus menghiasi jagat publik. Seolah tak pernah sepi dari pemberitaan kekerasan seksual pada kaum hawa terus terjadi tanpa bisa dibendung bahkan sudah mencapai kondisi  mengerikan. Susul menyusul kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan turut menyumbang persoalan. Belum kering kekerasan seksual di dunia kampus, kini di lingkungan pesantren tak luput dari kejahatan seksual.

Menakar Persolaan

Sebab begitu banyaknya kasus kejahatan seksual hingga viralnya kasus pencabulan yang dikukan oleh seorang guru dipondek pesantren  terhadap santriwati di Bandung, hingga pada akhirnya mendorong sebagian kalangan mendesak agar pengesahan RUU-TPKS (Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kasus Kekerasan Seksual) diketok palu. Sebab mereka melihat banyaknya kasus yang terjadi, karena tidak terkafernya masalah kasus kekerasan seksual tersebut belum mendapat payung hukum yang kuat.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni bahwa tindakan yang dilakukan oleh Herry Wirawan terhadap santriwati yang sebagiannya masih dibawah umur merupakan tindakan biadab dan kejahatan luar biasa yang tidak bisa dinalar lagi dalam akal sehat manusia (www.nasional sindonews.com, 10/12/2021). Sehingga atas alasan tersebut dia optimis hadirnya Rancangan Undang-Undang TPKS ini sebagai jalan pintas untuk menemukan solusi mengatasi tindak kekerasan seksual. Hal senada ini, juga diaminkan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dia mengatakan jika pengesahan RUU-TPKS ini nantinya diketok, pasalnya menjadi tajam dibandingkan Undang-Undang pasal perlindungan anak (Youtube Karni Ilyas Club, 16/12/2021). 

Benarkah demikian? Jika melihat lebih jauh draf RUU-TPKS ini kita menemukan dari sisi isi pasalnya masih terjadi perdebatan. Sebab rancangan Undang-Undang ini dibuat berparadigma liberal dan menawarkan penyelesaian ala feminisme yang terbukti gagal menuntaskan kekerasan seksual. Pengesahannya pun berjalan alot sebab publik mempertanyakan defenisi kekerasan seksual yang bias. Apalagi penyimpangan seksual  tidak termasuk dalam klausul di RUU ini. RUU ini hanya membahas seputar kekerasan seksual tetapi masalah penyimpangan seksual dan hubungan seksual atas dasar suka sama suka tidak dianggap bentuk kejahatan seksual. Inilah yang menjadi kelemahan hukumnya. Karena itu semangat RUU TPKS ini tidak akan membawa solusi bagi permasalahan.

Itulah mengapa yang harus disadari dan dibutuhkan adalah implementasi sempurna terhadap Islam yang mewujudkan individu yang bertaqwa, lingkungan penuh respek terhadap perempuan dan menutup semua  peluang terjadinya kekerasan seksual.

Islam Solusi Hakiki

Sesungguhnya kejadian-kejadian serupa kejahatan seksual dan seluruh tindakan seksual tidak akan ada habisnya jika negeri ini masih saja setia mengadopsi sistem liberalisme-sekuler yang  telah mengakar kokoh. Sebab sistem ini justru memberikan peluang dan membuka lebar keran kasus-kasus tindakan kriminal, pelecehan seksual maupun kejahatan seksual terus terjadi. Sebab asas liberal (kebebasan) yang dijamin undang-undang.

Oleh karenanya hanya sistem Islamlah satu-satunya solusi yang mampu menyelesaikan seluruh kejahatan dan tindakan kriminal termasuk perkara tindakan kekerasan seksual secara tuntas. Sebab Islam hadir dengan paradigma menjaga dan melindungi manusia agar tidak rusak. Islam merupakan agama preventif yang mencegah agar tindakan-tindakan pelecehan dan kekerasan seksual tidak muncul. Pencegahan itu terbingkai dalam aturan;

Pertama laki-laki dan perempuan wajib menjaga pandangan. Islam memerintahkan kepada para lelaki menundukkan pandangan begitupun dengan kaum perempuan sehingga mencegah timbulnya syahwat di antara keduanya. Kedua laki-laki dan perempuan menutup aurat secara sempurna di depan umum. Batasan aurat laki-laki jelas yakni dimulai dari pusar hingga lutut, sementara untuk perempuan juga jelas seluruh tubuhnya aurat, kecuali muka dan telapak tangan. 

Ketiga Islam melarang khalwat (berdua-duaan) laki-laki dan perempuan yang bukan mahram yang bisa mengantarkan pada perzinahan. Jelas khalwat dapat memicu potensi terjadinya perzinahan. Keempat Islam mendorong budaya malu. Rasa malu dapat mendorong seseorang untuk tidak berani menampakan auratnya dengan sembarangan karena selalu  merasa ada Allah yang selalu mengawasi perbuatan hambanya. Juga para wanita takut memamerkan auratnya yang akan memancing syahwat para lelaki. 

Kelima Islam membuka seluas-luasnya pintu pernikahan. Dengan kemudahan menikah maka penyaluran seksualitas berada pada pasangan yang sah dan halal sehingga menjaga kehormatan masing-masing pasangan. Disamping itu ada perintah laki-laki dan perempuan dilarang saling membangkitkan syahwat di antara mereka. Dalam artian kehidupan di antara laki-laki dan perempuan harus infishol (terpisah) dengan menerapkan sistem pergaulan dalam Islam. Tidak ada campur baur ditempat-tempat umum, kecuali pada kondisi tertentu yang mengharuskan interaksi antara laki-laki dan perempuan harus terjadi (misalnya pendidikan, layanan kesehatan dan muamalat).

Juga bagi laki-laki yang syahwatnya tidak kuat, namun belum mampu menanggung beban rumah tangga (menikah), maka Islam memberikan tuntunan berpuasa agar hawa nafsunya tetap terjaga. Islam pula memiliki mekanisme sistem kuratif (penyelesaian masalah) atau sistem sanksi. Hal ini ditegakkan agar ketika terjadi penyimpangan maka Islam memberikan hukuman tegas yang berfungsi sebagai jawazir (membuat efek jerah) kepada para pelaku kriminal dan menjadi pelajaran semua orang untuk tidak melakukan hal serupa. Sistem sanksi ini juga  berfungsi sebagai jawabir (penggugur dosa) bagi pelaku kejahatan sehingga di akhirat tidak dihisab lagi perbuatannya.

Bukan hanya itu saja, semua pintu-pintu yang bisa membawa pada perzihan ditutup rapat-rapat. Media dan semua sarana-sarana yang menjerumuskan pada terjadinya kejahatan seksual akan diselektif, tidak boleh menyajikan tayangan-tayangan yang dapat membangkitkan syahwat diantara laki-laki dan perempuan. Juga tidak akan dibukakan izin semacam usaha club-malam, kafe-kafe party dan diskotik. Hingga semua pintu yang bermuara kesana disumbat seketat mungkin oleh negara.

Itulah tindakan pencegahan Islam, sekaligus sistem pengendalian kejahatan dan kekerasan seksual. Namun jika masih terjadi pelanggaran dari aturan pencegahan maka pelakunya sudah menyimpang sangat jauh. Maka pantas kepada pelaku tindak kejahatan tersebut mendapatkan sanksi seberat-beratnya.  Demikian gambaran bagaimana Islam memberi solusi terhadap persolan kejahatan seksual. Sayangnya solusi diatas tidak akan sempurna bisa terealisasi jika sistem  politik Islam tidak diterapkan dalam kehidupan. Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post